Aku kehilangan kewarasan.
Semua hinaan, semua umpatan lenyap dibakar malam. Semua rentetan kalimat penghinaan itu berbalik, menghantamku. Aku menelan ludahku sendiri dengan menyerahkan diriku pada Julius. Pada orang asing, manipulatif, menawan, dan seorang penculik.
Aku kalah.
Keteguhanku, perlawananku, ternyata hanya sebatas benang tipis yang telah putus hanya dengan satu kali sentuhan.
"Satu sentuhan lagi saja, aku akan membuatmu runtuh." Kata-kata Julius terngiang-ngiang di kepalaku.
Aku melupakan alasan keberadaanku di sini dan melupakan tujuanku untuk pergi dari sini. Dan sekarang, tidak ada lagi jalan keluar. Aku tertahan oleh keputusanku sendiri saat mendeklarasikan diriku sebagai miliknya.
Peristiwa semalam melintas di benakku seperti tayangan slide, kenangannya masih sangat jelas dan intens. Kebutuhan Julius yang posesif dan mendesak, caranya mengklaimku berulang kali, hingga kami berdua kelelahan dan puas. Pikiran itu membuatku merinding, campuran antara senang dan tidak nyaman. Aku benar-benar dikuasai olehnya, dikuasai oleh hasratnya, gairahnya.
Aku tahu bahwa ini bukan hubungan yang sederhana dan biasa saja. Julius telah terobsesi padaku selama berbulan-bulan, memperhatikanku, menginginkanku, dan sekarang aku adalah miliknya, tawanannya dan pikiran itu membuatku merasa panik dan gembira. Dia telah mengatakan padaku bahwa dia tidak akan pernah membiarkanku pergi, dan sebagian diriku mempercayainya.
***
Aku perlahan membuka mata, mengerjap melawan cahaya yang masuk melalui jendela. Aku bingung sejenak, pikiranku masih kabur karena tidur. Namun kemudian aku merasakan lengan Julius melingkariku, tubuhnya yang hangat menempel di tubuhku dan kenangan saat tadi malam membanjiri pikiranku.
Aku merasakan campuran emosi yang membanjiri diriku; malu, gembira, tetapi juga rasa puas. Aku tidak percaya bahwa beberapa jam yang lalu, aku diliputi kenikmatan oleh sentuhan Julius dan sekarang aku di sini, meringkuk padanya seperti hal yang paling alami di dunia.
Meluangkan waktu sejenak, aku menikmati sensasi tubuhnya di tubuhku. Rasanya begitu hangat, begitu kokoh, begitu nyata. Untuk sesaat, aku tidak ingin bergerak, tidak ingin merusak mantra yang membungkus kami dalam selimut yang nyaman dan intim.
"Mmm, selamat pagi, tukang tidur." Suara serak Julius terdengar di telingaku. Mataku bertemu dengan matanya. Julius tersenyum tipis. Rambut silvernya kusut, matanya masih berat karena tidur.
"Pagi," jawabku. Dia menatapku sejenak, matanya menjelajahi wajahku, mengamati rambutku yang berantakan.
"Tidurmu nyenyak?" tanyanya, suaranya masih serak, matanya masih menatapku.
Aku mengangguk, merasakan pipiku sedikit memanas. Aku tidak bisa menahan rasa malu di bawah tatapannya, seolah-olah dia bisa menembus pikiranku.
"Aku merasa... sakit," kataku, sambil sedikit bergeser ke arahnya. Aku bisa merasakan sedikit nyeri di antara pahaku dan tidak bisa menahan diri untuk tidak meringis saat bergerak.
Julius terkekeh mendengarnya, matanya berbinar geli. "Sakit, ya?" godanya. "Sepertinya aku membuatmu kelelahan tadi malam."
Aku merasa malu dan jengkel mendengar kata-katanya. Aku tahu dia benar, tetapi aku tidak suka cara dia menyeringai padaku, seolah-olah dia merasa puas dengan dirinya sendiri karena telah membuatku gemetar. Tetapi pada saat yang sama, aku tidak bisa menahan sedikit sensasi saat mengingat sentuhannya. Cara dia begitu dominan dan menuntut, cara dia mendorongku hingga ke puncak berkali-kali. Itu intens dan luar biasa dan sekarang tubuhku harus membayar harganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Julius
RomanceTubuhku gemetar kecil saat dia mengangkat dan menekanku ke dinding terdekat. Dan aku tidak punya pilihan lain selain melingkarkan kakiku di pinggangnya, menopang diriku sendiri padanya sehingga dia bisa memegangku hanya dengan satu tangan lalu dia m...