15. Senin

35 9 1
                                    

Hari Senin pun datang.
Senin lagi, Senin lagi.
Bisa nggak langsung skip ke
Minggu aja.

"Masa dianterin sih!?"

"Ya, mau gimana lagi dek."
"Katanya motor nya selesai hari Selasa atau Rabu."
Selesai sudah....
Kenapa service motor nya lama banget, dari hari Sabtu dan hari ini sudah hari Senin belum selesai juga.

Yaelah neng, namanya juga service nggak mungkin cepet.

"Emang kenapa sih kalau dianter sama Abang, Abang bawa nya juga nggak cepet kok!"

"Bukan masalah kecepetan, tapi Abang itu lelet!"
"Inget ngga waktu SMP, aku pernah nunggu jemputan sampe mau Maghrib, gara-gara Abang yang
nggak sengaja ketiduran doang!"

Ya, memang benar.
Dulu [Name] pernah nunggu jemputan dari sang Abang mulai jam empat sore hingga hari mulai senja.

Disana [Name] rasanya ingin nangis.
Jika dirinya udah nekat, pasti [Name] bakal jalan kaki dari sekolahnya hingga kerumah.
Tapi sayang sekali dirinya tak senekat itu untuk melakukannya, karena bisa-bisa kakinya copot ditengah jalan cuman gegara jarak nya yang amat jauh.

"Abang janji deh kalau misalnya Abang telat lagi nih."
"Abang bakal traktir adek bakso di perempatan komplek dua mangkok deh."

"Tiga."

"Huh?"

"Tiga!"

"Iya, iya tiga mangkok deh."
Pasrah Umemiya.
Daripada masalah berkepanjangan, mending dirinya nurut sama
adeknya ini.

"Yaudah ayo, entar telat lagi ini."
Ajak [Name].
Umemiya disana hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.

Sebenarnya ini pertama kalinya [Name] diantar untuk sekolah pada saat SMA, setelah selama setengah tahun [Name] menempuh pendidikan di SMA nya.

Enak juga ya kalau diantar gini.
Dirinya bisa menikmati pemandangan disekelilingnya walau terlihat begitu monoton, tapi ini cukup menyenangkan untuk [Name].

Saat sudah sampai tepat didepan gerbang sekolahnya. Sudah banyak siswa/siswi yang bergerombol masuk.

"Jangan lupa jemput adek, jam setengah lima ya!"
Peringat [Name] pada Umemiya sebelum dirinya berjalan masuk kedalam sekolah.

"Iya, iya."
"Entar Abang telpon, atau kalau nggak kamunya nelpon Abang ya."
"Udah semua kan, Abang berangkat dulu ya, dah!"
Sebelum Umemiya pergi terlebih dahulu dirinya mengusak rambut sang adek yang bikin rambut [Name] sedikit berantakan dibuatnya.

"Abang!"
Kesal [Name] yang tak dapat didengar Umemiya karena orangnya udah pergi dari sana meninggalkan [Name] dengan perasaan kesal.

"Udah rapi juga ini rambut, malah diacak-acak, sialan!"
Dumel [Name].

"Baa!"

"Yak! Ayam-ayam!"
Kaget [Name] hingga hampir jatuh kedepan.

"Hehehe, pagi [Name]!"
Sapa seseorang dari arah samping kirinya.

Kalau kalian mengira itu adalah Nobara. Kalian salah besar.
Yang benar itu adalah Bachira.
Atau sering disebut bokem sama [Name].

"Pagi-pagi lu udah ngagetin orang aja, bokem."
[Name] ingin sekali memukul kepala nih bokem satu, tapi dirinya tak tega juga.

"Maafin ya [Name], soalnya kamu keliatan kesel, pas banget kan?"

"Pas matamu! Ku colok matamu pakai bambu runcing ya!"
Sirna sudah rasa tak tega [Name] pada Bachira tadi. Dirinya langsung memukul kepala tuh bokem.

"Aduh!"
Bachira disana cuman bisa mengaduh kesakitan akibat pukulan yang diterimanya.

"Lain kali liat kondisi nya gimana, ya bokem!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SMA!i (local au)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang