Bab 4

626 125 4
                                    

Cila membuka mata, setelah berjuang menahan gairah sepanjang perjalanan. Ia merasa sangat tidak nyaman hingga tanpa sadar mendesah. Tangannya mengusap-usap paha, ingin sekali mengambil sesuatu yang akan membantunya mencapai orgasme. Rasa malu pada Adiar yang menahan niatnya. Pengaruh obat sialan itu benar-benar merusak pikiran dan juga norma yang selama ini tertanam dalam diri.

Ia mengamati lingkungan sekitar dari balik kaca saat mobil memasuki area parkir gedung tinggi. Malam belum berlalu, masih gelap dan mengandalkan lampu untuk penerangan. Cila menatap jam di dasbord mobil, Adiar menghentikan kendaraan di basement dan mengajak Cila turun.

"Di mana ini?

"Apartemenku. Di sini kamu aman dari pada hotel."

Cila mengikuti langkah Adiar dengan bingung. Memang dirinya aman dari kejahatan tapi tidak dengan asmara membara di tubuhnya. Saat tiba di lift, Adiar mengulurkan tangan untuk meremas pinggul Cila.

"Kamu gelisah sekali. Nggak tahan?" bisiknya.

Cila menggigit bibir, mengangguk tanpa kata untuk menyembunyikan rasa malu.

"Tahan dulu, sebentar lagi kita sampai."

Bagaimana ia bisa tahan saat jari Adiar bukan hanya meremas pinggul tapi juga mengusap punggung dan pinggangnya. Ia seolah dijejali obat perangsang sekali lagi karena tindakan Adiar. Cila menghela napas panjang, berjinjit untuk mengecup leher Adiar.

"Tahan, Cila. Ada CCTV di sini."

"Ups."

Cila nyaris melupakan itu, berusaha untuk bersikap normal dengan tubuh berkeringat. Tiba di lantai sembilan, lift membuka. Adiar menggandengnya keluar untuk menyusuri lorong sepi hingga tiba di kamar B903. Sebuah kartu ditempel, pintuk membuka dan secara otomatis lampu menyala. Cila berdiri mengamati ruang tamu yang luas, belum sempat bertanya apakah ada orang lain yang tinggal di sini saat Adiar memeluknya dari belakang.

"Kita ke kamarku!"

Cila menjerit saat tubuhnya diangkat, dibawa masuk ke kamar yang gordennya terbuka. Direbahkan ke atas ranjang dan dicium dengan kuat. Ia terengah, tidak menolak saat gaunnya dilucuti. Adiar pun melakukan hal yang sama, membuka seluruh pakaiannya dan kini telanjang bulat berlutut di sampingnya.

"Aaah, kakimu panjang sekali," ucap Cila dengan suara serak. Mengusap-usap paha Adiar yang berbulu. "Ternyata berbulu juga. Baru tahu aku."

Adiar tersenyum. "Bagaimana kamu tahu aku berbulu atau nggak, sedangkan kita nggak pernah saling buka baju."

"Ah, benar juga."

Pandangan Cila tertuju pada kejantanan yang menegang di antara paha Adiar. Lutut yang ditekuk, membuatnya makin terlihat panjang dan besar. Cila tanpa sadar meneguk ludah. Menyadari kalau bagian tubuh itulah yang membuatnya merintih nikmat.

"Pegang saja, kalau kamu mau."

Cila mengulurkan tangan untuk menyentuh kejantanan Adiar. Mengamati bagaimana bagian tubuh itu makin mengeras di tangannya. Ia mengusap perlahan dari ujung hingga pangkal dan tanpa sadar mendesah.

"Sial! Enaknya tanganmu."

Adiar membuka paha Cila, mengusap vagina yang telanjang. Ia bermain-main di area lembut itu itu tanpa kata. Mereka hanya saling pandang dengan jari menyentuh untuk menjelajah dan memuaskan.

"Aku baru pertama kali begini. Menyentuh penis laki-laki," ucap Cila dengan serak.

"Kalau bukan pengaruh obat, kamu nggak akan gini."

"Memang, Flavia dan teman-teman setimku sialan memang. Bisa-bisanya mereka membiusku untuk ditiduri bule? Biar apaa? Biar design mereka dilirik dan akuu? Hanya umpan nafsu. Sial!"

Cinta SemalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang