°◇PROLOG◇°

39 13 0
                                    

Menjadi anak adopsi bukanlah hal yang begitu menyenangkan. Mungkin sebagian besar orang tua angkat akan memperlakukan anak asuh mereka dengan baik, tetapi tidak dengan orang tuaku. Ya aku adalah anak dari negara Armenia yang kemudian di adopsi oleh pasutri dari Turki namun sang istri berasal dari Indonesia.

Mereka mengadopsiku saat berumur kurang lebih 2 tahun usiaku. Saat itu otakku masih terlalu mungil untuk mencerna apa yang terjadi.

Tahun pertama bersama mereka semuanya berjalan baik-baik saja. Mereka sangat ramah kepadaku dan memperlakukanku sebagai anak kandung mereka sendiri. Salah satu alasan kuat mereka mengadopsiku adalah keunikan pada bola mataku yang sangat jarang ditemukan pada anak-anak lainnya. Anak perempuan Armenia memang memiliki ciri khas tersendiri, salah satunya adalah bola mata yang berwarna agak kebiru-biruan.

15tahun berlalu, bencana pun terjadi. Bisnis orang tuaku merosot hebat, asisten yang juga merupakan sahabatnya dengan tega melakukan korupsi dan penggealapan dana lalu membawa kabur sejumlah uang perusahaan. Orang tuaku sama sekali tidak begitu khawatir dengan perusahaannya, mereka hanya mengkhawatirkan ku.

Setelah berdiskusi cukup panjang mereka memutuskan menggunakan sisa uang yang ada untuk mengirimku ke Indonesia.
Tentu mendengar hal itu aku merasa kecewa, bagaimana mungkin mereka mengirimku seorang diri di usiaku baru 17tahun ini. Namun, aku hanya diam dan menuruti perintah mereka dan melanjutkan studi di Indonesia.

"Harus banget ya, Ma?"tanyaku gusar.
"Demi kepentingan bersama sayang." ucap wanita cantik paru baya itu.
"Tapi aku gak mau sendiri, Mama sama Papa harus ikut..." Rengek ku sambil memegang kedua tangannya sang ibu.
"Kami akan segera menyusul setelah urusan papa selesai, mama gak mungkin biarin papa kamu nyelesaiin semuanya sendiri."tuturnya.
"Aku bisa nunggu kalian selesai,"rengek ku lagi.
"Enggk sayang, ini kesempatan kamu buat ngerasain sekolah menengah atas di negara lain, papa gak mau pelajaran anak kesayangannya terlambat,"anjutnya lagi memberi pengertian.

"Menurutku itu tak masalah."
"Turuti saja perintah saya! Masih untung kami tidak menelantarkan kamu di luar sana!" ucap sang ayah dengan suara yang begitu lantang membuatku sedikit terjengkit kaget begitu pun dengan Mama yang berada di samping ku.

"Jaga ucapanmu dia hanya anak-anak!"seru ibu juga dengan lantang.
"Dia hanya anak orang lain yang kita besarkan penuh kenikmatan tapi, kebaradaan dia membuat mu selalu melawan ku,"sambung papa, masih dengan nada tingginya
"Aku bilang jaga ucapanmu..."
"Stop! Papa, mama, pleaseee... aku akan keindonesia sesuai keinginan kalian." Ucapku sambil menunduk.

Melihatku dalam keadaan seperti itu, papa akhirnya sedikit melunak. Ia perlahan mendekat kearahku lalu mengangkat wajahku tepat dihadapannya.

"Ingatlah kamu adalah salah satu anak istimewa dari banyaknya anak-anak terlantar diluar sana. Kami tak akan menuntutmu sebab kami yang membawamu. Setelah tiba di Indonesia, kamu bebas melakukan apa yang kamu mau, akan ada ajudan papa yang akan merawat mu, juga mengambil alih hak adopsi kami..." Tuturnya sedikit gemetar sambil memegang kedua tanganku.

"Mama..." perasaan ku yang tadinya cukup tenang kini pecah.

"Maafkan Mama sayang, tolong mengerti kondisi kami. Jujur ini berat tapi cuma ini satu-satunya jalan"

"Setiba kamu di Indonesia lupakan jika kami orang tua mu sebelumnya,"ucapnya memberiku selembar foto. "Orang di foto ini yang menjadi orang tuamu sekarang."ucap papa lalu pergi meninggalkan kami.

Aku hanya bisa menangis dalam diam sambil memandangi foto pria yang sangat asing di mataku. Keputusanku ini menjadi balas budiku pasa mereka yang telah merawatku. 15 tahunku di kota ramah ini akan segera lenyap tapi tidak pada dua manusia yang sangat aku sayangi ini. Tidak, sejujurnya aku hanya menyayangi Mama sedangkan Papa, aku hanya menghormatinya.

Saat Mama menghadiri parrty dengan teman kerjanya, tak jarang papa memperlakukan ku bak hewan juga sebagai samsak amarahnya. Di rumah kami tak ada art atau semacamnya jadi papa bebas melakukan apa saja bahkan, ia hampir saja menc*b*liku. Saat itu di umurku yang masih 10tahun, aku hanya bisa pasrah dan berharap mati saat itu juga untungnya bising dari suara teman-teman mama yang telah kembali menyelamatkan ku. Tentu mama tak mengetahui sisi lain suami tercintanya itu.

Papa merupakan seorang pria yang mand*l, maka dari itu ia bebas melakukan hubungan dengan wanita lain tanpa sepengetahuan mama. Bagaimana aku bisa tahu? Sebab papa mendongengkan kisahnya padaku. Setiap menidurkan ku ia menceritakan hal yang bisa saja merusak mental ku. Kerap ia mendongengkanku bersama wanita lain yang berbeda setiap harinya. Itu hanya jika mama tidak ada dalam rumah ini. Sungguh pria tua yang berotak mesum.

Dua hari lagi adalah keberangkatanku menuju Indonesia. Mama dan papa mengizinkanku berpamitan dengan teman dan juga beberapa guru disana. Ini hanyalah formalitas saja, jika papa bukan donatur sekolah ini, ia pasti tak akan melajukan hal ini. Ia hanya menjaga image keluarganya.

Saat berpamitan dengan teman-temanku ku lihat wajah mereka satu persatu. Pandangan ku terhenti pada sosok anak laki-laki yang aku sukai. Wajahnya begitu cemberut hingga terlihat seperti anak bebek yang kehilangan induknya.

"Mari bertemu kembali." ucapnya gemetar.
"Tentu saja, kau harus menemuiku di Idonesia. Aku akan menunggu mu di sana." ucap ku sambil menepuk bahunya sebagai tanda untuk menyemangatinya.
"Akan ku pastikan kita akan bertemu lagi..." ucapnya lagi lalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingku.

Aku tersenyum saat melepasnya lalu Melambai pada mereka.

"Ayo sayang kita harus mengemasi barang" ucap mama kepadaku.

Ingin rasanya berdiri ditempat itu lebih lama lagi. Namun saat mendengar suara papa yang terbatuk seketika menjadikanku robot kontrol. Aku pun berbalik dan pergi meninggalkan teman-teman dan sekolah sebagai rumah kedua ku di sana.

"Tunggu!... mari bertukar nama tag, aku cemas kau akan melupakan nama ku."ujarnya sembari menyodarkan pin nama tag miliknya.

"Tentu."jawabku lalu kami saling bertukar pin name tag. Lalu aku bener-benar pergi menjauh dari tempat itu.

□■□

Ini kali pertama ku naik pesawat. Dua hari hanya berasa beberapa menit yang singkat. Pemandangan awan yang membuat tenang, berada di atas ternyata menyenangkan.

10jam bukan lah waktu yang lama, tetapi aku merasa sangat berat meninggalkan kota dimana teman-temanku berada.

"Ayolah Gina Indonesia bukan negara yang buruk...." gumanku menguatkan diri sendiri lalu memejamkam mata berharap pesawat ini tak pernah mendarat.

□■□

Hai salam hangat dari aku...
Semoga kalian betah baca hasil pikir otak mungil ini🤠🤠🤠

Selamat membaca cerita usang ini...
Jangan lupa vote, comel, dan fl akun ku ya...
Pay pay pay...

"BERDIKARI"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang