11

683 168 11
                                    

_SD_

Sesuai janji yang telah dibuat, sekarang Leoze tengah berada di bar bersama dengan Veraldo. Lihatlah lelaki di hadapan Leoze itu sedari tadi kesenangan saat melihat banyak wanita yang cantik dan berpakaian minim. Entah berapa kali dia bergumam kagum melihat pemandangan itu.

"Haiss, sudahlah diam! Telingaku rasanya pengang terus mendengarmu melontarkan kata tidak jelas," celetuk Leoze yang mulai muak dengan tingkah temannya.

"Hey ini namanya tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ayolah, hidupmu jangan terlalu monoton. Jangan hanya karena ditinggal menikah oleh Shani, lo sampai menutup hati. Banyak wanita yang lebih baik dari dia, lebih cantik. Lagipula dia sudah resmi jadi istri ayahmu, pasti dia sudah pernah dipakai." Keadaan Veraldo yang mulai mabuk membuat dirinya tidak menyaring perkataanya. Dia tidak memikirkan apa kata-kata yang dia lontarkan itu menyinggung Leoze atau tidak.

"Kau sadar mengatakan itu padaku?" Leoze menggeram kesal, mengepalkan tangannya yang bisa kapan saja melemparkan pukulan pada Veraldo.

"Tentu aku sadar Zee! Dia hanya perempuan tak punya hati. Dia tak bisa menghargai perasaan orang lain yang menyukai dirinya. Rasanya aku menyesal mengenalnya. Mengapa lo harus ngenalin dia ke gua?" racau Veraldo. Dia kembali menuangkan alkohol ke gelas kecil dan meneguknya sekali sampai tandas. Sementara Leoze hanya diam memandang dingin ke arah temannya itu.

"Gua akui dia cantik, tapi—akhhh! Sial, gua kembali terbayang. Lo tau? Ada kata-kata 'jika aku tidak bisa memilikinya, maka siapa pun juga tak akan ada yang bisa' tapi dia—" perkataan Veraldo terhenti, dia menekan kepalanya sendiri yang tiba-tiba terasa pusing.

"Kenapa?" tanya Leoze masih dengan mempertahankan tatapan dinginnya.

"Kepala gua tiba-tiba pusing," jawab Veraldo. Perlahan dia meletakkan kepalanya di atas meja, karena semakin lama semakin menyakitkan, hingga tak sadar dia pingsan.

"Do." Leoze menggoyangkan badan Veraldo, tapi sudah tak ada gerakan. "Aldo!" panggil Leoze lagi. Leoze menghela napas pelan. Dia mengeluarkan ponsel yang sedari tadi di dalam saku. Leoze nampak menghubungi seseorang di telpon. "Dia pingsan, bawalah sekarang." Leoze kembali mamtikan ponselnya setelah menghubungi seseorang. Dia melihat jam ditangannya yang sudah semakin larut.

"Veraldo, Veraldo merepotkan saja," decih Leoze. Kemudian dia beranjak lebih dulu meninggalkan Veraldo yang masih tak sadarkan diri.

_SD_

Keheningan terasa di dalam kamar Shani. Pemilik kamar tengah tertidur di balik selimut tebal yang melindungi dari dinginnya udara. Namun, ketenangannya dalam tidur harus terganggu ketika merasakan kasurnya bergerak. Perlahan dia tersadar lalu terkejut saat mendapati Gracio berada di dalam kamarnya. Shani lupa mengunci pintu saat hendak tidur.

"Om, Om sedang apa di sini?" panik Shani, dia langsung bangkit dari tidur dan duduk menjauh dari Graico. Aroma alkohol menyengat di indra penciuman Shani, reflek dia menutup hidung menghalau bau yang tak sedap itu.

"Memangnya kenapa? Kamu istriku jadi terserah saya kalau mau melihat keadaanmu," jawab Gracio. Matanya memerah, bau mulutnya juga bau alkohol, sepertinya Gracio tengah mabuk saat ini.

"Ta-tapi Om, saya mau tidur. Bisakah Om keluar?" pinta Shani ragu-ragu.

"Shan, saya ingin meminta keharusan kamu sebagai istri. Kamu ingat apa yang Ayah saya minta? Dia ingin kembali memiliki cucu. Bisakah kita mewujudkannya?" tanya Gracio. Besar harapan dari Gracio. Ia ingin kembali mempunyai keturunan, terlebih ini dari Shani, istri barunya.

"Maaf Om, Saya ga bisa. Saya belum ingin mempunyai anak," tolak Shani. Mendapat penolakan, Gracio merasa kesal. Sepertinya efek dari mabuk juga membuat emosinya gampang terpancing. Ia langsung menampilkan wajah kesal pada Shani.

"Mengapa? Kamu istri saya! Saya berhak meminta hak kamu sebagai istri. Melakukan hubungan ranjang itu sudah biasa dalam pernikahan dan saya menginginkan hal itu!" kata Gracio sembari mendekati Shani. Namun, rasa takut membuat Shani terus mundur, menghindari Gracio. Jujur dia sama sekali tidak ingin tubuhnya disentuh sedikit pun oleh lelaki tua, ayah dari Leoze ini. Dia tak selera!

"Om jangan om, Saya ga mau," ungkap Shani yang semakin merasa takut. Apalagi raut wajah Gracio sekarang sudah seperti lelaki mesum yang siap menerkam mangsa. Gracio terus mendekat, hasratnya semakin memuncak ingin menyetubuhi Shani yang ia anggap sebagai istrinya. Menurut Gracio mau tak mau, Shani harus menuruti keinginannya.

"Om lepas!" sentak Shani, saat Gracio berhasil memeggang tangannya dengan keras. Shani sampai meringis merasakan pedih ditangannya. Bisa dipastikan bekas cengkraman itu akan berbekas di kulit putihnya. "Kenapa saya harus melepaskan kamu? Malam ini kamu harus melayani saya!" kata Gracio tak menerima penolakan. Ia mulai mendekatkan tubuhnya, tak membiarkan Shani mendapat celah untuk kabur. Ia juga tak peduli Shani yang terus berontak, malam ini ia harus mendapatkan apa yang ia inginkan.

















Astagaaaaaaa.....

Dah maap buat typo.

SEBUAH DRAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang