Guys? Seperti biasa minta tolong tandain typo. Makasih banyak dan selamat membaca!
━━━━━━
Mobil berhenti di depan pintu masuk mansion Julius, bangunan itu tampak menjulang dan gelap di tengah langit malam. Hans segera membukakan pintu untuk Julius, yang dengan hati-hati menarikku ke dalam pelukannya sekali lagi.
Dia menggendongku melewati pintu depan, suara langkah kakinya bergema di lorong. Para pelayan berlarian di sekitar kami, berbisik-bisik dan melemparkan pandangan khawatir ke arah tubuhku di pelukan Julius.
Maggie adalah orang paling terlihat khawatir. "Dokternya sudah datang."
Julius mengangguk singkat, lalu terus menggendongku menaiki tangga dan masuk ke kamar pribadinya. Dia membaringkanku di ranjang empuk, sentuhannya masih lembut meski tatapan matanya tajam.
Aku mulai kehilangan kesadaran lagi, pandanganku mengabur karena rasa pusing dan kelelahan yang kurasakan. Namun, sebelum kesadaranku memudar, aku mendengar suara dokter. Dia berbicara dengan nada berbisik namun mendesak kepada Julius, kata-kata mereka terlalu pelan untuk bisa kudengar.
Hal terakhir yang kuingat sebelum aku benar-benar tak sadarkan diri adalah suara Julius, berwibawa dan garang, menjanjikan pembalasan dendam terhadap Salvatore.
Lalu semuanya menjadi gelap dan aku serahkan diriku pada tidur indah yang tak terlupakan.
***
Aku mencium aroma lembut antiseptik dan cahaya ruangan yang redup. Aku mengerjap, mencoba menyesuaikan pandanganku dengan lingkungan sekitarku, tetapi semuanya kabur.
Tubuhku terasa sakit dan berat. Aku mencoba bergerak, tetapi lengan dan kakiku terasa seperti beban timah, kepalaku berputar saat aku mencoba duduk.
"Jangan bergerak," kata sebuah suara kasar, membuatku membeku. "Kau hanya akan memperparah kondisimu."
Aku menoleh ke samping, mencoba memfokuskan mataku yang sayu ke sumber suara. Julius duduk di sofa di samping tempat tidur, dengan lengan disilangkan dan ekspresi tegas.
Dia tampak lelah dan lesu, dengan lingkaran hitam di bawah matanya dan rambutnya acak-acakan. Dia bangkit dari sofa dan berjalan ke samping tempat tidurku, tatapannya tajam dan penuh penilaian.
Dia mengamatiku dalam diam sejenak. Aku bisa melihat kemarahan dan kekhawatiran terukir di wajahnya, otot-otot di rahangnya bekerja saat dia mengatupkan giginya.
"Bagaimana perasaanmu?" tanyanya akhirnya, suaranya serak namun diwarnai dengan sedikit kekhawatiran.
"Julius... aku..." suaraku tercekat dan air mataku mengalir campuran antara rasa pusing yang masih terasa dan perasaan bersalah. "Aku minta maaf."
Ekspresinya sedikit melembut saat dia duduk di tepi ranjang, jari-jarinya dengan lembut mengusap pipiku. "Ssst, jangan minta maaf. Tidak ada yang perlu dimaafkan." Dia mendesah pelan kemudian melanjutkan, "Salvatore melakukan ini padamu. Dialah yang akan membayar atas perbuatannya. Aku akan memastikannya."
Aku mengangguk lemah, rasa bersalah dan takut masih menggerogotiku. Namun, sentuhan tangan Julius di pipiku, sentuhannya yang kuat dan menenangkan, sedikit membantu meredakan kecemasanku.
"Dokter bilang kau akan baik-baik saja," katanya, matanya masih menatap wajahku. "Kau hanya perlu istirahat."
"Berapa lama aku tidak sadarkan diri?"
"Kau sudah tidak sadarkan diri selama lebih dari sehari," jawabnya, raut wajahnya kembali melembut. "Dokter harus memberimu beberapa obat penghilang rasa sakit yang kuat agar kau tetap tertidur. Kau mengalami gegar otak ringan dan beberapa luka lecet. Tapi dokter bilang kau akan pulih sepenuhnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Julius
عاطفية"And if wanting you makes me insane, then I'll wear that title with pride, baby." ━━━━━━ Tubuhku gemetar kecil saat dia mengangkat dan menekanku ke dinding terdekat. Dan aku tidak punya pilihan lain selain melingkarkan kakiku di pinggangnya, menopan...