Antoni adalah seorang dokter disebuah rumah sakit besar di jogja. Menyelamatkan pasien adalah kewajibannya. Meskipun itu sebuah kewajiban, dokter tetaplah manusia biasa yang tidak bisa menghidupkan atau mempertahankan nyawa seseorang.
"Perawat Meli, nyatakan kematian pasien."Dokter Antoni adalah dokter yang hebat, ia bisa menguasai segala meteri dan taktik dalam operasi dan semacamnya. Kesulitannya adalah, ia sangat jarang bahkan belum pernah menytakan kematian pasiennya. Bukan ia tak ingin di salahkan, hanya saja tugas itu sangat berat untuknya dan memerlukan tekad yang besar untuk mengatakannya.
Setelah itu Antoni keluar dari ruangan itu untuk menemui keluarga pasien. Namun, betapa terkejutnya ia melihat diluar ruangan itu hanya ada seorang gadis yang menatap datar padanya.
"Bagaimana keadaan ibu saya dok?"
"Sebelumnya, kenapa hanya kamu di sini? Dimana ayahmu atau keluarga yang lain?"
"Hanya aku keluarga ibu. Bagaimana keadaan sekarang? Apa dia baik-baik saja?" Ia kemudian berlari ke arah pintu setengah kaca itu dan melihat tubuh ibunya yang telah ditutupi kain putih.
Sang dokter menghampiri Geva yang terpaku di depan pintu kaca itu.
"Maaf kami tak bisa melakukannya dengan baik. Mediang telah kehilangan banyak darah sebelum tiba disini. Saya pun tak menyalahkan kamu, kamu sudah melakukan yang terbaik."
"Apa artinya aku seorang diri sekarang?"ucapnya lirih lalu menatap dokter itu.
"Apa kamu tidak punya keluarga lain?"
"Tidak ada yang menganggap kali keluarga bahkan, seorang pria tak menganggap ku anaknya."
"Kau bisa ikut dengan ku jika kamu mau?
"Tolong urus mayat ibu dokter, makamkan saja di pemakaman rumah sakit, aku belum mampu malakukannya."ucapnya lalu pergi.
"Sandyakala itu hirap dari cakrawala, bersamaan dengan cerita kita yang telas usai. Bu, tenang disana ya, jangan khawatirkan putri baja mu ini. Jika tuhan ingin mengabulakan satu keinginanku maka, akan ku minta kau untuk kembali kesisi ku. Akan ku ingat kata ibu,"Jika elegi itu sirna kala enila berbisik pada buana, asmaraloka yang gata. Mengatakan bila askara tiba dengan lakara yang pasti membawa harsa diluasnya sagara'."
Geva hanya terdiam duduk dibangku taman rumah sakit, menguatkan hatinya dan menguatkan dirinya. Dengan kaki yang masih gemetar Geva berguman,"pembunuh itu harus merasakan hal yang sama."
Menuntutnya hanya membuang-buang waktu. Penjara tak membuat seorang penjahat jera. Penjara hanyalah tempat istirahat bagi mereka. Geva berjalan ke toilet untuk membasuh wajahnya.
Lihat pantulan dicermin itu. Bibir pucat, wajah datar dengan hiasan lebam dimana-mana.
"Ra, gue takut, terlalu sakit buat nangis, dada gue sakit Ra."ucap Geva dengan pantulannya itu.
"Ra, ibu kita udah gak ada. Gak yang bakal manjain lo lagi, gak ada lagi yang bakal masakin makanan kesukaan lo."ucapnya datar sambil terus menatap pantulan dirinya itu.Tiba-tiba suara yang begitu nyaring menguasai kedua telinganya. "sakit"batin Geva. Detik berikutnya pun Gevapun lunglai dan terjatuh ke lantai.

KAMU SEDANG MEMBACA
"BERDIKARI"
Teen FictionAku VEREDIGNA ALLURA ARMENIA, yang berarti gadis bermartabat dengan pesona dari armenia. Malangnya kehidupannya tak seindah arti nama tersebut. Katanya 'Atma jagaaraka shakti' tapi jiwa ku mati setiap merasakan cinta. Ragayang nerjalan ini tak lagi...