Bab 1

1.2K 179 1
                                    

Suara musik yang lirih berkumandang di dalam ruangan, di mana ada empat designer sedang bekerja di depan meja mereka. Musik yang diputar jenis orchestra yang diharapkan bisa membawa kedamaian pikiran. Dua laki-laki dan dua perempuan, mereka bertarung untuk menunjukkan hasil rancangan terbaik yang akan diberikan untuk pimpinan rumah mode ini.

Cila berdiri kaku di dekat pintu, menatap mereka satu per satu. Impiannya adalah bekerja di rumah mode ini sedari dulu sangat berharap bisa mengembangkan bakatnya. Ia tidak menyangka saat diterima di sini, tentu saja karena si pimpinan ternyata mengenal Niko. Cila pernah sekali menelepon si model yang juga teman SMU itu untuk mengucapkan terima kasih karena sudah direkomendasikan.

"Rumah mode Beauty Soul memang bagus dan profesional. Kamu tahu siapa pimpinannya? Perancang terkenal Marta Sutijo."

"Waah, orang hebat dengna design yang menarik."

"Sudah aku duga kamu kenal. Selamat, Cila. Kamu berhak mendapatkannya. Designmu di acara kampus waktu itu bagus dan detilnya juga rapi."

Cila tidak menyangka kalau laki-laki yang sudah ditolak sahabatnya justru membantunya. Harapannya akan karir yang cemerlang membumbung tinggi saat mulai bekerja di rumah mode ini. Meski kenyataan yang terjadi sungguh di luar dugaan.

Cila dianggap pegawai baru yang mentah dengan kemampuan pas-pasan. Alih-alih diberikan kesempatan untuk menunjukkan bakat dan mengembangkan diri, ia malah diperlakukan layaknya pembantu. Empat designer itu semena-mena padanya atas nama kerja sama tim. Cila sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bekerja secara nyata, hanya melakukan pekerjaan kasar seperti membersihkan meja, merapikan barang-barang, mengambil kain, jarum, dan banyak hal di gudang. Cila bertahan meski sangat lelah. Dua tahun sudah berlalu dan sampai sekarang posisinya tidak juga membaik.

"Cila! Jangan bengong, bantuin gue ambil manekin!" Designer laki-laki bertubuh tambun dengan pakaian mengkilat membentak Cila. "Buruan!"

"Iya, Rayi. gue jalan sekarang!"

"Kerja lelet heran! Banyak bengong lo!"

Cila menggotong manekin dari ruang sebelah, sedikit kesulitan karena terhalang meja-meja. Dari tempatnya bisa terdengar gerutuan Rayi yang bagaikan rentetan senapan. Tiada henti, menembak terus menerus, dan mengesalkan.

"Ini, taruh mana?"

Cila berdiri dengan napas tersengal karena membawa manekin sambil lari.

"Pojokan sana!" Rayi menunjuk sudut ruangan dengan pongah.

Cila terbelalak. "Bukannya mau dipakai?"

Rayi mengangkat wajah, menunjuk Cila sambil berdecak. "Emang mau gue pakai. Tapi lo lama ambilnya!"

"Lama? Masa? Nggak sampai lima menit."

"Bantah aja terus. Kagak tahu diri lo, ya."

Kemarahan Rayi membangkit kegeraman dari tiga designer lainnya. Satu laki-laki lain bernama Putra adalah laki-laki berambut pirang dengan kacamata bergagang hitam. Menatap Cila sambil menggelengkan kepala dengan tatapan jijik.

"Ckckck, kapan majunya kalau lo selelet itu?"

Cila belum sempat membantah, satu perempuan dengan rambut diikat ekor kuda menyeringai dari balik meja.

"Kata gue, mah, kalau lo dah nggak kuat kerja di sini. Mending keluar aja, Cila."

Dua laki-laki lain mengamini perkataan perempuan bernama Nilam itu. Cila hanya menghela napas panjang, satu kesalahan kecil yang membuatnya mendapat caci maki. Hanya satu perempuan yang seolah tidak terusik dengan yang lain. Paling cantik, paling bagus designya, dan juga salah satu designer andalan di sini. Bernama Flavia, sosoknya yang rupawan sama indahnya dengan namanya. Cila hanya berharap tidak menjadi musuh Flavia karena sama saja membunuh karirnya.

Cinta SemalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang