27

2 0 0
                                    

Setelah kilatan cahaya memudar, keheningan menyelimuti desa yang telah hancur. Aiden masih berdiri di tengah medan perang, bersama Kael yang tetap di sisinya. Meskipun kekuatan luar biasa di dalam dirinya telah tenang, pikirannya masih dipenuhi dengan kata-kata sosok misterius yang menyebutnya sebagai "artefak." Sebuah pertanyaan besar terus berputar di benaknya—apa yang sebenarnya terjadi padanya? Dan mengapa dia yang terpilih untuk membawa beban ini?

Kael, yang selalu bisa membaca perubahan di wajah Aiden, mendekat. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya lembut.

Aiden mengangguk perlahan, meskipun keraguan masih ada di hatinya. "Aku... tidak yakin," jawabnya jujur. "Kekuatan ini... sepertinya bukan hanya milikku. Aku merasa seperti ada sesuatu yang lebih besar sedang mengendalikanku."

Kael menatap Aiden dengan penuh pengertian. "Apapun itu, kau tidak harus melaluinya sendirian. Kita akan mencari tahu bersama, Aiden."

Mendengar kata-kata Kael, Aiden merasa hatinya sedikit lebih ringan. Dia tahu Kael selalu ada untuknya, apapun yang terjadi. Namun, bayangan dari apa yang akan datang terus menghantui pikirannya. Dia tidak bisa mengabaikan perasaan bahwa takdir mereka belum selesai, dan mungkin ini hanya permulaan dari sesuatu yang lebih besar.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Aiden dan Kael serentak menoleh, melihat sekelompok orang mendekati mereka. Penduduk desa yang selamat mulai keluar dari persembunyian mereka, dengan wajah yang penuh ketakutan dan keheranan. Beberapa dari mereka tampak ragu-ragu untuk mendekati Aiden, seolah-olah dia adalah makhluk asing yang tidak mereka kenali.

Seorang pria tua, yang tampaknya merupakan salah satu pemimpin desa, maju dan memandang Aiden dengan sorot mata tajam. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" tanyanya dengan suara serak. "Dan siapa kau sebenarnya, anak muda?"

Aiden terdiam sejenak, merasa tidak yakin bagaimana harus menjelaskan semuanya. Bagaimana dia bisa memberi tahu mereka bahwa dia mungkin bukan berasal dari dunia ini? Bahwa dia, entah bagaimana, terpilih untuk menjadi sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri?

"Aku... aku tidak tahu pasti," jawab Aiden akhirnya, suaranya rendah. "Tapi aku tidak berniat menyakiti siapa pun di sini. Aku hanya mencoba melindungi desa ini."

Pria tua itu memandang Aiden lama sebelum akhirnya mengangguk perlahan. "Apa pun kekuatan yang kau miliki, kami berterima kasih karena kau telah menyelamatkan desa ini dari kehancuran total."

Namun, meskipun kata-kata pria tua itu ramah, Aiden bisa merasakan ketidakpercayaan yang tersisa di antara penduduk desa. Mereka tidak lagi melihatnya sebagai sekadar orang asing yang datang membantu; mereka melihatnya sebagai makhluk yang berbahaya, seseorang yang memiliki kekuatan yang tidak mereka mengerti.

Kael merasakan ketegangan di udara dan segera berdiri lebih dekat dengan Aiden, seolah-olah memberikan dukungan yang tak terlihat. "Kita tidak perlu menjelaskan semuanya sekarang," bisik Kael di telinga Aiden. "Yang penting, mereka tahu kau ada di sini untuk melindungi mereka."

Aiden mengangguk, meskipun hatinya masih berat. Dia tahu bahwa hubungan antara dirinya dan penduduk desa telah berubah, dan mungkin tidak akan pernah sama lagi. Namun, itu bukan hal yang paling mendesak saat ini. Ada masalah yang lebih besar di depan mereka—termasuk sosok misterius yang telah muncul, dan kekuatan gelap yang tampaknya mengincar dirinya.

"Kita harus pergi," kata Aiden tiba-tiba, memecah keheningan. "Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, dan kita tidak bisa tinggal di sini."

Kael memandangnya bingung. "Kemana kita harus pergi?"

Aiden berpikir sejenak, mencoba merasakan arah dari kekuatan yang bergejolak di dalam dirinya. Meskipun dia tidak tahu pasti, dia merasa ada sesuatu yang menariknya ke arah tertentu, seolah-olah takdirnya sudah ditentukan.

"Ke selatan," jawab Aiden akhirnya. "Aku tidak tahu apa yang akan kita temui di sana, tapi aku merasa itulah jalan kita selanjutnya."

Kael menatap Aiden sejenak, lalu mengangguk. "Kalau begitu, kita akan pergi ke sana. Bersama-sama."

