Sebelumnya pada hari itu...
"Yah, kalau dia tidak menyukaimu itu tidak ada hubungannya denganku," Naruto mengibaskan tangannya sebelum menyantap mulai Ramennya.
Sasuke menyilangkan kedua lengannya. Ia akan memikirkan apakah si bodoh pirang itu mengatakan hal yang sebenarnya nanti. Naruto mengembuskan napas. "Jadi, kau bilang apa padanya?"
Hinata adalah orang yang sangat baik bahkan setelah perang, tetapi Sasuke bukanlah orang yang baik.
"Aku menawarkan benihku padanya," jawab sang Uchiha.
Senyum mengembang di wajah Naruto. Sepertinya tidak terlalu buruk! Siapa yang tahu kalau Sasuke suka berkebun. "Keren. Apa yang akan kau tanam?"
Sasuke tidak bisa menghentikan kerutan di alisnya. "Anak-anak, Dobe." Naruto tersedak mie saat mendengar kata itu.
"Kau tidak boleh menawarkan hal itu pada Hinata atau siapa pun!"
"Apa masalahnya? Banyak gadis yang meminta benihku."
Naruto mengepalkan tinjunya. "Kalau begitu pilihlah salah satu dari mereka! Hinata bahkan tidak menyukaimu."
Mengabaikan semua perkataan sahabatnya, Sasuke berdiri. "Uzumaki," bentaknya, benar-benar serius. "Jika aku melihat kau terlalu dekat dengannya, aku akan melenyapkanmu."
Ah, kombinasi dari sikap posesif, obsesif, dan agresif. Tipikal Uchiha sekali.
Naruto mengembuskan napas lagi. "Aku yakin kau akan melakukannya karena kau selalu menguntitnya."
Sasuke mendorong kepala si pirang ke dalam mangkuk Ramen. "Aku. Tidak. Menguntit." Teriaknya..
Naruto berhasil mendorong Sasuke dan mengernyit. "PENGUNTIT!"
.
.
.
Hinata bukanlah seorang gadis penggemar Uchiha.
Ia bukan lagi gadis penggemar siapa pun.
Tapi tidak ada yang benar-benar tahu itu, jadi ketika Kiba mengatakan pada Hinata bahwa Sasuke meninju wajah Naruto di Ichiraku, Kiba terkejut ketika jari Hinata tidak lagi menyentuh bibirnya.
"Aku bilang Naruto ditonjok," ulang Kiba. "Ditonjok, Hinata."
Hinata menoleh sekilas. "Oh," jawabnya.
Inuzuka mengernyit. "Kudengar itu tentangmu," seringai muncul di wajahnya. "Ah-ha!"
Hinata bisa melihat rumah sakit dari tempat mereka berada saat ini. Apa salah jika ia pulang saja? Sebelum ia bisa memutuskan, kakinya melangkah membawanya ke arah bangunan itu.
.
.
.
Sasuke telah mematahkan buku-buku jarinya dan Naruto mengalami patah tulang hidung. Kedua pemuda itu duduk berseberangan dengan saling melotot.
"Ini seharusnya bisa dihindari," Sakura memarahi mereka. "Bicaralah baik-baik!"
Naruto memejamkan matanya dan Sasuke mendengus. Bicara tidak diperlukan ketika seseorang memiliki dua tinju yang sangat mumpuni.
Sasuke menoleh dan menatap ke arah lorong. Ketika Naruto mengalihkan perhatiannya ke arah yang dilihat temannya, terlihat Hinata sedang berjalan ke arah mereka.
Atau ke arah dirinya? Mata putih Hinata sejenak mengamati hidung Naruto yang patah. "Bagaimana kondisimu, Naruto-kun?" Ia bertanya.
Naruto menyeringai. "Aku baik-baik saja! Bajingan itu meninjuku saat aku belum siap!" Si pirang berseru, menyadari bahwa Hinata bahkan tidak melirik Sasuke.
Hinata tersenyum. "Oh, baguslah. Kalau begitu, aku pergi dulu."
Seringai jahil terpampang di wajah Naruto. "Hei, kupikir kau harus memberi Sasuke kesempatan! Dia memang cukup kasar tapi aku yakin kau bisa mengatasinya."
Hinata mengerjap dua kali pada si pirang. Naruto menghela nafas panjang, "Tapi harus ada syaratnya, kan?"
Hinata terus mengerjap tak sepenuhnya mengerti dengan lelucon ini? Naruto hanya menyeringai dan menoleh ke belakang Hyuuga untuk melihat sahabatnya yang sedang marah. "Dengan syarat, dia bisa menyebutkan namamu dengan benar."
Senyum kecil muncul di wajah Hinata. "Ya." Ia menoleh pada Sasuke.
Tak ada ekspresi apa pun di wajah sang Uchiha. Sialan, ia tidak tahu. Ini bisa menjadi kesempatannya! Alisnya menukik dalam konsentrasi. Siapa namanya? "Berapa banyak kesempatan yang aku dapatkan?"
Naruto tersenyum, menggoyangkan dua jarinya. "Hanya dua."
Sasuke mengangguk dan menatap tajam wanita muda di depannya. Hinata ingin berlari keluar dari pintu tetapi ia harus percaya pada Naruto.
"Yuki."
Naruto mengacungkan jempol ke bawah. "Tidak, bahkan tidak mendekati."
Sasuke memalingkan wajah. Anak-anaknya sedang mengandalkan dirinya saat ini! Ah, apa itu Mai? Tayuga? Bukan. Gadis ini juga seorang pewaris. Hime? Namanya pasti mendekati itu–tunggu, ia pernah mendengar bocah Inuzuka memanggil Hyuuga dengan nama aslinya!
Sasuke menyeringai pada Hinata dan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Hanaru."
Naruto terjatuh ke lantai, tertawa terbahak-terbahak dan Sasuke hanya bisa berpikir bahwa ia salah tebak. Hinata mengangkat bahu. "Sampai jumpa."
Dan dengan itu Hyuuga berjalan pergi. Geram dengan hal itu, Sasuke menendang perut Naruto hingga membuat si pirang terpelanting ke lorong.
Ia berdiri. Apa masalahnya dengan nama sialan itu! Mengapa gadis-gadis begitu sentimental? Sasuke sudah selesai mencoba untuk menjadi 'orang baik'. Itu tidak membawanya ke mana-mana tapi sekali lagi menjadi orang jahat juga membuatnya tidak bergerak.
Ada suara di belakang kepalanya yang menyuruhnya untuk melepaskan Hyuuga. 'Dia tidak menyukaimu, cari saja gadis lain! Penolakan itu menyakitkan, bukan?' Sasuke mengabaikan suara itu.
Ia tidak bisa menerima jika suara itu menginjak-injak harga dirinya. Sasuke mengepalkan tinju. "Itu dia," ia menyeringai sebelum sebuah tawa kecil keluar dari bibirnya.
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Taking A Hint
FanfictionDisclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto Story by Kia-B on Ffn Translated by Nejitachi