Apa yang menjadi ketakutan Cila terbukti, saat dirinya pulang keesokan harinya, omelan panjang dari sang mama terdengar dari dirinya melangkah melewati pintu sampai malam hari. Tidak ada yang berani menghentikan omelan itu, bahkan sang papa pun kali ini tidak membela Cila karena tahu anaknya bersalah.
"Kemana kamu? Nginep nggak bilang-bilang, hah?"
"Rumah teman."
"Teman siapa? Temanmu hanya Mika dan Baskara. Mika punya anak dan suami, nggak mungkin kamu di sana. Baskara itu cowok, nggak mungkin kamu tidur di rumahnya?"
Cila mendesah bosan mendengar omelan sang mama yang seolah tidak henti. "Teman kantor. Bukannya tadi malam aku bilang ada meeting?"
"Meeting apaan sampai nginap? Kamu pikir mama ini bodoh, hah!"
"Nggak ada yang bilang gitu, Ma. Aku hanya menjawab pertanyaan Mama saja."
"Pintar bicara kamu! Cepat bilang, kemana kamu tadi malam? Jangan sampai mama kehabisan kesabaran karena kamu. Sebagai anak sulung, kamu mustinya ngasih contoh sama adikmu. Kalau memang mau menikah atau punya pacar. Bawa ke rumah, bukannya malah hura-hura di luar!"
Cila duduk di pinggir ranjang menekuri lantai. Tidak habis pikir dengan sikap sang mama. Selama ini selalu menyuruhnya mencari pacar, sekalinya ia menginap malah diamuk. Bagaimana kalau sampai mamanya tahu tadi malam ia menginap bersama laki-laki? Tidur di apartemennya, bergulingan sambil telanjang di atas ranjang dan bahkan bercinta di toilet klub malam? Cila tanpa sadar bergidik. Bisa-bisa sang mama terkena serangan jantung saat mendengarnya.
Ia menguap bosan, sementara sang mama masih terus mengomel. Sengaja tidak ingin membantah karena berharap omelannya cepat selesai. Nyatanya, sulit dihentuikan karena seperti biasanya Casey ikut menimpali dan mengompori. Membuat amarah sang mama menjadi semakin meledak.
"Mama lihat nggak gaun Cila? Udah kayak perempuan malam!"
"Nah, iya, mana bisa kamu meeting pakai gaun gini?"
"Udah pendek, tipis, belahan dada juga kelihatan. Gaun murahan gitu bisa-bisanya dipakai keluar."
Cila darah tinggi dan emosi mendengar celaan adiknya. Ia bangkit, menuding Casey sambil melotot. Meraih gaun yang bari saja dilepas dari tubuh dan mengangkatnya di hadapan Casey.
"Apa kata lo? Gaun gue murahan? Ini design gue sendiri! Gue pakai bahan lace yang mahal. Nabung sedikit demi sedikit. Ngerti apa lo soal mode?"
Casey mengangkat bahu, mengibaskan rambut ke belakang dengan tidak peduli. Baginya apa pun yang dilakukan Cila tidak pernah benar. Tidak ada keharusan untuk memuji design yang menurutnya jelek.
"Emang gitu kok. Kalau gue yang pakai, pasti dikira mau ke bar buat jual diri!"
"Tutup mulut lo! Emangnya lo bisa jahit? Lo bisa ngukur kain? Selama lo nggak bisa apa-apa, diam lo!"
Kemarahan Cila membuat heran Casey dan Cahyani. Mendekati anak sulungnya yang baru saja berteriak dengan penuh emosi, Cahyani bertanya dengan nada menegur.
"Kenapa ngamuk-ngamuk sama adikmu? Kenyataan memang gaun itu modelnya jelek. Kalau mama dikasih gratis pun nggak mau pakai. Casey bilang yang sebenarnya, kenapa kamu nggak bisa terima kritik?"
"Nah'ya, Ma. Harusnya Cila bisa terima kritikan kita jadi bisa improve. Nggak heran kalau dia nggak jadi designer malah jadi pesuruh di kantor. Nggak bisa terima kritikan, sih."
"Keras kepala kamu, Cila. Udah salah, nyolot pula!"
"Nggak mau dimarahi dia, Ma."
Cila tertunduk di pinggir ranjang, dengan kepala berdentum menyakitkan. Entah kenapa kepalanya mendadak nyeri padahal pengaruh alkohol sudah menghilang. Bisa jadi karena cacian dan cibiran dari dua orang terdekatnya yang seolah tanpa henti. Menghantam, menendang, dan mengubur kewarasannya jauh ke dalam lubang hitam yang gelap. Cila bahkan tidak bisa lagi melihat cahaya karena mata hatinya tertutup rasa sedih dan marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Semalam
RomanceKisah lanjutan dari Pesona Papa Muda. Kisah romantis dan erotis dari Cila serta satu lagi Baskara.