25

3 0 0
                                    

Aiden merasakan kekuatan itu mengalir dari dalam dirinya, seperti sesuatu yang selama ini tersembunyi dan akhirnya terbangun. Tangannya bergetar, tapi bukan karena ketakutan atau kelelahan, melainkan karena energi yang meluap-luap. Dia belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Di hadapannya, Kael masih terbaring lemah, tubuhnya penuh luka, dan napasnya tersengal-sengal.

"Tidak," bisik Aiden, lebih pada dirinya sendiri daripada siapa pun. "Aku tidak akan membiarkan ini terjadi."

Sambil menggenggam tangan Kael, Aiden menutup matanya dan berfokus. Kekuatan di dalam dirinya semakin menguat. Dia merasakan hawa panas menyebar dari dadanya, turun ke perut, dan naik ke tangannya. Jantungnya berdegup kencang, detaknya terdengar seperti gendang di telinganya. Semuanya terasa begitu nyata, dan saat itu juga, Aiden menyadari bahwa inilah alasan mengapa dia berbeda sejak awal.

Dia bukan sekadar transmigran yang terjebak di dunia ini. Dia memiliki sesuatu yang lebih. Sesuatu yang mampu mengubah segalanya.

Perlahan, tubuh Kael mulai bergetar. Aiden membuka matanya, menyaksikan bagaimana cahaya samar keluar dari tubuh Kael, seolah-olah menjawab panggilan dari dalam Aiden. Cahaya itu semakin terang, dan luka-luka di tubuh Kael perlahan-lahan mulai menutup. Wajah Kael yang tadinya pucat kini mendapatkan kembali sedikit warna, napasnya yang tadinya nyaris hilang kini menjadi lebih stabil.

"Apa yang kau lakukan?" tanya salah satu penduduk desa yang berdiri tak jauh dari sana, menyaksikan kejadian itu dengan mata lebar. Dia tidak pernah melihat sesuatu seperti ini sebelumnya, dan begitu pula Aiden. Ini semua adalah hal baru, kekuatan yang tak pernah dia sadari ada di dalam dirinya. Tapi, di sisi lain, Aiden tahu bahwa inilah momen di mana semuanya berubah.

Kael membuka matanya perlahan, menatap Aiden dengan pandangan bingung. "Aiden?" suaranya lemah, tapi masih terdengar jelas. "Apa yang kau lakukan?"

Aiden menggelengkan kepalanya, tersenyum samar meski di dalam dirinya masih penuh dengan kebingungan. "Aku... tidak tahu," jawabnya jujur. "Tapi aku tidak akan membiarkanmu pergi. Aku tidak bisa."

Kael mencoba bangkit, tapi Aiden menahannya. "Kau harus istirahat dulu. Aku tidak tahu seberapa lama kekuatan ini akan bertahan, tapi untuk sekarang, kau selamat."

Kael memandang Aiden dengan tatapan penuh rasa syukur dan kasih sayang. Mereka saling menatap dalam keheningan sejenak, seolah hanya dengan tatapan mata, mereka bisa merasakan perasaan yang selama ini mereka pendam. Di tengah-tengah semua kekacauan, di antara ancaman kehancuran, mereka menemukan sesuatu yang tak pernah mereka duga.

Namun, momen itu tidak berlangsung lama. Suara ledakan dari kejauhan kembali menarik perhatian mereka. Desa di bawah bukit masih dilanda kehancuran. Musuh-musuh mereka tidak berhenti, bahkan ketika beberapa dari mereka mulai mundur. Mereka tahu bahwa musuh tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan apa yang mereka cari.

Aiden berdiri dan menarik napas panjang. "Aku harus pergi," katanya tegas. "Mereka masih mencoba menghancurkan desa. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi."

Kael mengangguk, meski dengan berat hati. "Aku akan ikut," katanya sambil mencoba bangkit, tapi Aiden menghentikannya lagi.

"Kau belum sembuh total," kata Aiden dengan nada serius. "Aku tidak tahu apakah kekuatan ini bisa sembuhkanmu sepenuhnya, tapi kau harus tetap di sini untuk sementara waktu. Aku tidak bisa kehilanganmu, Kael."

Kael menatap Aiden dengan tatapan penuh protes, tapi dia tahu bahwa Aiden benar. "Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi hati-hati."

