Selesai berpakaian, kami berdua sarapan bersama di bawah. Suasananya hening dan kami tidak banyak bicara, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Aku tidak banyak menatap Julius meski aku tahu jika pria itu terus memperhatikanku sepanjang kami sarapan. Maggie yang masih berada di dapur tampaknya menyadari ketegangan di antara kami. Namun, dia tidak mengatakan apapun.
Hari ini Julius terlihat mengenakan pakaian santai, itu berarti dia tidak akan pergi — yang mana semakin membuatku tidak bisa menghindar dari percakapan yang masih belum terselesaikan.
"Hari ini kita akan pergi ke Lampedusa." Julius membuka suaranya, tepat ketika aku meletakkan peralatan makanku. Suaranya membuatku mau tidak mau harus menatap matanya.
"Kita?" tanyaku, menyakinkan pernyataan yang disampaikannya.
"Ya, kita," ulangnya. "Kita berdua akan pergi ke Lampedusa."
Aku tercengang mendengar pernyataannya. Lampedusa, sebuah pulau yang termasuk dalam Kepulauan Pelagie di selatan Sisilia, terkenal dengan air sebening kristal dan pantai-pantainya yang indah. Aku pernah mendengar cerita tentang keindahan tempat itu, tetapi tetap saja, aku terkejut bahwa Julius ingin pergi ke sana sekarang.
"Mengapa kita pergi ke sana?" tanyaku, rasa ingin tahu menguasai diriku.
Julius bersandar di kursinya, matanya tak pernah lepas dariku. "Tempat itu indah. Pulau yang damai dan terpencil, tempat kita bisa mendapatkan privasi, dan pada saat yang sama menikmati keindahan alam."
Ada jeda sebelum dia melanjutkan, suaranya sedikit merendah. "Dan kita tidak akan ke sana hanya untuk jalan-jalan. Ada sesuatu yang penting untuk kubicarakan denganmu."
Aku berpikir sejenak sebelum akhirnya aku tersenyum kecut. "Kenapa harus di sana? Kita bisa membicarakannya di sini."
Julius menggelengkan kepalanya, wajahnya tampak serius. "Tidak di sini. Terlalu banyak yang terjadi di sini." Dia mencondongkan tubuh ke depan, matanya menatap tajam ke arahku. "Aku ingin perhatianmu sepenuhnya, Rheana. Aku ingin kau mendengarkanku tanpa diganggu. Dan lagi pula, Lampedusa adalah tempat yang indah untuk berbicara. Aku ingin menunjukkan sesuatu yang istimewa kepadamu."
"Julius—"
"Tidak," Julius memotong pembicaraanku, nadanya tegas. "Tidak ada lagi alasan atau penundaan. Kita akan membicarakan ini, dan kita akan segera melakukannya. Aku sudah mengizinkanmu menghindari pembicaraan ini beberapa kali pagi ini."
Suaranya sedikit melembut, tetapi tekad di matanya tidak tergoyahkan. "Kau penting bagiku, Rheana. Masa depanmu bersamaku penting bagiku." Dia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya meresap. "Kemasi beberapa pakaian, kita akan segera berangkat."
Aku hendak melakukan protes, tapi Julius pergi begitu saja, keluar dari dapur. Aku menghela napas pasrah, dan duduk terdiam di sana beberapa saat. Aku menoleh ke arah Maggie, dan tatapan kami bertemu. Aku yakin dia pasti merasa tidak nyaman menyaksikan apa yang tengah terjadi di antara aku dan Julius.
Maggie menatapku dengan tenang, ekspresinya menunjukkan campuran antara perhatian dan pengertian. Tanpa berkata apa-apa, dia meletakkan tangannya yang hangat di bahuku, meremasnya dengan lembut seolah memberi dukungan.
Aku memberinya senyum kecil namun penuh rasa terima kasih sebagai balasannya. Tanpa kata-kata, dia tahu apa yang sedang kurasakan saat ini. Dia telah menyaksikan pasang surut yang bergejolak antara aku dan Julius, permainan kekuasaan dan emosi yang saling bertentangan.
***
Aku turun ke bawah setelah berganti pakaian, berjalan menuju pintu utama dengan tas kecil yang aku bawa — menunjukkan betapa tidak berminatnya aku untuk pergi.
![](https://img.wattpad.com/cover/379469875-288-k211030.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Julius
Romance[TAMAT DAN MASIH LENGKAP] Tubuhku gemetar kecil saat dia mengangkat dan menekanku ke dinding terdekat. Dan aku tidak punya pilihan lain selain melingkarkan kakiku di pinggangnya, menopang diriku sendiri padanya sehingga dia bisa memegangku hanya den...