Chapter 16

458 77 8
                                    

Hinata tidak khawatir karena itu adalah Sasuke, tapi karena ia telah meninggalkan pria yang sedang sakit sendirian. Sasuke memang menyuruhnya pergi...

...tapi bagaimana kalau Sasuke sebenarnya tidak menginginkannya pergi?

Hinata menggelengkan kepala dan mendesah. Ia mengetuk pintu rumah Sasuke dengan pelan keesokan paginya.

Tidak ada jawaban.

Hinata mengetuk lagi dengan hasil yang sama. Menggunakan Kekkei Genkai-nya untuk melihat menembus dinding, Hinata melihat setumpuk chakra yang tergeletak lemah di lantai. Ia terkesiap. "S-Sasuke-kun!?" ia meraih kenop pintu.

Pintu terbuka.

Dengan perasaan malu, ia masuk dan menuju kamar Sasuke. Begitu masuk, Hinata melihat Sasuke tergeletak di lantai. "S-Sasuke-kun," serunya sebelum menghampiri pria itu.

Hinata memeriksa nadinya. Sasuke masih hidup, tapi...

"Aku tidak bisa," gumam Sasuke sambil mencoba bergerak.

Alis Hinata berkerut dan ia menutup mulutnya dengan tangan. Sasuke tidak bisa melihatnya dengan jelas, tapi suara tawa memenuhi rumahnya yang sepi. Ketika tawa itu akhirnya reda, ia memegang bahunya dan menelentangkan Sasuke .

Dengan senyum yang masih tersisa, Hinata menggenggam kedua tangan Sasuke, merapatkannya dengan kuat, lalu mulai menarik pria itu bangun. Membuatnya berdiri cukup mudah... yang sulit adalah menjaga agar Sasuke tetap berdiri.

Seluruh berat tubuh Sasuke, semuanya, bersandar pada tubuh mungil Hinata. Hinata terdiam kaku ketika dagu Sasuke menemukan lekukan di lehernya. "Aku lelah," aku pria itu. "Sangat... lelah."

Setelah itu, Hinata terjatuh ke lantai bersama tubuh Uchiha yang berat. "A-aduuh." Hinata menjerit. Sasuke tampak baik-baik saja dengan kepalanya yang menemukan kenyamanan di perut Hinata. Hinata mendorong dirinya hingga kepala Sasuke bersandar di pangkuannya.

"Jangan... bergerak," kata Sasuke dengan suara serak. Hinata menatap pria yang hampir tak berdaya itu. Pria yang sama yang bisa membunuh hanya dengan jari kelingkingnya, pria yang sama yang bisa bertarung seimbang dengan Naruto, ini adalah pria yang sama yang tidak bisa mengikuti instruksi sederhana.

"K-kau menghabiskan semua s-supnya?" tanyanya dan Sasuke mengangguk lemah. "Dalam s-sehari?" Sasuke mengangguk lagi.

Mengantuk berlebihan... itulah masalahnya. Setelah memeriksa dahi Sasuke, Hinata memastikan flunya sudah sembuh. "Lelah," gumam Sasuke dari pangkuan Hinata sebelum napasnya mulai stabil.

Mata Hinata membelalak. Apa Sasuke benar-benar tertidur di atas pangkuannya?! "S-Sasuke-kun?"

Kepala Sasuke bergerak sedikit untuk menatap Hinata. Mata onyx yang bingung berkedip sebentar, "Kau..."

Hinata menggigit bagian dalam pipinya dan memalingkan muka. Kenapa Sasuke begitu tampan? Dengan wajahnya yang tanpa cela dan rambutnya yang sempurna, belum lagi caranya menatap, yang terasa menembus dirinya.

Hinata mencoba mengusir semburat merah yang terlihat di wajahnya. "Kau... menyebut namaku," gumam Sasuke. Mata Hinata melebar sebelum tertutup. "Terdengar indah."

