"A-ayah, kau tidak bisa melakukan ini!" Hinata memohon, berlari ke kantor ayahnya hampir menangis.
Mata Hiashi beralih ke putrinya yang histeris. "Sudah waktunya, Hinata," kata Hiashi samar-samar.
Sasuke menatap Hinata dengan tatapan kosong. Bagaimana mereka bisa membuatnya terlihat gila? Hinata menggelengkan kepalanya. "A-ayah, aku baru berumur delapan belas... Aku... Aku t-tidak bisa menikah dengannya!"
Hiashi mengerutkan kening. "Menikah? Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pernikahanmu," pria itu menggelengkan kepala. "Seolah-olah aku akan mengizinkanmu menikahi seorang Uchiha."
Kedua Hyuuga melewatkan ekspresi wajah Sasuke yang berubah. Hinata menekan tangannya ke dadanya dengan lega. "Oh..." Syukurlah karena prinsip ayahnya yang tak tergoyahkan. "M-maaf telah m-mengganggu," kata Hinata sambil membungkuk, merasa jauh lebih lega daripada sebelumnya.
"Tunggu," Hiashi mengangkat tangannya ke bahu Hinata dan memindahkan rambutnya ke belakang. Hinata terkejut ketika merasakan udara dingin menyentuh lehernya. "Memar di lehermu ini..." Tangannya terlepas seolah-olah Hinata beracun.
"Aku..."
Pemimpin Hyuuga menoleh tajam ke arah Uchiha. Mengapa Hinata bahkan khawatir akan dinikahkan dengan Uchiha? Hiashi tidak pernah mendengar ada interaksi di antara mereka sampai hari ini...
Lupakan bahwa Sasuke adalah seorang Uchiha, ini lebih dalam dari sekadar perselisihan antar klan. Ini semua tentang perasaan sebagai seorang ayah. Hiashi membanting tangannya di atas meja kecil. "Aku mencoba bersikap sopan padamu, Uchiha, dan kau membalasnya dengan menyakiti putriku?"
Pria yang lebih muda itu mendesah. "Aku tidak ingat dia merasa kesakitan." Yah, memang benar. Sasuke tidak bisa mengingat satu pun waktu di mana ia membuat Hinata merasa sakit secara fisik karena dirinya.
Tapi jika ini terjadi beberapa tahun yang lalu, mungkin...
Hiashi menoleh ke putrinya. "Apa itu benar?" Aura gelap menguar dari pemimpin Hyuuga.
"H-Hai..." jawab Hinata.
Kemudian, yang mengejutkan semua orang, Hiashi berdiri dengan tenang dan keluar dari ruangan tanpa sepatah kata pun. Ia tidak akan pernah mengerti generasi baru ini. Jika Hinata tidak menyukai Sasuke, lalu mengapa tidak–
Di luar ruangan, Hanabi berdiri dengan bangga. "Ayah, bagaimana hasilnya?" Hanabi tersenyum lebar. Meskipun ia tidak terlalu suka Hinata mendapat masalah, ia juga tidak membencinya sama sekali.
Pria yang biasanya dingin itu meletakkan tangannya di kepala Hanabi. "Cobalah untuk tidak dewasa terlalu cepat, Hanabi." Setelah itu, Hiashi melanjutkan berjalan menyusuri lorong mencari sake-nya. Hanabi memperhatikan sosok ayahnya yang semakin menjauh.
"Dia semakin lembut," gumamnya.
.
.
.
Hinata semakin ragu seiring berjalannya hari. Ia tidak ingin Sasuke celaka, tetapi di saat yang sama, ia juga tidak ingin ada hubungan dengan pemuda itu.Sasuke berdiri dengan tenang. "Apa dia tidak akan kembali?"
Hinata menggelengkan kepala. "Tidak."
"Aa."
"M-mm," gumam Hinata.
Sasuke mengangguk, lalu berjalan menuju pintu. "Hinata," panggilnya sembari menghadap pintu. Pewaris Hyuuga itu berbalik perlahan ke arahnya. "Kau membuatku khawatir dan frustrasi di saat yang sama."
"Oh..."
Sasuke sedikit menoleh. "Ini pada akhirnya membuatku menyelesaikan solusiku."
Hinata mengatupkan bibirnya erat-erat ketika Sasuke sekarang sepenuhnya menghadapnya. Sasuke melanjutkan, "Dan aku akan menunggu sampai kau menyelesaikan punyamu," sebuah senyum tipis yang hampir tak terlihat muncul di wajahnya. "Aku punya banyak waktu untuk mendapatkan baik dirimu maupun rasa hormat klanmu."
Dengan kata-kata itu, Sasuke meninggalkan Hinata dengan pikirannya sendiri.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Taking A Hint
FanfictionDisclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto Story by Kia-B on Ffn Translated by Nejitachi