Caroline dulu adalah gadis yang ceria, penuh dengan impian dan harapan seperti anak-anak pada umumnya. Namun, di balik senyum manis dan keceriaannya, ia lahir dan tumbuh di dalam keluarga yang terikat oleh aturan keji dari sebuah sekte sesat. Di sekte itu, keyakinan yang mengerikan dipraktikkan: begitu seorang anak perempuan mencapai masa pubertas, sebuah ritual mengerikan diadakan. Ritual ini, yang disebut sebagai “perayaan penyucian”, memaksa anak untuk menjadi korban dalam upacara di mana tubuhnya diserahkan kepada para pengikut sekte. Sebuah pengalaman yang menghancurkan jiwa dan kemanusiaan.
Caroline adalah korban dari ritual ini. Ketika waktunya tiba, orang tuanya yang seharusnya melindunginya, justru menyerahkannya dengan dingin. Malam itu, dunianya berubah. Rasa aman yang ia miliki hancur selamanya, digantikan oleh trauma yang mendalam. Di depan mata para pengikut sekte, dia diperlakukan sebagai objek yang tak berdaya, tubuhnya dijadikan persembahan keji. Semua rasa kepercayaan, cinta, dan kepolosan yang pernah ia miliki hilang begitu saja dalam kegelapan ritual yang tak bisa dilupakan.
Setelah kejadian itu, Caroline tidak pernah sama lagi. Ia menutup rapat-rapat kenangan menyakitkan itu, tetapi trauma tersebut terus merusak dirinya dari dalam. Setiap hari, Caroline belajar untuk menutupi kelemahan dan ketakutannya dengan kontrol dan kekuasaan. Ia menolak untuk menjadi korban lagi. Sejak saat itu, Caroline memutuskan bahwa satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah dengan menjadi pengendali, bukan yang dikendalikan. Ia mulai memanipulasi orang-orang di sekitarnya, menggunakan kelemahan mereka untuk memperkuat posisinya. Ia menjadi sosok yang dingin dan penuh perhitungan, tak lagi peduli pada rasa sakit orang lain.
Daniel, yang mengenal Caroline sejak kecil, melihat perubahan ini dengan rasa pedih. Dia ingat Caroline yang dulu—sosok ceria dan penuh kasih sayang, teman masa kecil yang ia cintai dengan tulus. Tapi setelah insiden itu, Caroline menjadi sosok yang tak bisa dikenali lagi. Dia menjadi dalang dari banyak tindakan kejam, mengendalikan orang-orang di sekitarnya, termasuk Daniel. Meskipun Daniel tahu ada sesuatu yang salah, dia tidak pernah tahu cerita penuh di balik perubahan Caroline. Dia hanya bisa merasakan bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi, tetapi Caroline tidak pernah mengizinkan siapa pun, termasuk Daniel, untuk mendekat lebih dalam ke luka-luka batinnya.
Daniel, yang masih menyimpan cinta mendalam untuk Caroline, terus berharap dia bisa menyembuhkan luka di hati Caroline. Tapi, semakin lama, Caroline hanya makin terbenam dalam kekuatan yang ia miliki atas orang lain. Dia menikmati bagaimana dirinya bisa mengatur, mengintimidasi, dan menghancurkan orang-orang, termasuk kelompok teman-teman sekolahnya, dan bagaimana Daniel, dengan cintanya yang buta, selalu patuh pada perintahnya. Daniel sering kali merasa terjebak—dia tahu bahwa apa yang mereka lakukan terhadap Rin salah, tapi cintanya pada Caroline membuatnya tidak bisa berhenti. Dalam pikirannya, jika dia terus berada di sisi Caroline, mungkin suatu hari Caroline akan kembali menjadi sosok yang ia kenal dulu. Namun, harapan itu semakin kabur dengan setiap tindakan kejam yang Caroline paksakan pada dirinya.
John dan David, dua teman Daniel dari kelas yang berbeda, juga terjebak dalam lingkaran manipulasi Caroline. Meskipun mereka mengambil keuntungan dari naifnya Daniel, mereka tahu bahwa mengikuti Caroline sering kali memberi mereka kekuasaan dan kendali di sekolah. Mereka tidak pernah tahu cerita penuh tentang masa lalu Caroline, tapi mereka merasakan bahwa ada kekuatan gelap yang mendorongnya. Bagi mereka, selama Caroline bisa memberi keuntungan dan kekuasaan, mereka akan terus berada di bawah pengaruhnya.
Sedangkan lima gadis lainnya adalah produk dari permainan manipulasi Caroline yang lebih halus. Mereka sering mengikuti Caroline, bukan karena rasa takut, melainkan karena daya tarik kekuasaan Caroline yang memikat. Caroline tidak pernah perlu mengotori tangannya langsung, dia hanya menanamkan ketakutan dan penghormatan pada orang-orang di sekitarnya, sehingga semua orang patuh. Dia menabur benih kebencian, iri, dan tekanan sosial di antara para gadis, membuat mereka tanpa sadar menjadi pion dalam rencananya. Mereka mungkin tidak sepenuhnya sadar bahwa Caroline memanfaatkan trauma masa lalunya untuk memperkuat kendalinya, tapi mereka tahu bahwa Caroline bukan seseorang yang bisa dilawan tanpa konsekuensi berat.
Semua orang di lingkaran Caroline takut padanya, baik secara terbuka maupun secara tersirat. Sementara itu, di dalam dirinya sendiri, Caroline terus berjuang melawan kenangan kelam dari masa lalu. Dia mungkin tidak lagi bisa menjadi korban seperti dulu, tetapi kenyataannya, Caroline adalah korban dari trauma dan kekerasan yang tak pernah bisa ia sembuhkan. Dia hanya tahu satu cara untuk mengatasi rasa sakitnya: dengan menyakiti orang lain terlebih dahulu sebelum mereka bisa menyakitinya.
Namun, Jun mengetahui semuanya. Dia sudah lama menyelidiki kehidupan Caroline, mengumpulkan informasi tentang masa lalu kelam yang menghancurkan hidup temannya. Jun tahu bahwa Caroline adalah kunci dari segalanya, dan meskipun Caroline memiliki alasan atas tindakannya, itu tidak akan membebaskannya dari balas dendam yang akan segera datang. Caroline telah menjadi monster dari rasa sakit dan trauma yang dia alami, tetapi bagaimanapun juga, Caroline adalah orang yang menghancurkan Rin—dan bagi Jun, keadilan harus ditegakkan, apa pun alasannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Me: Painful loneliness
TerrorRin mulai khawatir dengan perubahan perilaku kembaran, Jun, yang belakangan terlihat murung dan cemas setelah pulang sekolah. Merasa perlu menyelidiki, Rin menyamar sebagai Jun untuk mencari tahu apakah adiknya mengalami bullying di kelas. Namun, sa...