Arka dan Yuda terbangun di tempat yang berbeda. Kegelapan masih menyelimuti, tetapi kini terasa lebih aneh. Seolah-olah mereka tidak lagi berada di terowongan, tetapi di dunia lain yang dipenuhi bayangan-bayangan mengerikan. Di sekitar mereka, tidak ada dinding atau tanah yang bisa mereka sentuh—hanya kekosongan yang menakutkan.
“Apa ini?” bisik Yuda, matanya terbelalak, berusaha mencari jawaban.
Arka mengerjapkan matanya, mencoba fokus. Tempat ini terasa seperti mimpi buruk yang menjadi nyata—seperti mereka terjebak di antara dunia kehidupan dan kematian. Bayangan hitam di sekeliling mereka bergerak-gerak, berbisik dengan bahasa yang tidak mereka mengerti. Di kejauhan, sosok-sosok tinggi tanpa wajah mengintai mereka, berdiri diam, mengamati.
“Aku tidak tahu,” jawab Arka, suaranya penuh kebingungan. “Tapi kita harus menemukan jalan keluar.”
Namun setiap kali mereka melangkah, tempat itu seolah-olah menahan mereka. Langkah kaki mereka terasa berat, seperti menembus kabut yang padat. Sementara itu, suara-suara dari bayangan terus mendekat, semakin nyata, semakin mengerikan. Sesuatu di tempat ini ingin menahan mereka selamanya.
“Kita tidak bisa tinggal di sini. Ini… ini bukan dunia kita,” Yuda berkata dengan panik, menarik napas terputus-putus.
Arka mengangguk, mencoba memikirkan cara untuk keluar dari tempat yang sepertinya bukan bagian dari kenyataan ini. Mereka berdua terus berjalan, meskipun setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah tempat itu menarik mereka ke dalam.
Tiba-tiba, di tengah kehampaan, sebuah cahaya kecil muncul. Itu sangat jauh, tetapi itu adalah satu-satunya titik terang di tengah kegelapan ini. Tanpa berpikir panjang, mereka berdua berlari menuju cahaya itu, meskipun rasanya seperti berlari di dalam air yang pekat. Setiap langkah menjadi perjuangan, tetapi mereka tahu itu adalah satu-satunya harapan mereka.
Saat mereka semakin dekat ke cahaya, sosok-sosok bayangan mulai mendekat. Mereka bisa merasakan dinginnya napas sosok-sosok itu di tengkuk mereka, mendengar bisikan yang tak mereka mengerti. Kegelapan itu hampir menelan mereka sepenuhnya.
Namun di saat-saat terakhir, mereka berhasil mencapai cahaya itu. Cahaya tersebut meledak, menerangi seluruh kegelapan, dan mereka berdua terjatuh ke tanah keras dengan napas terengah-engah. Mereka kembali—keluar dari mimpi buruk itu, kembali ke terowongan, tetapi kini mereka terbaring di dekat pintu keluar yang tersembunyi.
Mereka selamat, tapi pengalaman itu telah merubah mereka selamanya. Mereka tahu bahwa apa pun yang terjadi di dunia luar, kengerian yang sebenarnya bukan hanya tentang makhluk buas atau kehancuran peradaban, melainkan sesuatu yang lebih dalam, lebih gelap.
Kegelapan sejati ada di antara batas hidup dan mati, di tempat di mana mimpi buruk menjadi nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAHAYA TERAKHIR
TerrorKisah dua pemuda yang bertahan di antara reruntuhan kota dan berlari tanpa henti untuk menghindari jiwa jiwa yang tak tenang