bab 13

182 27 0
                                    

Gedup jantung Muthe berhenti sebentar saat melihat Ayah nya sedang duduk di ruang tamu. Menatap nya dengan penuh amarah. Gadis itu hanya bisa pasrah dan menundukkan kepalanya saja. Entah apa yang akan Iblis itu lakukan kepadanya sekarang.

"maaf ayah." gumam Muthe kecil tetapi masih bisa di dengar oleh Ayahnya.lalu ia merasakan Ayahnya bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati nya.

"Gatau besyukur! tugas kamu cuman jaga rumah, malah keliuran ga jelas sama teman kamu!" Bentak Shani keras di hadapan Muthe. Gadis itu hanya bisa memejam kan matanya dan mengepalkan tangan nya kuat-kuat sambil berharap ini akan segera berakhir. "Ngapain kamu?! jual diri?" lanjutnya.

Shani mengangkat tangan nya dan mengcengkram rahang Muthe kuat lalu ia tarik agar Gadis itu melihat wajahnya. "Kalo saya ngomong jangan liat lantai!" bentak Shani di depan wajah Muthe.

Muthe dengan terpaksa melihat wajah ayahnya. Tidak tidak, sepertinya ia lebih cocok di panggil Monster. Mata Shani memancarkan keamarah yang besar, bahkan gadis itu sendiri tak tau salahnya apa sampai Ayahnya bisa sangat membencinya seperti ini.

"ck, sama percis dengan ibumu." ucap Shani dingin, lalu ia hempaskan kepala gadis itu kearah samping.

Muthe bingung saat Ayahnya menyebutkan ibunya, kalau boleh jujur Muthe memang sudah lupa dengan muka ibunya seperti apa. Seketika Muthe menjadi penasaran dengan wujud ibunya sekarang. Apakah ia masih merindukannya? atau sebaliknya. Entah lah, sepertinya ia tak harus memikirkan itu sekarang. Lihat lah, Monster di depan nya ini bahkan sedang melepas ikatan di pinggang nya, Gadis itu menutup mata erat karna tau yang apa akan terjadi selanjutnya.

Ctakk!

Ah, tebakan Muthe benar-benar tak salah tentang ini.

"Anak sialan! harusnya saya tinggalkan kamu dengan wanita itu!" Teriak Shani. Muthe hanya bisa meringkuk sambil menahan cambukan dari sang Ayah.

Ctakk!

Ctakk!

Ctakk!

Shani seperti orang kesetanan sekarang, ia mencambuk tubuh kecil gadis itu secara babi buta, tak peduli akan percikan darah yang muncrat dan menempel ke baju orang itu.

"Anak ga berguna!"

Ctakk!

Ctakk!

Muthe meringkuk kesakitan, bahkan luka kemarin belum sembuh. Ia hanya bisa menahan air mata yang sebentar lagi akan meledak. baginya, menangis sama saja ia akan di siksa lebih parah.

"Kenapa kamu ga pergi aja dari hidup saya!" Teriak Shani. Ia melempar ikat pinggang tadi dan berjalan mendekati Muthe. Ia jambak surai rambut gadis itu dan ia tarik kebelakang.

"sial, mata coklat itu." Batin Shani.

Bugh!

Shani membanting kepala gadis itu kearah dinding secara berulang kali, rasanya kebenciannya menambah setiap ia melihat mata coklat itu.

Wajah cantik gadis itu sudah di lumuri dan di tutupi dengan cairan merah pekat di seluruh bagian nya, walau begitu, Monster depannya ini seperti tak mengerti apa itu belas kasih. Ia malah makin kesetanan menyiksa Gadis itu. Setelah puas, ia bangkit dan menendang badan kecil Muthe dan pergi meninggalkan nya begitu saja sambil tersenyum mengerikan.

"pergi dari kehidupan ayah?.." batin Muthe pelan. Perlahan, air mata keluar dari ekor matanya. Ia lebih memilih di siksa seperti tadi dari pada kata-kata jahat dari Ayahnya itu.

Tubuh Muthe seperti mati rasa, ia bahkan tak dapat merasakan rasa sakit dari pukulan ayahnya. Mungkin, faktor keseringan dari ia masih kecil. Tubuh nya mati rasa, Tetapi tidak dengan jiwa nya. Di jauh lubuk hati gadis malang itu seperti di tusuk oleh ribuan belati yang tajam. Salahkah ia berharap jika Ayah nya berubah dan menjadi penyayang?

Luka Yang Tercipta (ChrisMuth) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang