Arka dan Yuda terbaring di tanah dingin dengan napas terengah-engah. Terowongan yang gelap dan lembap kini terasa seperti kelegaan setelah pengalaman mengerikan di dunia yang entah berasal dari mana. Di depan mereka, samar-samar terlihat pintu besar yang sepertinya merupakan jalan keluar. Cahaya matahari pagi yang redup menembus celah-celah pintu, memberi mereka harapan kecil di tengah rasa lelah dan ketakutan.
“Kita... sudah keluar?” Yuda bertanya, suaranya penuh keraguan.
Arka, yang masih terengah-engah, tidak langsung menjawab. Dia hanya bangkit perlahan, menatap pintu besar itu dengan pandangan kosong. Setelah semua yang mereka lalui—makhluk-makhluk mengerikan, kegelapan yang hidup, bayangan yang memburu—mereka hampir tidak percaya bahwa pintu itu benar-benar adalah jalan keluar.
“Kita harus keluar dari sini sebelum sesuatu yang lain muncul,” ujar Arka akhirnya, suaranya tegas meskipun tubuhnya terasa lelah. Dia berjalan mendekati pintu, mendorongnya perlahan. Pintu itu terbuka dengan derit panjang, seolah-olah tidak pernah disentuh selama bertahun-tahun. Cahaya matahari menyambut mereka, meskipun hanya samar dan tertutup oleh kabut yang tebal.
Mereka melangkah keluar dari terowongan dan tiba di sebuah dataran tandus yang luas. Di kejauhan, terlihat reruntuhan kota yang pernah mereka kenal, namun sekarang hanya tinggal puing-puing yang sepi. Kabut menyelimuti segala sesuatu, dan tidak ada suara, kecuali angin yang berbisik pelan. Dunia luar kini terasa sama suramnya dengan apa yang ada di dalam terowongan—seolah-olah bencana pra-apokalips telah menyentuh setiap sudut kehidupan.
Namun ada satu hal yang berbeda—sekarang, mereka tidak hanya dikejar oleh makhluk-makhluk dari dunia nyata. Bayangan-bayangan yang mereka lihat di dunia gelap itu tampaknya masih mengikuti mereka. Meskipun mereka sudah berada di luar, mereka bisa merasakan tatapan tak kasat mata yang mengintai dari balik kabut.
“Kita benar-benar tidak bisa lari dari ini…” gumam Yuda, rasa takutnya mulai kembali menguasai.
Arka menoleh, menatap temannya dengan tatapan tegas. “Tidak. Kita belum kalah. Kita sudah sampai sejauh ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA TERAKHIR
HorrorKisah dua pemuda yang bertahan di antara reruntuhan kota dan berlari tanpa henti untuk menghindari jiwa jiwa yang tak tenang