Hinata menutup matanya dengan tangannya. "T-tidurlah, Uchiha-san." Ia melihat seringai tipis muncul di bibir Sasuke. "B-bodoh..." bisiknya, membuat seringai itu semakin lebar.
.
.
.
Hinata terbangun... bukan di lantai, tapi di atas ranjang. Tidak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa itu bukan ranjang miliknya, namun di sinilah dirinya, memeluk bantal seolah-olah itu miliknya. "Sudah bangun?"

Ia perlahan mengangkat kepalanya, seolah-olah itu bisa menghilangkan situasi yang sedang dihadapinya, dan bertatapan langsung dengan Sasuke. Pria itu duduk sambil makan semangkuk ramen. "Sa- U-Uchiha-san, kenapa aku...?" ucapannya terhenti ketika sumpit penuh mi mendekat ke mulutnya.

"Gigit," perintah Sasuke.

Hinata mundur dan menegakkan tubuhnya. "Tidak, aku—"

"Perutmu keroncongan saat kau tidur," jelas Sasuke. "Gigit." Ia mengisyaratkan makanan yang ditawarkan.

Hinata teringat bahwa ia bahkan belum sarapan karena terlalu sibuk mencari beberapa herbal untuk Sasuke.

"Gigit," desak Sasuke. "Aku sudah tidak sakit lagi."

Aromanya memang enak...

Perutnya yang kembali menggeram membuat Hinata membuka mulut dan memakan mi yang lezat itu. Sasuke, tampaknya puas, melanjutkan makannya.

"A-apa yang akan terjadi kalau kau punya anak perempuan?" tanya Hinata sambil menatap Sasuke yang sedang mengunyah. Ia melihat mata onyx meliriknya, lalu kembali ke makanannya. "Itu b-bisa saja terjadi," desaknya.

Sasuke mendengus. "Menurutmu, aku bisa mengurus anak perempuan?"

Hinata mengerutkan hidung. Itu hampir terdengar seperti Sasuke sedang membicarakan hewan peliharaan. Pria seperti Sasuke mungkin tidak menyukai gagasan memiliki pewaris perempuan, seperti halnya ayahnya dulu.

"Tapi dia pasti cantik," kata Sasuke lebih kepada dirinya sendiri daripada pada Hinata.

Hinata menatap wajah Sasuke yang sedang merenung dan harus mengakui hal itu. "Kita beri nama siapa?" tanya Sasuke sambil membagi ramen lagi.

Hinata terbatuk keras. "E-eh!" kepalanya terguncang dengan liar. "Tidak! Maksudku- Anakmu! Bukan a-anak kita," ia mengangkat tangannya dengan defensif.

Alis gelap Sasuke terangkat. "Anak kita?" gumamnya.

Wajah Hinata memerah. "Tidak!"

Sasuke mendekat dengan menggoda, "Kau baru tidur di ranjangku sekali dan—"

Ketika tangan Hinata mendorong wajah Sasuke menjauh, Sasuke hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri... jika itu memang salahnya. Wajah cemberutnya cukup untuk membuat Hinata jatuh dari sisi tempat tidur. "Haruskah kau selalu seperti itu setiap kali memikirkan tentang memiliki anakku?" Sasuke mendebat.

Hinata melompat berdiri dengan mudah. "Aku... k-kau itu...eh," pipinya semakin merah ketika ia melihat Sasuke hanya menatap wajahnya. "Aku pergi, Uchiha-san."

Sasuke menggerakkan kakinya dari ujung tempat tidur dan berdiri. "Ya," ia memasukkan tangannya ke dalam saku. "Oh, ya, Hinata..."

Hinata melihat Sasuke berjalan mendekatinya. "Y-ya?"

Dengan canggung, Sasuke menepuk kepala Hinata. "Panggil aku Sasuke saja."

Hinata benci betapa pria itu membuatnya gugup. Tanpa berkata apa-apa lagi, Hinata bergegas keluar dari pintu. Sasuke menyeringai pada dirinya sendiri dengan penuh kehangatan. Ia merasa Hinata mulai terbiasa dengannya. "Aku juga," ia mengaku.

TBC

Taking A HintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang