Hinata telah kembali ke rumahnya sendiri dan selama lima hari tidak ada yang mengganggunya, juga ia tidak bertemu dengannya di pasar atau tempat latihan. Sasuke tidak muncul dalam mimpinya, tapi terselip dalam lamunan yang berusaha ia hindari.
Apa Sasuke meninggalkan desa lagi? Tidak. Naruto tidak akan setenang ini... Setidaknya untuk ukuran Naruto.
Hinata mendesah dan menendang sebuah kerikil kecil. Segalanya terasa membosankan, sampai akhirnya...
"Hinata-chan!" Ino menjulurkan kepalanya keluar dari toko bunga. "Kau terlihat murung. Ada apa?"
Hinata meletakkan jarinya di bibirnya yang mengerucut. "Aku..."
Si pirang berjalan mendekatinya. "Yah, kurasa itu wajar karena kau harus menghadapi Sasuke yang sakit. Maksudku, waktu Shikamaru sakit, aku selalu–"
"T-tunggu, dia sakit?" Hinata berusaha agar tidak terdengar terlalu khawatir. "Sasuke sakit?"
Mata biru kehijauan Ino melebar. "Kau tidak tahu! Astaga... mungkin aku seharusnya tidak..." Ino terdiam sejenak sebelum menghentakkan kakinya. "Yah, Sakura yang memberitahuku tapi dia tidak bilang kalau aku tidak boleh mengatakannya pada orang lain!"
Hinata mengangguk. "T-tapi," ia menelan ludah. "Apa yang terjadi?"
"Sesuatu tentang misi, tapi Sakura bilang hanya flu atau semacamnya," Ino mengangguk. "Iya, cuma flu."
Hinata memberi hormat cepat. "Terima kasih, Ino."
"Oke, tapi kalau ini rahasia, jangan bilang kau mendengarnya dariku!" Ino berteriak pada Hinata yang sedang berlari.
.
.
.
Langkah kaki berat mendekati pintu. Hinata mundur sedikit demi keamanan. Meskipun ia tidak menyukai Uchiha, tidak ada alasan baginya untuk membiarkan pemuda itu sendirian di rumah saat sedang sakit. Pintu terbuka perlahan."U-Uchiha-san," sapa Hinata.
Garis-garis kerutan di wajah pucat Sasuke semakin dalam. "Apa?" Suaranya serak, mungkin karena flu.
Tanpa ingin menyebabkan lebih banyak rasa sakit pada Sasuke, Hinata mengangkat keranjang berisi tomat merah cerah. Mata onyx Sasuke beralih dari keranjang ke wajah Hinata yang sama merahnya. Ia membuka pintu cukup lebar agar Hinata bisa masuk.
Sasuke kemudian mengunci pintu dan berjalan kembali ke kamarnya. Saat itulah Hinata menyadari bahwa ia belum pernah masuk ke rumah Sasuke sebelumnya. Rumah itu luar biasa bersih untuk ukuran seorang pemuda berusia sembilan belas tahun, tapi ini adalah Sasuke, dan pemuda itu tidak suka berpegang pada stereotip.
Berjalan ke dapur, Hinata segera masuk ke mode serius.
.
.
.
Sasuke benci sakit. Hal itu membuatnya kembali menjadi lemah, hampir tidak mampu mengangkat segelas air. Uchiha itu menatap dinding kosong, baru saja bangun dari tidur siang, kepalanya berdenyut, tapi tiba-tiba hidungnya dipenuhi aroma lezat.Mendorong dirinya bangun, Sasuke berjalan ke dapurnya yang sekarang sibuk. Hinata sedang mengaduk sesuatu di dalam panci yang Sasuke bahkan tidak sadar ia miliki.
Dengan penuh hasrat, Sasuke menatap irisan tomat di atas meja dan mulai meraih, hingga sebilah pisau hampir saja memotong ibu jarinya. Mata onyx yang terkejut beralih dari pisau itu ke punggung Hyuuga.
"Jangan makan itu," perintahnya tanpa sedikit pun menoleh. "T-tolong." Hinata menambahkan karena dia adalah... Hinata.
Menarik kembali tangannya, Sasuke bertanya-tanya apakah ibunya diam-diam memiliki Byakugan, dan itulah sebabnya ibunya selalu tahu saat Sasuke menyelinap untuk mengambil makanan.
Hinata meletakkan segelas jus jeruk di depan Sasuke sebelum kembali ke masakan yang sedang ia buat. "Hinata," Sasuke menatap gelas itu sejenak lalu kembali menatap Hinata.
"Mm?"
"Terima kasih," ia terbatuk saat mengucapkannya.
Mematikan kompor, Hinata berbalik menghadap Sasuke. "Aku m-memasak sup cukup untuk tiga h-hari ke depan," ia meletakkan semangkuk sup di depan Sasuke. "Ano... t-tapi itu kalau kau bisa m-makan tiga kali sehari."
Sasuke mencoba memperhatikannya saat Hinata merapikan dapur dan menulis catatan kecil, tapi yang ada di hadapannya hampir menjadi sup tomat terbaik yang pernah ia makan. Segala sesuatu yang ia coba makan sebelumnya terasa menjijikkan.
"Aku m-menambahkan sedikit obat di dalamnya, j-jadi itu mungkin bisa m-membantu," Hinata berjalan menuju pintu.
"Kau mau pergi?" tanya Sasuke.
Mata amethys Hinata membesar. "H-Hai, aku... aku harus pergi. Semua yang kau b-butuhkan sudah ada di sini."
Sasuke menatapnya cukup lama. "Jangan–" ia terhenti dan mengangguk. "Baiklah, pergilah."
Hinata memberikan senyuman lemah sebelum pergi. Sasuke menatap mangkuknya yang telah kosong. Tiga hari? Ia akan beruntung jika sup bisa bertahan hingga tiga jam.
Hinata tidak bisa percaya pada dirinya sendiri. Gadis itu tidak mau. Jika salah satu rekannya sakit, dia akan membantunya. Itu pernah terjadi dengan Shino dan bahkan Chouji... hanya karena ini Sasuke, bukan berarti ada bedanya.
Tidak ada bedanya.
Di rumah Uchiha, dua jam berlalu dan panci tempat supnya telah kosong . Kemudian Sasuke mulai merasa mengantuk saat berjalan kembali ke kamarnya.
Ada sebuah catatan yang tertempel di sisi panci:
Uchiha-san,
Ingat ada obat dalam supnya. Tolong jangan makan terlalu banyak. Itu bisa menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan.
Jaga dirimu,
Hinata.Sasuke jatuh telungkup di atas bantal tanpa penyesalan.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Taking A Hint
FanfictionDisclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto Story by Kia-B on Ffn Translated by Nejitachi