Aiden tersenyum, lalu berbalik dan berlari menuju desa. Di sepanjang jalan, dia merasakan kekuatan yang masih mengalir dalam tubuhnya. Itu memberinya keyakinan bahwa dia bisa melakukan lebih dari yang pernah dia bayangkan. Kali ini, dia tidak akan hanya berlari atau bertahan. Dia akan melawan.

Saat tiba di desa, Aiden melihat bahwa pertempuran masih berlangsung. Beberapa bangunan telah runtuh, api masih membara, dan penduduk desa yang masih bertahan tampak kelelahan. Namun, musuh-musuh mereka tidak menyerah. Mereka terus menerobos, memaksa penduduk mundur selangkah demi selangkah.

Aiden menarik pedangnya dan bergabung dalam pertempuran. Namun kali ini, semuanya terasa berbeda. Dengan kekuatan yang mengalir dalam dirinya, Aiden merasakan setiap gerakan lebih cepat, lebih kuat. Setiap tebasan pedangnya mengenai sasaran dengan tepat, dan setiap serangan musuh bisa dia hindari dengan mudah. Penduduk desa yang melihatnya beraksi tampak terkejut.

"Kekuatan apa yang dia miliki?" bisik salah satu dari mereka sambil menyaksikan Aiden bertarung dengan intensitas yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.

Namun, musuh mereka tampaknya mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. Pemimpin mereka, pria bertubuh besar yang pertama kali datang, melihat Aiden dengan tatapan penuh kebencian. "Dia bukan manusia biasa," katanya pada anak buahnya. "Itu sebabnya kita tidak bisa menemukan artefaknya. Karena dia yang memilikinya."

Aiden mendengar kata-kata itu dan merasa jantungnya berdegup kencang. "Artefak?" pikirnya. Apakah ini yang mereka cari? Apakah kekuatan yang ada di dalam dirinya adalah apa yang selama ini mereka incar?

Pemimpin itu melangkah maju, memimpin serangan terakhir. "Tangkap dia!" perintahnya dengan suara keras.

Aiden bersiap. Kali ini, dia tahu bahwa musuh akan mengerahkan segala daya untuk mengalahkannya. Tapi dia juga tahu bahwa dia tidak akan mundur.

Pertempuran semakin sengit. Aiden dikepung, tetapi dengan setiap serangan, dia berhasil memukul mundur musuh-musuhnya. Sementara itu, di tengah kekacauan, Kael yang meski masih lemah, berhasil mengumpulkan kekuatan untuk ikut bertarung dari kejauhan, menggunakan busur dan anak panah yang dia temukan di sekitar tempat perlindungan.

Di tengah semua itu, Aiden merasakan sesuatu yang lebih kuat datang mendekat. Sesuatu yang jauh lebih menakutkan dari musuh-musuh yang dia hadapi sekarang. Tanah di bawah kakinya mulai bergetar, dan angin yang tadinya tenang kini mulai berhembus kencang.

"Apa yang terjadi?" tanya Aiden pada dirinya sendiri.

Langit di atas desa mulai berubah, awan gelap yang tadinya menggantung kini berputar membentuk pusaran. Dari dalam pusaran itu, muncul cahaya yang sangat terang. Semua orang terhenti, termasuk musuh-musuh mereka. Semua mata tertuju ke langit, ke arah cahaya yang semakin membesar.

"Dewa-dewa kuno," bisik salah satu musuh. "Mereka telah bangun."

Aiden merasakan ketakutan yang luar biasa, tapi dia tahu bahwa inilah saatnya untuk mengungkapkan segalanya. Apakah dia benar-benar memiliki hubungan dengan dewa-dewa kuno yang selama ini dikatakan menyimpan kekuatan yang luar biasa? Atau apakah dia hanya kebetulan terjebak dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari yang dia bayangkan?

Cahaya dari langit semakin mendekat, dan di saat itulah, Aiden merasakan panggilan yang kuat dari dalam dirinya. Ini bukan hanya tentang pertarungan untuk desa atau melawan musuh-musuh mereka. Ini adalah sesuatu yang jauh lebih besar.

"Dunia ini akan berubah," bisik Aiden pada dirinya sendiri. "Dan aku akan menjadi bagian dari perubahan itu."

Bab 25 ini memperkuat elemen magis dan fantasi di dalam cerita, dengan Aiden mulai memahami kekuatan yang ada di dalam dirinya. Pertarungan yang semakin memanas dan ancaman yang lebih besar dari sekadar musuh biasa juga mulai terungkap.




tbc

Mencari Cinta di Dunia Baru [AND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang