Mobil Atlas memasuki pekarangan rumah. Di liriknya ke samping dan dilihatnya Anin sudah tertidur pulas. Ucapannya tadi yang mengatakan bahwa dia lelah benar adanya, Atlas pun juga merasakan hal yang sama.Terlalu sibuk memilih beberapa perlengkapan bayi hingga lupa waktu ternyata lumayan menguras tenaga. Tapi entah kenapa rasanya lelah itu tak sebanding dengan rasa bahagia yang Atlas rasakan.
Mesin mobil di matikan, Atlas mulai melepas seat belt dan mendekat ke arah sang istri. Tangannya mengusap pipi Anin dengan lembut.
Beberapa kali dia memanggil Anin untuk membangunnya, namun hal itu tidak berefek apa-apa. Anin sepertinya benar-benar kelelahan.
Atlas mengembuskan napas, kalau dia tetap memaksa untuk membangun Anin dia takut hal itu akan menganggu Anin dan bahkan istrinya bisa kehilangan rasa kantuknya. Jalan satu-satunya hanyalah dengan cara menggendongnya dan membawanya ke kamar agar tidak mengusik tidurnya.
Atlas membuka pintu dan turun dari mobil, ditutupnya pintu mobil pelan-pelan agar tidak mengagetkan Anin. Perlahan Atlas berjalan mendekati pintu bagian kiri dan dibukanya.
Atlas mulai melepas seat belt yang Anin kenakkan. Wajahnya dan Anin kini begitu dekat, Atlas tersenyum tipis. Disingkirkannya rambut yang menutupi wajah Anin dan diselipkannya di daun telinga Anin.
Pelan-pelan Atlas mengangkat tubuh Anin, wajah Anin pun kini menempel di dada Atlas.
Setelah menemukan posisi menggendong yang nyaman, Atlas menutup pintu mobil dengan punggungnya. Dia mulai melangkah masuk ke dalam rumah.
Sesampainya di kamar, Atlas meletakkan tubuh Anin pelan-pelan di atas tempat tidur. Seharusnya Anin membersihkan tubuh terlebih dahulu tapi sayangnya Atlas tidak tega kalau harus membangunkannya
Atlas menarik bad cover dan menutupi tubuh sang istri hingga ke bagian dada. Selanjutnya dia pun masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Sepuluh menit berlalu, Atlas keluar dari kamar mandi Anin masih dalam posisi yang sama. Atlas ikut naik ke atas tempat tidur dan berbaring di samping Anin. Matanya tidak lepas menatap wajah sang istri.
Sungguh, saat ini Atlas hanya mencintainya. Cinta yang berhasil datang karena terbiasa bersama.
Telunjuk Atlas mulai jail memainkan hidung mancung Anin. Tapi ulah Atlas justru mengusik tidurnya hingga Anin membuka mata.
"Ehh, maaf. Aku ganggu kamu, ya?"
Dua bola mata Anin langsung berotasi, dia terkejut karena tiba-tiba sudah berada di dalam kamar.
"Kamu tadi tidurnya pules banget, makanya aku gak bangunin. Maaf ya, aku ganggu tidur kamu."
Anin membuka mata meski masih dilanda rasa kantuk. Dia pun mengubah posisi menjadi duduk.
"Kenapa Mas nggak bangunin aja. Tadi pasti berat karena harus gendong aku ke kamar."
"Enggak, kata siapa berat."
"Tapi aku lagi hamil, berat badan aku udah naik, Mas."
"Tetap aja aku masih kuat, Nin."
Wajah Anin terlihat lesu, rasanya benar-benar lelah. Padahal tadi dia lebih banyak duduk di kursi roda.
"Mau mau mandi dulu?"
"Iya kayaknya, Mas. Pegel banget soalnya."
"Yaudah, mau aku siapin airnya?"
"Emm nggak usah, aku bisa sendiri."
"Yaudah, pelan-pelan jalannya. Nanti takutnya kamu jatoh lagi."
"Iya, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Atlas
RomancePada akhirnya seleksi alam perihal jodoh memang benar adanya. Yang tak pernah Allah takdir untuk berjodoh memang akan tersingkirkan dengan sendirinya. Pun sebaliknya, yang berjodoh akan tetap dipersatukan meski harus banyak melibatkan luka dan air m...