37

16.3K 634 14
                                    

••××ו•

"Liv, ke sungai lagi yuk"ajak Calista baru saja keluar dari kamarnya.

Olivia yang sibuk mencuci piring bekas tadi malam dan sarapan pagi hampir saja membuang piring yang ada ditangannya.

"Astaga nona, anda mengagetkan saya saja"ujar Olivia sembari mengusap dadanya terlihat sedikit rata.

"Eh, maaf maaf. Lagian mikirin apa sih kamu? Sampai sampai kaget denger suara aku"tanya Calista heran sembari duduk disamping Olivia sibuk mencuci piring.

"Sini aku bantuin"belum sempat Calista memegang piring, tangan Olivia langsung menjauhi tangannya.

"Tidak usah nona, ini juga sudah mau selesai kok"tolak Olivia halus.

Calista berdiri dari duduknya perlahan lalu mendudukkan dirinya dikursi.

"Liv, kalau aku berkumpul dengan mereka lagi, apa itu akhir hidup aku?"Calista membuka suara setelah mereka lama terdiam.

Tak ada jawaban dari Olivia, hanya sibuk membilas piring, setelah selesai dia kemudian menyapu lantai. Calista hanya menatap kegiatannya.

"Kenapa kamu nggak jawab? Sebegitu sulitnya yah?"tanya Calista lagi dan masih tetap sama tak ada jawaban.

"Hm, aku mengerti, lagian nggak ada yang tahu kedepannya nanti bukan? Kecuali Tuhan? Jadi aku cukup mengerti"

Olivia menghela nafas kemudian berbalik dimana Calista berada.

"Nona, bisakah anda tidak membahas tentang kematian dulu? Anda tidak boleh pasrah dan menyerah begitu saja nona. Saya tau anda capek, tapi jangan terlalu mudah untuk menyerah"pinta Olivia membuat Calista terdiam.

"Terus aku harus bagaimana?"tanya Calista ketika keheningan menghampiri mereka.

"Tidak langsung menyerah namun terus berusaha"jawab Olivia.

Pada akhirnya, Calista dan Olivia pergi ke sungai tempat mereka kemarin.

Mereka terlihat tak ada yang berbicara hanya menatap rumah warga saja juga anak anak sibuk bermain, ada bermain kelereng, petak umpet, karet, layangan, juga engklek. Permainan itu membuat Calista seakan nostalgia.

Tiba tiba sakit menimpa kepala Calista, ia menghentikan langkanya kemudian memegang keningnya karena sebuah bagaikan rekaman tiba tiba muncul walau semuanya buram dikepalanya.

Namun bisa Calista simpulkan, ingatan tadi seperti keempat anak kecil bermain dipenuhi canda tawa, namun hanya ada tiga orang saja Calista lihat tertawa satunya entah bagaimana ekspresinya.

Calista tidak tahu karena wajah anak itu buram.

Disamping Calista, Olivia terlihat menatapnya khawatir.

"Nona anda baik baik saja?"tanya Olivia memastikan membuat Calista mengangguk walau kepalanya masih terasa sakit namun tak sesakit sebelumnya.

"Anda sepertinya sakit nona, lebih baik kita balik aja nona"kata Olivia khawatir hingga mendapat gelengan dari Calista.

"Nggak, lanjutin aja, lagian mungkin hanya sakit kepala lewat aja Liv"balas Calista.

Olivia mengangkat sebelah alisnya bingung, pikirannya saat ini, emang ada sakit kepala lewat yah?

Olivia segera menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiranya. Tak lama Calista memanggilnya yang sudah sedikit jauh darinya.

"Liv ngapain? Ayok cepet"

"Ah, iya nona"

***

Seorang pria memasuki sebuah mobil mewah berwarna hitam senada dengan jas juga kaca matanya.

Mobil itu mulai jalan meninggalkan sebuah hotel mewah diikuti mobil milik pengawal dibelakang juga berwarna hitam.

Pria itu menyalakan tablet, entah apa yang dilakukan pria itu pada tabletnya.

Alavin sedari tadi sibuk mengemudi dengan pandangan fokus kedepan membuat suasana dimobil itu terasa sunyi, hanya ada suara mesin mobil juga kendaraan orang lain.

Alavin menatap sekilas tuannya melalui cermin sebelum kembali menatap kedepan.

"Tuan, sepertinya kita tidak bisa memakai mobil ke desa itu, karena jalannya hanya jurang saja tuan"ucap Alavin.

"Jalan lain"balas Aldrich singkat membuat Alavin kurang mengerti namun tak protes malah hanya mengangguk saja mengikuti kemauan tuannya.

Terlihat ia sedang menelepon seseorang melalui handphonenya.

"Jangan sampai salah"

Aldrich hanya diam menatap layar tabletnya.

"Bagaimana dengan pengiriman itu?"Aldrich membuka suara.

"Baik baik saja tuan, hanya saja sempat tertunda karena salah satu musuh membuat masalah tuan"jawab Alavin jujur.

"Siapa?"

"Whelve, tuan"

"Oh"

*******

Us And Destiny (Transmigration) S1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang