Adiar menekuni dokumen yang menumpuk di atas meja. Membaca dengan teliti satu per satu isi perjanjian dan persetujuan di dalam dokumen. Ia sanggup duduk berjam-jam untuk memastikan pekerjaannya selesai hari ini juga. Adiar tidak pernah merasa kalau pekerjaan adalah beban, melainkan tanggung jawab yang harus diselesaikan dengan baik. Ia menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya, meneliti angka-angka, membaca beragam pasal, dan melakukan penawaran.
Jabatannya bukan sekedar deretan gelar di belakang nama tapi ada nama perusahaan yang tersemat di bahu. Tidak berat kalau dilakukan dengan benar, tapi juga tidak ringan karenanya tidak bisa dijadikan bahan bercanda. Adiar tidak pernah mengeluh kalau harus lembur berjam-jam, bahkan nyaris lupa untuk pulang. Selama perusahaan membutuhkannya, ia akan selalu siap. Satu hal yang pasti adalah ia hidup sendiri jadi tidak ada yang mencerewetinya soal lembur serta tidak adanya waktu untuk pasangan.
"Apartemenmu itu kaku dan dingin, nggak ada sentuhan tangan perempuan!"
Itu adalah kritikan sang mama yang selalu didengar setiap kali menelepon atau berkirim kabar. Sang mama tidak tahu kalau beberapa hari lalu ranjangnya ditiduri seorang perempuan dan harus diakui, aroma yang tertinggal di atas sprei, selimut, serta sarung bantal memang menarik. Campuran wangi bunga yang menyenangkan untuk dihirup. Sampai hari ini ia tidak mengganti barang-barang yang sudah digunakan Cila. Melarang maid yang disewa untuk mengganti karena masih ingin menikmati aroma yang tertinggal lebih lama. Setiap kali menghirupnya, gairah Adiar berkobar.
Mengingat kulit halus, bibir yang mengatup, keringat yang mengucur dan membasahi tubuh, serta erangan saat tubuh keduanya bersatu, Adiar terpacu dalam hasrat yang memabukkan.
"Ah, sialan!"
Adiar memaki keras, mendadak teringat akan tubuh telanjang Cila dan membuatnya hilang konsentrasi. Ia menghela napas panjang, hari masih pagi dan banyak hal harus dilakukan. Tidak semestinya tergoda akan kenangan erotis yang bercokol di otak. Adiar mengusap-usap selangkangannya agar tidak menegang. Ketukan di pintu membuatnya bergegas mengambil air dan meneguk untuk menghilangkan dahaga yang tidak ada hubungannya cuaca.
"Ya, Tria!"
Tria adalah perempuan pertengahan dua puluhan yang menjadi sekretaris Adiar. Perempuan berkacamata itu tersenyum saat melangkah cepat mendekati meja Adiar.
"Pak Adiar, diminta ke ruangan direktur sekarang."
Adiar bangkit dari kursi. "Tria, tolong kamu atur lagi laporan keuangan yang bulan ini. Sepertinya ada beberapa hari yang kurang."
"Baik, Pak."
Tanpa memakai jas, Adiar meninggalkan ruangannya menuju ke ruang direktur yang ada di ujung lorong. Seorang asisten laki-laki membantu Adiar membuka pintu.
"Pak Haven memanggil saya?" tanya Adiar.
Haven mengangguk, menunjuk sofa. "Duduklah sebentar. Aku sedang membujuk Alika."
Adiar duduk di seofa, tersenyum saat mendengar suara Haven yang lembut merayu.
"Iya, Sayang. Papi nanti beliin kamu aja. Apa? Mau iphone dari Kak Baskara? Nggak boleh! Alika, nanti aja kita ngobrol lagi kalau papi pulang, ya, Sayang. Iyaa, salam buat Mami, ya. Jangan nakal."
Selesai menelepon Haven meletakan ponsel dan duduk di depan Adiar. "Anakku mau ulang tahun Minggu depan dan merengek ingin hape. Entah ide siapa, Baskara ingin memberinya iphone terbaru. Ckckck, Baskara dan Cila itu terlalu memanjakan Alika."
Adiar tergelak mendengar gumaman Haven. Siapa pun yang dekat dengan Alika tidak tahan untuk tidak memanjakan anak perempuan yang cantik itu. Dirinya pun sama.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Semalam
RomanceKisah lanjutan dari Pesona Papa Muda. Kisah romantis dan erotis dari Cila serta satu lagi Baskara.