Dengan keputusan itu, Aiden dan Kael meninggalkan desa yang telah mereka selamatkan, berjalan menuju ketidakpastian. Langit di atas mereka tampak mendung, seakan mencerminkan suasana hati mereka yang dipenuhi oleh keraguan dan ketakutan akan apa yang akan datang.

Perjalanan ke selatan tidak mudah. Hutan-hutan lebat, medan berbatu, dan cuaca yang semakin tidak bersahabat menguji kekuatan fisik dan mental mereka. Namun, setiap kali Aiden merasa lelah atau ingin menyerah, kehadiran Kael di sisinya membuatnya terus maju. Meski tidak banyak kata-kata yang diucapkan, kehangatan hubungan mereka sudah cukup untuk memberikan semangat yang dibutuhkan.

"Aiden," panggil Kael pada suatu sore ketika mereka berhenti sejenak untuk beristirahat di tepi sungai. "Apa kau sudah berpikir tentang apa yang akan kita hadapi di selatan?"

Aiden duduk di atas batu, memandang air yang mengalir deras di depan mereka. "Aku sudah mencoba memikirkannya," jawabnya pelan. "Tapi aku tidak punya jawabannya. Aku hanya tahu bahwa ada sesuatu yang menunggu kita di sana. Sesuatu yang berbahaya."

Kael duduk di sampingnya, menatap air dengan tatapan serius. "Apapun itu, kita akan menghadapinya bersama. Aku tidak peduli seberapa besar bahaya yang menanti. Selama kita bersama, aku tahu kita bisa mengatasinya."

Aiden tersenyum samar mendengar kata-kata itu. Dia tahu Kael selalu berusaha menghiburnya, meskipun keadaan di depan mereka tampak suram. Tapi di dalam hatinya, Aiden masih merasakan ketakutan yang mendalam. Bukan hanya tentang apa yang menunggu di depan, tetapi juga tentang dirinya sendiri. Apakah dia bisa mengendalikan kekuatan yang semakin tumbuh di dalam dirinya? Ataukah dia hanya akan menjadi alat dari kekuatan yang lebih besar?

Malam itu, mereka membuat api unggun kecil untuk menghangatkan diri. Saat api berkobar di depan mereka, Kael berbaring di samping Aiden, menatap langit malam yang dipenuhi bintang-bintang.

"Kau tahu, dulu aku selalu berpikir bahwa takdir itu hanya cerita," kata Kael pelan. "Bahwa kita bisa mengendalikan hidup kita sepenuhnya. Tapi sekarang, aku tidak yakin lagi. Mungkin ada sesuatu yang lebih besar dari kita semua."

Aiden menoleh ke arah Kael, matanya tertuju pada wajah kekasihnya yang diterangi cahaya api. "Kau benar. Aku juga selalu berpikir seperti itu. Tapi sekarang, aku merasa seperti hanya menjadi bagian kecil dari permainan besar yang tidak bisa aku kendalikan."

Kael tersenyum kecil. "Mungkin. Tapi kita masih bisa memilih bagaimana kita memainkan peran kita, bukan?"

Aiden merenungkan kata-kata itu. Meskipun mereka tidak bisa mengendalikan semua yang terjadi, mereka masih punya kendali atas tindakan mereka sendiri. Dan selama dia memiliki Kael di sisinya, Aiden tahu dia akan melakukan segala yang dia bisa untuk melindungi orang-orang yang dia cintai.

Namun, malam itu, mimpi buruk menghampiri Aiden. Dalam mimpinya, dia melihat sosok misterius yang muncul kembali, tetapi kali ini, kekuatan gelap yang mengelilingi sosok itu jauh lebih besar dan menakutkan. Dia mendengar suara-suara berbisik di telinganya, memanggil namanya, meminta agar dia menerima takdirnya sebagai artefak.

"Aiden," suara itu terdengar jauh namun sangat jelas. "Kau tidak bisa lari selamanya. Kekuatan ini adalah milikmu. Terimalah, atau hancur."

Aiden terbangun dengan keringat dingin mengalir di dahinya. Dia menoleh dan melihat Kael yang masih tidur nyenyak di sampingnya, wajahnya damai. Aiden menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdebar-debar.

Apakah mimpi itu hanya sekadar bayangan dari ketakutannya, ataukah itu benar-benar pesan dari kekuatan yang lebih besar? Aiden tidak tahu. Tapi satu hal yang pasti—dia harus bersiap untuk menghadapi apa pun yang menantinya di selatan. Dan dia tahu, semakin dekat mereka ke tujuan, semakin besar bahaya yang akan mereka hadapi.

Namun, dengan Kael di sisinya, Aiden merasa bahwa apapun yang akan datang, dia tidak akan menghadapinya sendirian.



tbc

Mencari Cinta di Dunia Baru [AND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang