Gambaran-gambaran samar melintas seperti bayangan kabur. Ada kerumunan orang, bisikan-bisikan tak terdengar. Dadaku terasa sesak, napasku terputus-putus. Wajah-wajah kabur di sekelilingku semakin mendekat, hingga semuanya berubah menjadi kegelapan.
Lalu, tiba-tiba, aku terbangun. Mataku terbuka dalam kepanikan, napas memburu, dan tubuhku gemetar hebat. Aku merasakan tangan yang kuat menyentuh bahuku, aku terkejut seketika sebelum akhirnya sentuhan itu menenangkanku dengan lembut. "Hey, hey, it's alright. Itu hanya mimpi buruk."
Julius duduk di tepi tempat tidur, ekspresinya menunjukkan sedikit kekhawatiran saat melihatku terbangun dengan kaget. Dia tampak bangun lebih cepat, hal itu terlihat dari penampilannya yang telah rapi.
Aku terduduk, menatapnya dengan mata lebar dan panik, napasku masih cepat dan pendek. Aku bingung dan kehilangan arah, tidak yakin di mana aku berada sesaat sebelum ingatanku kembali membanjiri.
Julius memperhatikanku dengan saksama saat aku duduk, ekspresinya masih menunjukkan kekhawatiran. "Hei, lihat aku," katanya, suaranya masih rendah dan menenangkan. "Itu hanya mimpi. Kau di sini bersamaku. Kau baik-baik saja."
Dia kemudian mengulurkan tangan dan menyentuh pipiku, ibu jarinya membelai kulitku dengan lembut. "Tarik napas pelan-pelan. "
Aku kemudian mengusap dan menutup wajahku, terisak pelan dan gemetar.
Julius tidak berbicara sejenak, hanya memperhatikanku saat aku mencoba menenangkan diri. Dia menunggu hingga isak tangisku mereda. Kemudian, dia mengulurkan tangan dan menarikku lebih dekat padanya, melingkarkan lengannya di tubuhku, menarikku ke dadanya dan mendekapku. Tangannya mulai membelai rambutku dengan sentuhan lembut. Saat itu aku tidak melawan. Aku tidak memikirkan apapun selain mimpi buruk itu.
"Ssst... Kau baik-baik saja. Kau aman bersamaku," Suara Julius terus menenangkan.
Setelah beberapa menit berlalu, aku kembali menemukan diriku lebih tenang. Napasku mulai stabil dan tubuhku tidak lagi gemetar. Lalu aku menarik diri dari dekapan Julius.
Julius membiarkanku menjauh, lengannya menjauh dariku dengan enggan. Dia mengamati wajahku sejenak, seolah mengukur keadaan emosiku. "Feeling better?"
Aku mengangguk pelan seraya mengusap sisa-sisa air mataku.
"Bagus," kata Julius. Dia mengulurkan tangan dan menyingkirkan sejumput rambut dari wajahku, sentuhannya ringan seperti bulu. "Kau mau menceritakan apa yang kau impikan?"
Aku memperhatikannya sesaat, melihat setiap ekspresi halus dan gesturnya, dan menyadari perlakuannya yang begitu hangat, hal itu membuatku goyah untuk sesaat dan berpikir bahwa Julius adalah pria yang baik dan mampu melindungi.
Namun setelah helaan napas dan mendapati kembali kewarasanku. Aku menepis tangannya dengan sedikit tegas. "Tidak, aku tidak perlu menceritakan apapun padamu."
Ekspresi Julius tetap tenang meskipun aku menepis tangannya dengan kuat. Dia menarik tangannya perlahan, sedikit kekesalan terpancar di matanya, tetapi suaranya tetap tenang.
"As you wish," katanya dengan nada dingin. "Tetapi memendam perasaan itu tidak sehat. Mimpi bisa menjadi refleksi kuat dari alam bawah sadar. Mimpi bisa memberi tahu banyak hal tentang apa yang sedang dirasakan, dan apa yang ditakutkan."
Aku mendengus menanggapi penjelasannya. "Sungguh ironi."
Julius mengangkat sebelah alisnya mendengar nada bicaraku, ekspresinya menunjukkan campuran antara kekesalan dan rasa ingin tahu. "Dan apa sebenarnya yang ironis tentang hal itu?"
"Kau," jawabku singkat, menatap lurus ke matanya. Mengukur reaksinya.
Ekspresi Julius sedikit mengeras mendengar jawabanku yang blak-blakan. Matanya menyipit dan dia mencondongkan tubuhnya lebih dekat padaku, gerakannya lambat dan hati-hati. "Katakan dengan jelas." katanya, suaranya rendah dan berbahaya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Julius
Romance[TAMAT DAN MASIH LENGKAP] Tubuhku gemetar kecil saat dia mengangkat dan menekanku ke dinding terdekat. Dan aku tidak punya pilihan lain selain melingkarkan kakiku di pinggangnya, menopang diriku sendiri padanya sehingga dia bisa memegangku hanya den...