the wedding

50 7 4
                                    

Bandung, 13.30

Latar langit siang hari kota Bandung yang sedikit kelabu, tak membuat suasana sakral yang tengah berlangsung di aula berdinging kaca- Yang didominasi warna putih dari dekorasi bunga bunga di seluruh sisi ruangan, berkurang.

Janji dan sumpah pernikahan telah di ucap, Leonel dan Jiwa telah sah menjadi sepasang suami. Keduanya kini tengah berdiri berhadapan, saling memakaikan cincin pada jari manis masing-masing sebagai tanda kepemilikan, di akhiri dengan kecupan kecil pada ranum Jiwa oleh Leonel. Tepuk tangan dan ucapan syukur mengiringi momen tersebut.

Selanjutnya, sebagai perwakilan satu satu nya orang tua- Karena kedua orang tua Jiwa memutuskan untuk tidak menghadiri pernikahan sang anak, Pak Barata memberikan ucapan dan doa kepada sang anak tertua. Moment yang awalnya di isi tawa, berakhir dengan haru saat sang Ayah memeluk erat sang anak sulung, begitu juga sang Ibu yang memeluk penuh sayang sang menantu.

Kedua mata Leonel sudah merah sempurna kala ia sampai di hadapan kedua adiknya. Nabiru dan Naderu menyambut Leonel kedalam pelukan mereka.

" Ar, Abang sayang sekali sama Ar... Ar tau kalo Ar paling kuat di antara kita bertiga kan, Ar yang ga cengeng, Ar yang ga takut apapun kecuali air, Ar yang paling bisa di andelin Mami, Papi, Abang sama Er... Ar, kamu pasti bisa jaga kepercayaan yang Papi sama Opa udah jalanin selama ini. Semua orang tau kamu paling mampu, mereka yang raguin kamu itu cuma ga terima karena kamu yang semuda ini ternyata mampu, tetep jaga kesehatan ya sayang, Abang bantu dari cabang ya"

" Iya Abang, Ar bisa kok..."

" Er, titip Ar ya... Abang tau banyak yang Ar sembunyiin cuma biar kita ga khawatir, dan cuma kamu yang bisa tau, cuma kamu yang bisa sembuhin, Er tuh selalu jadi bahagia nya kita semua..."

" Gabisa nih Er kalo ngadepin Abang yang begini"

Airmata Naderu mulai mengalir dari sudut matanya, Ah Naderu memang yang paling banyak tertawa tapi dia pula yang paling mudah menangis di antara ketiga nya. Nabiru dan Leonel terkekeh kecil kala isakan Naderu mulai terdengar. Sebuah puk puk di kepala Naderu yang Leonel berikan berharap sang adik lebih tenang justru membuat airmata Naderu mengalir semakin deras.

" Doain Abang sama Kak Jiwa ya "

Setelah mengucapkannya, Leonel melepaskan rengkuhan nya dari si kembar, lalu menggeser posisinya untuk membiarkan Jiwa mendekat kepada kedua adik barunya itu, Adik yang selalu ia dambakan namun mustahil ia dapatkan dulu.

" Halo, adik adik aku... izinin aku masuk ke keluarga kalian ya- A-ku, cuma punya diri- ini, A-ku- ga punya apa apa- hiks"

Nabiru segera merengkuh tubuh Jiwa, tubuh Jiwa yang jauh lebih kecil darinya itu hampir menghilang dalam pelukannya. " Halo Parama Jiwa Hisakara, Kamu kakak aku sekarang"

Jiwa menenggelamkan wajahnya pada bahu Nabiru, mengelurkan seluruh tangis nya yang tersisa, berharap setelah ini hanya ada senyum dan airmata bahagia untuknya.

Naderu tak mampu berkata kata, karena sedikit saja bibirnya terbuka, isakan akan lolos dari sana. Deru terseyum kecil, mengusap terus menerus punggung Jiwa, sembari tak lepas menggenggam erat tangan Jiwa.

Seluruh keluarga besar yang kini hadir menyaksikan acara pun ikut terbawa haru. Acara yang benar benar hanya di hadiri anggota keluarga itu- Bahkan tanpa awak media, berlangsung sangat menyentuh. Bahkan sampai di momen foto bersama beberapa orang masih menyisakakan airmata di pelupuk, namun setelahnya senyum bahagia di wajah Jiwa tak hilang sedikitpun.

.

.

Acara terjeda untuk sesaat, pihak keluarga besar yang sudah datang satu persatu mulai beranjak meninggalkan ruangan, menuju area Ballroom dimana acara resepsi akan berlangsung. Leonel dan Jiwa tengah berganti pakaian. begitupun Naderu dan Nabiru.

Rectum ConsiliumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang