Bab 9

1.4K 197 4
                                    

Kelima orang dewasa berada di lantai atas untuk main biliard. Haven bertanding dengan Adiar dan Baskara. Mika awalnya hanya ingin menbawa Cila melihat-lihat, belakangan keduanya justru ikut nongkrong. Saat berasama suami dan sahabat-sahabatnya, Mika seolah lupa kalau dirinya ibu beranak dua. Terutama karena anak-anaknya ada yang mengasuh.

"Lo nggak pingin ngekos apa?" tanya Mika pada Cila yang sedang menyesap soda. Duduk di balkon lantai dua, mereka menikmati minuman dingin dan cemilan. "Emangnya enak hidup sama orang-orang yang ngritik lo terus?"

Cila menggeleng. "Nggak enak emang. Gue juga pingin ngekos sendiri tapi papa gue belum ngasih ijin. Katanya gue boleh tinggal sendiri kalau udah nikah. Lah, nikah sama siapa? Punya pacar aja nggak punya."

Mika menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menatap sahabatnya yang bicara dengan nada pahit. Sinar matahari sore memantulkan bias keemasan. Mika takjub melihat betapa cantiknya Cila. Dengan kulit kecoklatan yang eksotis justru sinar matahari membuatnya terlihat seolah bersinar.

"Lo cantik banget, Cila."

Cila mengedipkan sebelah mata. "Makasih loh."

"Nggak, gue jujur. Baskara juga bilang lo cantik."

"Ya, iyalah, kalian berdua temen gue. Ya kali nggak muji."

"Maksud gue adalah, lo jauh lebih cantik dari adik lo itu. Dia cuma menang putih. Yang bikin lo nggak punya pacar karena sibuk sama dunia lo sendiri. Coba lo bergaul, jangan kerja melulu, ikut kencan buta atau gimana, kek. Biar dapat gebetan."

Cila merenungi saran dan perkataan Mika. Memang ada benarnya kalau dirinya kurang bergaul selama ini. Fokus pada kehidupannya sendiri sampai lupa dengan lingkungan sekitar. Ia harus berubah kalau tidak ingin menetap di rumah selamanya.

Casey sudah punya pacar, bahkan berniat nikah muda. Sedangkan dirinya masih terjebak dalam romansa masa muda. Menyukai aktor, idol atau foto model yang jauh dari jangkauannya. Kalau terus begini, bisa-bisa dirinya mati tua dalam keadaan merana karena mendengar omelan sang mama yang tidak ada habisnya.

Seandainya saja berhubungan sex berarti punya pacar, Cila sudah bahagia sekarang. Ia tanpa sadar menatap sosok Adiar yang sedang membungkuk di atas meja biliard, menyodok bola dan terdengar suara benturan diikuti tepukan keras. Adiar menegakkan tubuh dan tertawa bersama Baskara. Begitu tinggi, tampan, dan memesona. Laki-laki sesempurna itu tidak mungkin akan jadi miliknya.

"Malah melamun."

Cila mendesah. "Ya, udah, gue pasrah aja. Kalau Pak Haven ada saudara, teman, kenalan atau siapalah yang cari pacar atau calon istri. Kenalin guelah."

Mika terbelalak. "Lo yakin?"

"Hooh, udah putus asa gue!"

Mika tergelak, bangkit dari kursi dan menghampiri suaminya. "Sayang, Cila bilang dia butuh pacar."

Tiga laki-laki yang sedang bermian biliard menegakkan tubuh dengan heran. Cila menjerit dari balkon.

"Mika, apa-apaan lo?"

Mika menunjuk Cila. "Sahabat gue yang cantik itu siap untuk dijodohkan dan menikah, Sayang."

Haven tergelak, merengkuh bahu istrinya lalu mengecup lembut pipinya. "Baiklah, nanti aku cariin pacar buat Cila."

Baskara menggeleng sambil berdecak keras. "Kasihan banget, ya, sahabat gue. Nggak laku sampai minta tolong."

"Baskara, diem lo!" bentak Cila. Menahan malu karena ulah Mika.

"Yee, semoga Pak Haven bisa bantu lo dapat pacar!"

Semua orang meledek Cila, hanya Adiar yang tetap tenang. Matanya menatap Cila sekilas tapi tidak mengucapkan apa pun. Ia punya perhitungan sendiri dalam benaknya.

Cinta SemalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang