part 3

26 2 0
                                    

Dawn menyebar di langit, membangunkan kerajaan dari tidurnya. Aiden berdiri di tepi menara istana, melihat ke luar dengan pandangan yang berfokus pada ladang hijau yang kini dipenuhi dengan pasukan. Kegelisahan bercampur dengan harapan merayap dalam dirinya. Suara-suara dari bawah, teriakan prajurit dan denting senjata, membangkitkan semangat juang di dalam hati Aiden.

"Pangeran Alaric!" suara Kael memecah lamunan Aiden. Pria muda itu muncul di sampingnya, mengenakan armor berkilau yang menunjukkan kedudukannya sebagai seorang ksatria. "Semua sudah siap. Pasukan kita telah berkumpul, dan mereka menunggu instruksi dari Anda."

Aiden menatap Kael, merasakan ketegangan di udara. "Aku... aku masih merasa tidak siap," katanya, suaranya bergetar sedikit. "Bagaimana jika aku tidak bisa memimpin mereka dengan baik?"

Kael menepuk bahu Aiden dengan lembut. "Kau sudah melakukan hal yang baik sejauh ini. Mereka melihatmu sebagai pemimpin, dan itu lebih penting daripada rasa keraguan yang kau miliki. Ingat, kepemimpinan bukan tentang menjadi yang terbaik; itu tentang memberi inspirasi kepada orang lain untuk melakukan yang terbaik."

Aiden mengangguk, mencoba menyerap kata-kata Kael. Dia tahu bahwa semua ini lebih dari sekadar tugas. Dia telah diberikan kesempatan untuk membuktikan dirinya, dan dia tidak ingin mengecewakan orang-orang yang mengandalkannya.

"Mari kita turun dan berbicara kepada pasukan," kata Kael. Dengan langkah tegas, mereka berdua menuruni tangga menara, menuju lapangan tempat para prajurit berkumpul. Aiden merasakan jantungnya berdegup kencang, dan setiap langkah terasa semakin berat.

Saat mereka sampai di lapangan, Aiden melihat ribuan pasukan yang siap bertempur. Baju zirah berkilauan dan pedang terhunus menambah suasana tegang. Raut wajah para prajurit menunjukkan keberanian, tetapi di balik itu, dia bisa merasakan kegelisahan.

"Pasukan!" Aiden memanggil, suaranya bergetar namun berusaha untuk terdengar tegas. "Hari ini, kita berdiri bersama untuk melindungi kerajaan kita! Musuh kita, Kerajaan Valtoria, tidak akan mengambil apa yang menjadi milik kita!"

Sorak sorai menggema, dan Aiden merasa semangat juangnya bangkit. "Kita adalah satu keluarga, satu jiwa! Bersama, kita akan bertahan dan melawan segala ancaman. Kita akan menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak akan mundur!"

Sorakan semakin keras, dan Aiden merasakan energinya meluap. Dia tidak hanya berbicara kepada para prajurit, tetapi juga kepada dirinya sendiri. Dia harus percaya pada kemampuannya untuk memimpin, tidak hanya sebagai Alaric, tetapi sebagai dirinya yang sebenarnya.

"Setiap dari kalian adalah pahlawan," Aiden melanjutkan. "Hari ini, kita berjuang untuk setiap orang yang kita cintai, untuk setiap jari yang menulis sejarah kita! Jangan pernah lupa, kita adalah pelindung kerajaan ini!"

Dengan kata-kata itu, semangat para prajurit semakin membara. Aiden merasakan koneksi yang mendalam dengan mereka—rasa saling percaya yang tumbuh di antara mereka. Dia tahu bahwa meskipun mereka berbeda latar belakang, mereka memiliki tujuan yang sama.

"Kael, di mana kita akan memulai?" Aiden bertanya, merasakan semangat yang membara dalam dirinya.

"Pasukan Valtoria kemungkinan besar akan menyerang dari sisi timur, di mana mereka memiliki akses ke sungai," jawab Kael, wajahnya serius. "Kita perlu menempatkan pasukan kita di sana dan memastikan bahwa kita dapat menahan serangan mereka."

Aiden mengangguk, berusaha menempatkan semua informasi di dalam pikirannya. "Mari kita siapkan pasukan dan bawa mereka ke posisi yang strategis. Kita akan bertindak cepat sebelum mereka bisa melakukan serangan mendadak."

Kael memberi isyarat kepada para jenderal untuk mempersiapkan pasukan. Aiden merasa tegang tetapi bersemangat. Dia merasa seolah-olah untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia benar-benar memiliki tujuan.

Mencari Cinta di Dunia Baru [AND]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang