part 10

4 1 0
                                    

Pencarian Lira berlangsung sepanjang malam, dengan kelompok pengintai terbaik yang dipimpin oleh Kael dan Aiden. Mereka menyisir hutan dan perbatasan, tempat Lira terakhir kali terlihat. Namun, jejaknya seolah-olah menghilang begitu saja. Aiden berusaha menahan kecemasan yang semakin menggumpal di dadanya, tetapi tidak bisa memungkiri betapa pentingnya Lira dalam situasi yang mereka hadapi saat ini.

Kael berjalan di sebelahnya, sesekali menatap Aiden dengan cemas. Dia bisa merasakan ketegangan yang melingkupi pangeran muda itu, dan Kael tahu bahwa hilangnya Lira menambah beban besar di pundak Aiden.

"Kita akan menemukannya, Aiden. Lira tidak mungkin hilang begitu saja," Kael mencoba menenangkan.

Aiden menatap jalan di depannya, meskipun kegelapan malam menutup sebagian pandangan mereka. "Aku tahu, tapi semakin lama kita mencari, semakin aku merasa ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan hati-hati, menyusuri jalanan hutan yang licin. Aiden tidak bisa menyingkirkan rasa tidak enak di perutnya. Hilangnya Lira bukanlah kebetulan. Musuh mereka terlalu cerdas untuk membiarkan sesuatu terjadi begitu saja. Dia takut Lira telah menjadi bagian dari rencana musuh yang lebih besar.

Beberapa jam kemudian, ketika langit mulai terang dengan tanda-tanda fajar, mereka tiba di sebuah celah yang mengarah ke sebuah gua tersembunyi. Salah satu pengintai berlutut di dekat pintu masuk gua, menemukan sepotong kain yang tampaknya berasal dari pakaian Lira.

"Ini milik Lira," kata pengintai itu sambil menunjukkan kain tersebut.

Aiden meraih kain itu dan memandangnya. Napasnya tercekat. "Dia di sini... atau setidaknya, dia pernah ada di sini."

Kael berjalan ke samping Aiden dan melihat ke arah gua. "Kita harus masuk. Ini mungkin satu-satunya petunjuk yang kita punya."

Aiden mengangguk, dan tanpa membuang waktu, mereka melangkah masuk ke dalam gua. Suasana di dalam gua gelap dan lembap, dengan dinding-dinding batu yang terasa seperti menekan mereka dari segala sisi. Hanya dengan obor di tangan mereka, Aiden dan pasukannya perlahan menelusuri lorong sempit itu.

Suara langkah kaki mereka menggema di dalam gua, memberikan suasana yang mencekam. Meskipun begitu, Aiden terus maju. Setiap langkah semakin memperkuat tekadnya untuk menemukan Lira. Rasa bersalah yang menggumpal di hatinya tak bisa dia abaikan. Sejak awal, Lira selalu menjadi penasihat yang paling dia percayai. Hilangnya Lira membuat Aiden merasa seperti dia telah kehilangan salah satu pilar kekuatannya.

Setelah beberapa saat berjalan, mereka tiba di sebuah ruangan yang lebih luas di dalam gua. Di tengah ruangan, mereka menemukan sesuatu yang mengejutkan—sebuah altar batu besar yang dikelilingi oleh simbol-simbol kuno yang diukir di lantai dan dinding gua. Aura magis yang kuat terasa menggantung di udara.

"Apa ini?" bisik Kael, matanya menyapu seluruh ruangan dengan kewaspadaan.

Aiden berjalan mendekati altar itu. Di atas altar, terdapat sebuah benda bulat yang bersinar redup—sebuah kristal yang memancarkan cahaya aneh. Aiden merasakan dorongan kuat untuk mendekatinya, tetapi dia juga bisa merasakan adanya kekuatan jahat yang mengelilingi kristal itu.

"Aiden, jangan terlalu dekat," Kael memperingatkan dengan nada serius.

Namun, sebelum Aiden bisa menjauh, dia merasakan sesuatu menghisapnya masuk. Pandangannya tiba-tiba gelap, dan dalam sekejap, Aiden terjatuh ke dalam kesadaran lain—sebuah dunia yang tidak nyata, seolah-olah dia berada di antara mimpi dan kenyataan.

Ketika Aiden membuka matanya, dia berdiri di sebuah padang luas yang asing. Langit di atasnya berwarna merah gelap, dengan awan hitam bergulung-gulung di langit. Di kejauhan, Aiden melihat sebuah kota yang terlihat terkutuk, dengan menara-menara tinggi yang tampak seperti hancur oleh perang.

"Apa ini?" Aiden bergumam, bingung dan khawatir.

Dia melangkah maju dengan hati-hati, menyadari bahwa tempat ini bukan dunia yang dia kenal. Ini bukan kerajaannya, dan bukan tempat di mana Lira atau musuh-musuh mereka berada. Sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, suara tawa dingin terdengar dari belakangnya.

"Kau akhirnya tiba, Pangeran Aiden."

Aiden berbalik cepat, dan di hadapannya berdiri seorang pria berpakaian jubah hitam, wajahnya tersembunyi di balik tudung gelap. Suara pria itu bergetar dengan keangkuhan yang menyebar di udara.

"Siapa kau?" tanya Aiden dengan tajam, merasakan bahaya yang mendekat.

Pria itu tertawa kecil. "Aku hanya seorang pengamat... tapi aku telah lama menunggumu. Kau, yang berpikir bisa melawan takdir."

Aiden mengepalkan tinjunya. "Jika ini tentang Lira, katakan di mana dia!"

Pria berjubah hitam itu mengangkat satu tangan, dan dari udara tipis, muncul sebuah gambar yang tergantung di depan Aiden—Lira, terikat dan terkurung di dalam ruang gelap yang sama sekali tidak dikenali Aiden.

"Apa yang kau inginkan?" Aiden bertanya, matanya penuh amarah.

Pria itu tersenyum dingin. "Aku ingin melihat pilihanmu, Pangeran. Kau harus memilih antara menyelamatkan kerajaanku yang telah jatuh... atau kerajaanmu sendiri. Waktu terus berjalan, dan setiap pilihan memiliki harga."

Aiden merasakan dadanya bergemuruh. Ancaman ini bukan hanya tentang Lira, tapi tentang sesuatu yang jauh lebih besar. Pria itu berbicara seolah-olah dia memiliki kekuatan untuk menghancurkan lebih dari sekadar kerajaan Aiden.

"Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti siapa pun lagi," Aiden berkata dengan tegas. "Aku akan menghentikanmu."

Pria berjubah hitam itu menggelengkan kepalanya, senyum tipis masih di wajahnya. "Kita lihat saja, Pangeran. Kita lihat siapa yang akan menang pada akhirnya. Ingatlah, waktumu hampir habis."

Dengan tawa yang dingin, pria itu menghilang dalam kabut, meninggalkan Aiden sendiri di padang yang tak nyata itu. Sebelum Aiden bisa mengejarnya, pandangannya kembali gelap, dan dia terseret kembali ke dunia nyata.

Aiden terbangun di dalam gua, terengah-engah seolah-olah dia baru saja berlari. Kael berada di sampingnya, mengguncang bahunya dengan cemas. "Aiden, kau baik-baik saja?"

Aiden memegang kepalanya yang masih terasa berputar-putar. "Aku... aku melihat sesuatu. Aku tidak tahu apakah itu nyata, tapi Lira... dia dalam bahaya."

Kael menatap Aiden dengan serius. "Kau pingsan tadi. Kau menyentuh kristal itu dan tiba-tiba ambruk. Apa yang kau lihat?"

Aiden menceritakan apa yang dia alami—tentang pria berjubah hitam, tentang pilihan yang dipaksakan padanya, dan tentang Lira yang terkurung di suatu tempat yang asing.

Kael mendengarkan dengan seksama, wajahnya semakin tegang saat Aiden menceritakan ancaman yang baru saja dia hadapi.

"Kita harus menemukan Lira secepatnya," kata Aiden akhirnya, dengan tekad yang semakin kuat. "Dan kita harus menghentikan pria itu sebelum dia menghancurkan semuanya."

Kael mengangguk. "Kita tidak akan berhenti sampai kita menemukannya. Apa pun yang terjadi, kita akan melawan."

Dengan pengetahuan baru yang mereka dapatkan dari visi Aiden, kelompok pencari itu melanjutkan perjalanan mereka lebih dalam ke dalam gua. Aiden merasakan beban yang semakin berat di pundaknya, tetapi dia tahu bahwa dia tidak bisa menyerah. Kehidupan Lira, kerajaan, dan mungkin seluruh dunia mereka ada di tangan mereka sekarang.

Setiap langkah yang mereka ambil membawa mereka semakin dekat ke kebenaran yang menunggu di balik bayang-bayang, tetapi juga semakin dekat ke bahaya yang tak terlihat. Namun, satu hal yang pasti di hati Aiden—dia akan melakukan apa pun untuk menyelamatkan orang-orang yang dia cintai, bahkan jika itu berarti harus menghadapi ancaman terbesar dalam hidupnya.

Di ujung lorong gua, Aiden dan Kael tahu bahwa mereka akan segera berhadapan dengan musuh yang sebenarnya. Pertempuran yang akan datang tidak hanya akan menguji kekuatan mereka, tetapi juga tekad mereka untuk melawan kegelapan yang semakin merajalela.


tbc

Mencari Cinta di Dunia Baru [AND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang