Hari kedua kemarin sudah cukup bisa menguak semuanya, Vino memang benar-benar tidak pernah berniat jahat kepadaku.
Ini hari terakhir aku bisa melihatnya, sesuai perjanjian kami waktu itu.
"Rannasta, aku ikuutt..." siapa lagi kalau bukan Dito.
"Cepatlah"
Aku dan Dito berjalan menuju rumah Vino.
Dari kejauhan sudah tercetak jelas ada sepasang manusia di depan rumah Vino, kebetulan itu kak Nari bersama mama Rena..
"Kak Nari... mama Rena..." sapaku, dan mereka balik menyapaku, dan Vino hanya tersenyum pada mereka.
"Kak Nari, mama Rena, boleh aku menemui Vino?" Tanyaku.
"Silahkan Ranna, Vino ada di kamarnya" jawab mama Rena.
"Terimakasiihh... hey Dito, bujuklah mama Rena supaya kau bisa menerimamu menjadi menantunya" ketika itu juga aku langsung berlari menuju kedalam, ke kamar Vino.
Aku membuka pintu perlahan, dan menemukan sosok yang kucari.
"Hari terakhirmu" Vino yang membuka percakapan pertama kali, aku mengangguk dengan senyuman.
"Boleh aku minta sesuatu? Hari terakhir ini, aku ingin di Pantai bersamamu," Vino mengangguk, senyumku langsung merekah, aku berlari keluar kamar, untuk meminta bantuan Dito untuk menuntun Vino menuruni tangga.
***
"Vino, jangan lupakan Pantai ini ya.." tak ada respon dari Vino.
"Vino, bolehkah aku meminta sesuatu kepadamu lagi?" Tanyaku.
"Kenapa kau selalu meminta sesuatu kepadaku terus!!" Aku terkejut, Vino membuka mulutnya, tapi jawabannya itu diluar dugaanku, dia meninggikan volume suaranya.
"M-maafkan aku, aku hanya ingin kau tersenyum kepadaku untuk yang terakhir kali... aku takut, aku tak bisa melihat senyummu lagi... jika permintaanku ini salah, kau tak usah melakukannya," aku berbicara sambil menunduk, karena takut. Tapi Vino hanya terdiam, menatap lurus kedepan.
VINO POV ー ON
"M-maafkan aku, aku hanya ingin kau tersenyum kepadaku untuk yang terakhir kali... aku takut, aku tak bisa melihat senyummu lagi... jika permintaanku ini salah, kau tak usah melakukannya," Ranna berbicara sambil menunduk, mungkin karena dia takut pada jawabanku. Tapi aku hanya terdiam, menatap lurus kedepan.
Aku merutuki diriku sendiri, kenapa aku menjawab seperti itu, padahal dia hanya ingin melihat senyumku, aku benar-benar kejam pada sahabatku sendiri. Aku juga takut, apabila yang dikatakan Ranna benar terjadi, dia tidak bisa melihat senyumku lagi, aku juga takut, apabila aku tidak bisa melihat senyumnya lagi.
"Vino, ayo kita pulang, aku takut kau kelelahan.." bicaranya masih saja lembut.
Dia mendorong kursi rodaku dengan penuh kehati-hatian.
Tiba-tiba...
BRUK!!
Aku terjatuh dari kursi rodaku, dan Ranna juga tersungkur, entah karena apa kenapa bisa begini.
"Vino! Vino! Apa kau terluka?!" Tercetak jelas wajah paniknya.
"Kau bodoh! Mendorong kursi roda saja kau tidak becus!!" Bentakku, bunuh saja aku Tuhan... aku sudah sangat kejam pada sahabatku! Padahal ia selalu sabar menanggapiku.
"Maafkan aku, kita ke rumahku," ucapnya.
***
"Maafkan aku Vino..., sebaiknya kau tidur dulu di kamar Dito, karena letaknya bukan diatas" dia sedang membersihkan luka tanganku, dan dia berulang kali meminta maaf, tapi aku hanya diam,
KAMU SEDANG MEMBACA
Beach Friendship
Ficção Adolescenteperempuan yang memiliki sahabat laki-laki yang sangat disayanginya, tapi takdir siapa yang tau. perempuan itu tak bisa lagi melihat sahabat laki-lakinya itu, begitu juga sebaliknya. siapa atau apa yang membuat mereka tidak bertemu lagi? sahabatku ke...