Kalau biasanya sarapan adalah waktu yang menjengkelkan, hari ini justru terjadi di acara makan malam. Adiknya yang bernama Casey sedang merajuk. Karena sang pacar tidak bisa datang untuk berkencan padahal Casey sudah menyiapkan semuanya. Sepanjang tiga puluh menit, Cila berupaya menebalkan telinga mendengar rengekan adiknya.
"Kenapa harus ngomel-ngomel Casey. Jairo pasti punya alasan kenapa nggak bisa datang."
"Mama mana paham, sih? Aku tuh udah siapin semua. Gaun, sepatu, tas, dan segala macam. Mana bisa Jairo mengingkari janji gitu aja."
"Emangnya kalian mau kemana?"
"Ke rumahnya, mau dikenalin sama sepupu atau pamannya gitu. Jairo merasa kalau aku sudah waktunya dikenalin keluarganya."
"Wah, hebat itu. Sayangnya nggak jadi, ya."
"Hooh, pasti gara-gara Cila!" Casey tanpa diduga melampiaskan kekesalannya pada Cila yang sibuk makan. Meskipun lebih muda dua tahun tapi Casey enggan memanggil dengan sebutan 'kakak', padahal semestinya begitu. "Jairo tuh sebel kalau tiap kali datang lihat lo di rumah."
Cila mengangkat wajah, mengernyit pada adiknya. "Kenapa gue yang salah? Apa urusan gue sama hubungan kalian?"
"Banyaak urusannya. Gara-gara lo jomlo, nongkrong di rumah terus, Jairo jadi segan kalau mau ngajak gue pergi!"
Cila mendengkus, memutar bola mata karena sikap dramatis dari adiknya. Ia menyingkirkan piring, menatap adiknya dengan tatapan bosan.
"Lo sama dia udah tahunan pacaran. Masih juga gue dibawa-bawa. Bukan urusan gue kalau lo kagak dikenalin keluarganya!"
"Emang bukan urusan lo. Mana pernah lo ngerti perasaan gue? Yang ada di otak lo cuma kerja padahal gaji nggak seberapa. Napa lo nggak tiru si Mika itu. Dapat suami tajir, tampan, dan sekarang udah punya anak. Sedangkan lo bisa apa? Cuma jadi pembantu dan ngeribetin hidup gue!"
Cila membanting sendok dan garpu di piring. Kekesalannya memuncak. Ia ingin bangkit dan pergi tapi teguran sang mama membuatnya kembali duduk.
"Mau kemana kamu? Habiskan makanannya."
Cila menghela napas panjang. "Udah kenyang, Ma."
"Halah, kamu alasan aja buat buang-buang makanan. Emangnya kamu nggak tahu kalau harga sayur dan beras mahal? Emangnya kamu pernah ngasih duit mama buat belanja? Nggak'kan? Tetap duduk dan habiskan!"
Perkataan sang mama yang keras membuat Cila terdiam. Ia menahan diri untuk tidak menangis. Perlakukan sang mama sangat tidak adil padanya. Tak lama si papa yang sedari tadi makan dengan tekun tanpa bicara, mulai angkat suara.
"Cila harus bersiap-siap. Ada meeting dengan klien. Bukannya tadi kamu ngomong gitu, Cila?"
Perkataan sang papa membuat Cila tersadar lalu ternganga. "Ya ampun, aku nyaris lupa. Untung Papa ingetin. Aku harus pergi sekarang!"
"Hei, meeting apa malam-malam?" protes Cahrina pada anak sulungnya.
Cila tersenyum kali ini. "Mama kenal Antonius nggak? Designer terkenal dan hebat. Kita mau meeting sama dia. Karena itu, kenapa harus malam-malam. Bisa jadi saat siang mereka sibuk?"
"Alasan apa itu?"
"Pokoknya begitu. Aku siap-siap dulu."
Cahrina tidak berhenti mengomel saat Cila meninggalkan ruang makan. Diperparah oleh Casey yang juga menggumamkan protes untuk Cila. Untuk sekarang ini Cila tidak peduli karena yang terpenting adalah meeting dengan Antonius. Ia tidak percaya mendapatkan undangan itu. Padahal biasanya meeting dengan designer terkenal tidak mengajak pegawai sepertinya. Terlebih yang mengirim pesan adalah Flavia secara langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Semalam
RomanceKisah lanjutan dari Pesona Papa Muda. Kisah romantis dan erotis dari Cila serta satu lagi Baskara.