" Kita berbeda, aku tidak mencintai mu!"
" Berisik. Kau sudah hamil dan lahirkan saja anak ku."
Kisah Sakura yang di rundung oleh pemuda di kelasnya, di masa sekolahnya dulu dan sekarang harus menikah dengan pemuda yang membullynya dulu bernama U...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
---
Hari-hari terasa berat bagi Sakura setelah pertemuannya dengan Obito. Di satu sisi, Obito salah paham dan mengira bahwa anak dalam kandungannya adalah miliknya.
Di sisi lain, Sasuke—ayah kandung anak itu—telah melupakannya dan hidup dengan orang lain seolah tak pernah mengenalnya.
Sakura sering termenung di apartemennya, menatap perutnya yang semakin membesar. Ia merasa bingung dan tertekan.
Ia tahu, cepat atau lambat, harus mengatakan yang sebenarnya pada Obito. Menunda hanya akan memperparah semuanya.
Akhirnya, Sakura menghubungi Obito dan mengajaknya bertemu di kafe kecil, tempat yang dulu sering mereka kunjungi.
Obito datang lebih awal. Ia menyambut Sakura dengan senyum kecil meski wajahnya menyiratkan kegelisahan.
"Terima kasih sudah datang, Sakura," ucap Obito.
"Aku ingin bicara... tentang anak ini. Apa yang kau rencanakan?" Tanya Obito.
Sakura menatapnya dalam-dalam, lalu menarik napas panjang. “Obito, aku harus jujur. Aku menghargai perhatianmu, tapi... ada hal yang harus aku luruskan.”
Obito mengerutkan alis. “Apa maksudmu?”
Sakura menunduk. “Anak ini... bukan milikmu, Obito. Kita tidak pernah sejauh itu dulu.”
Obito membeku. "Tunggu… apa?"
"Kalau begitu, siapa ayahnya?"
Dengan suara pelan, Sakura menjawab, “Sasuke-kun... sebelum dia kecelakaan dan kehilangan ingatannya. Sebelum semuanya berubah.”
Obito menatapnya kosong. “U-uchiha Sasuke? S-sepupu ku?... Tapi dia sudah bersama Hanabi sekarang, kan?”
Sakura mengangguk, matanya mulai berkaca-kaca. "Iya, dia bahkan tidak mengingatku. Dia lupa segalanya, termasuk aku dan... anak ini."
Obito menghela napas panjang. “Aku pikir... aku bisa kembali dan jadi bagian dari hidupmu. Tapi ternyata semuanya lebih rumit.”
Sakura menggenggam tangan Obito. “Aku tidak bermaksud menyakitimu. Kau teman baik, dan aku sangat menghargai dukunganmu. Tapi aku tidak bisa memberi harapan palsu.”
Obito terdiam, lalu mengangguk pelan. “Terima kasih karena sudah jujur. Meskipun menyakitkan, aku lebih baik tahu sekarang daripada nanti.”
Sakura tersenyum lemah. “Aku harap kita tetap bisa berteman.”
“Tentu,” jawab Obito. “Aku tetap akan ada jika kau butuh.”
Setelah pertemuan itu, Obito merasa hatinya hancur. Namun, ia sadar ia tak bisa mengubah masa lalu. Satu-satunya yang bisa ia lakukan sekarang adalah membantu Sakura sebisa mungkin.
Keesokan harinya, Obito menghubungi Sakura. "Aku tahu kau mulai kerja hari ini. Mau aku antar?"
Sakura sempat ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Kalau kau tak keberatan… aku sangat berterima kasih.”