Bab 2: Kegelapan yang Menghantui

0 0 0
                                    

Mereka berjalan cepat melalui jalanan yang sudah lama ditinggalkan, diapit oleh rumah-rumah yang sebagian besar runtuh akibat gempa bumi yang baru-baru ini melanda. Lampu-lampu jalan yang dulu menerangi kini mati, meninggalkan kota itu dalam kegelapan yang menyeramkan. Hanya suara langkah kaki mereka yang menggema di udara yang tenang, sementara angin dingin menusuk kulit.

Yuda berhenti sejenak untuk mengikat sepatunya, sambil menatap ke arah kejauhan di mana puncak gunung terlihat samar-samar di balik kabut. “Kita menuju ke sana, ke hutan,” kata Yuda.

Arka mengangguk setuju. Hutan pegunungan adalah satu-satunya tempat yang mungkin bisa memberikan perlindungan sementara dari ancaman manusia—dan juga dari alam yang kini berubah menjadi musuh. Namun, di dalam hati mereka, ada ketakutan yang sulit diabaikan. Tak ada yang tahu apa yang akan mereka temui di sana.

Malam semakin larut, dan udara semakin dingin. Mereka menyusuri jalan setapak yang dulu sering mereka gunakan untuk mendaki saat dunia masih normal. Namun, kali ini, setiap langkah terasa berat, dan setiap bunyi ranting patah membuat jantung mereka berdegup lebih kencang. Tiba-tiba, sebuah kilatan cahaya muncul di belakang mereka, diikuti oleh suara deru mesin yang berat.

“Kendaraan... Penjarah!” bisik Arka, suaranya penuh kepanikan.

Tanpa berpikir panjang, mereka melompat ke balik semak-semak dan bersembunyi di balik pepohonan besar. Dari celah daun, mereka bisa melihat kendaraan besar melintas. Itu bukan kendaraan biasa; di atasnya ada senapan mesin, dan penumpangnya mengenakan baju zirah berat, wajah mereka tertutup helm hitam yang mengerikan.

Yuda menahan napas saat kendaraan itu berhenti di dekat mereka. Seseorang dari atas kendaraan turun, memeriksa sekitar dengan senter besar yang menyapu hutan. Cahaya itu hampir menyentuh tempat mereka bersembunyi, sebelum akhirnya bergerak lagi ke arah lain. Mereka berdua tetap diam, menunggu dengan sabar sampai kendaraan itu berlalu. Setelah beberapa menit yang terasa seperti berabad-abad, kendaraan itu bergerak lagi dan menghilang di kejauhan.

“Kita hampir saja mati,” bisik Yuda dengan suara tertahan.

“Ya, dan jika kita tetap di sini, kita pasti akan mati,” jawab Arka.

CAHAYA TERAKHIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang