Memang, Sasuke baru saja menginjak usia sembilan belas tahun. Kebanyakan orang seusianya tidak peduli untuk menjadi orang tua, tetapi sekali lagi, kebanyakan orang bukanlah yang terakhir dari klan mereka.
Tidak termasuk Naruto, tapi Karin adalah seorang Uzumaki atau semacamnya...
"Cih," gerutu Sasuke sambil mengikuti Hyuuga yang kesal pulang. Ia tidak terburu-buru dan juga tidak peduli jika Hyuuga benar-benar terluka. Yah, itu tidak benar. Ia ingin melihat apakah Hyuuga terluka dengan cara apa pun yang bisa menghambat proses persalinannya nanti.
Jika iya, si anjing itu akan ia beri pelajaran hari ini juga.
Sasuke berjalan ke teras dan mengetuk pintu dua kali sebelum mendengar Hinata menyuruhnya pergi. Heh, seperti cara itu pernah berhasil saja.
.
.
.
Hinata sudah lama berhenti lari dari masalahnya. Ia lebih kuat sekarang! Tidak perlu bersembunyi dari musuh lagi, tapi ketika musuh itu memiliki mata hitam tajam, tatapan yang bisa menembus segalanya dan...
"Kau sadar kalau kita ini ninja, kan?" Sasuke bersandar dengan santai di sandaran sofa. Hinata menolak untuk berbalik bahkan ketika pemuda itu berada tepat di belakangnya. "Benar, kan?"
Menatap ke lantai, "Hai." Hinata menjawab. Itulah sebabnya ia duduk di sofa dan bukannya bersembunyi di dalam rumah. Itu akan sia-sia.
Sasuke berjalan dan berdiri di depan Hinata dengan tangan disilangkan. Meskipun terlihat lembut, Sasuke tahu bahwa Hinata lebih dari siap untuk memukulnya jika ia bergerak mendekat.
Mata Hinata bergerak perlahan dari lantai ke Sasuke. Lututnya berada di atas dadanya dan lengannya memeluk tubuhnya sendiri. Sasuke memutuskan bahwa ia telah terluka jauh lebih parah dari lawan yang lebih kuat.
Mata Hinata membelalak ketika Sasuke membungkuk dan meletakkan tangan di kedua sisi tubuhnya, menjebaknya. Satu lutut Sasuke bertumpu pada sofa untuk menjaga keseimbangan saat ia mengamati gadis yang terlihat memerah itu.
"U-Uchiha-san!" Hinata membenamkan kepalanya di pangkuannya sendiri.
"Hinata, aku sudah siap untuk memasuki–" Sebelum Sasuke sempat menyelesaikan kalimatnya, Hinata menusukkan tangannya yang berisikan chakra ke dadanya, membuat Uchiha yang kebingungan itu terpelanting ke dinding—lagi.
"M-mesum!" tuduh Hinata, sekarang berdiri dengan kuda-kuda khas Hyuuga.
Sasuke mengusap dadanya yang memar. "Ruang pribadi," gumamnya. Oh, betapa ia sangat menginginkan katananya! Jika ia tidak membutuhkan Hinata maka bagian tubuh gadis itu pasti sudah ia kirim ke berbagai penjuru dunia shinobi.
Oh sial. "Kau tidak seperti itu," gumamnya pada dirinya sendiri. Membawa perhatiannya kembali pada Hyuuga yang sedang marah, "Apa kau ingin melawanku, Hyuuga?" tanyanya.
Hinata tampak ragu-ragu. "T-tidak..." Ia terdiam melihat Sasuke berdiri dengan seringai yang cukup sadis. "U-Uchiha-san... t-tetap di sana."
Ah, tapi Sasuke tidak melakukannya. Ia menyambar kedua tangan gadis itu lalu berhenti sejenak, mengamatinya. Tangannya kecil sekali, ia bertanya-tanya apakah anak mereka nanti akan memiliki kemampuan ini? Atau campuran dari keduanya?
Ibu jari Sasuke mengusap telapak tangan kecil milik Hinata. Jadi, ini adalah katana miliknya? Cukup menarik...
Hinata menggigil gugup saat Sasuke menggenggam tangannya. Pemuda itu hanya terus menatap tangannya. Sasuke melirik ke arahnya, bertanya. "Apa kau sudah tenang sekarang?"
Secara fisik, ya. Secara emosional, tidak.
Hinata mengangguk pelan. Sasuke menghela napas sebelum melepaskan tangan Hinata. "Aku tidak akan memaksamu melakukan apa pun secara fisik," katanya tegas. "Tapi melawanku tidak ada gunanya."
Hinata memutuskan untuk menatap Sasuke tepat di matanya. "A-aku tidak menyukaimu."
Sasuke membalas tatapan itu. "Perasaan itu saling menguntungkan."
Hinata mengepalkan tinjunya. "Aku tidak ingin p-punya..." Ia melangkah mundur saat melihat senyum Sasuke mengembang. "Aku..." Ia terhenti di sofa.
"Kau tidak sekeras tadi, Hinata."
"Eh!" Hinata mencicit. "T-tidak! Aku! Aku b-benar-benar tidak menyukaimu!" Tegasnya. "Aku sangat membencimu."
"Benarkah?"
Hinata mengangguk. "Ya. Sasuke Uchiha, aku sangat membencimu–" kata-katanya benar-benar terhenti oleh bibir Sasuke. Ia tidak merespons, hatinya tidak meleleh dan matanya juga tidak berkaca-kaca seperti di film-film. Hinata langsung mendorong pemuda itu menjauh. Seluruh wajahnya memerah. "K-kau bilang tidak akan memaksaku!"
Sasuke mengangguk. "Kejutan berbeda dengan paksaan," ia mengangkat bahu. "Sebenarnya, aku tidak menyukainya. Seharusnya aku sudah menduga kalau kau buruk dalam berciuman."
Jika wajah seseorang bisa terbakar karena rasa malu, Hinata pasti sudah kehilangan pipinya. Bagaimana Sasuke bisa tahu? Apa Sasuke mencoba membandingkannya dengan Naruto?
"Aku t-tidak bisa bersaing dengan Naruto." Kalimat itu terlontar begitu saja. Hinata menutup mulutnya saat alis sang Uchiha menukik tajam. "Aku... aku m-maaf!" pekiknya.
Hinata sudah bersiap untuk menghadapi konsekuensi dari perkataannya. "Jangan minta maaf," matanya langsung terbuka saat merasakan bibir Sasuke menempel di telinganya. "Masih banyak waktu untuk menebus kesalahanmu, Tuan Putri."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Taking A Hint
FanfictionDisclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto Story by Kia-B on Ffn Translated by Nejitachi