Halo semuanya!
Maaf kemarin gak update karena tulisannya sebagian gak ke save hshshs. Sakit hati banget tapi ya udahlah. Untungnya bumi masih berputar.
Mau ngasih tau juga, cerita ini alurnya bakalan lambat dengan tema yang cukup klise. Aku harap kalian tetep suka dan nikmatin interaksi para tokohnya. Karena ini cerita yang aku tulis secara enjoy setelah Sweet Psycho.
Apabila ada saran dalam segi penulisan atau alur yang tidak sesuai dll boleh dikomen. Nanti aku tampung buat bahan pertimbangan.
===================================
Julius berdiri di sana, wajahnya hanya beberapa inci dari wajahku, ekspresinya tertegun. Untuk sesaat, dia tidak menanggapi, tampak sedang mencerna apa yang baru saja terjadi. Ketika dia berbicara, suaranya rendah dan serak. "Kau... tidak pernah berhenti membuatku terkejut."
Aku mulai menarik diriku darinya dan menormalkan posisi berdiriku setelah berjinjit untuk mencium Julius.
"Hati-hati, sayang. Jika kau terus melakukan hal-hal seperti itu, aku mungkin mulai berpikir kau punya perasaan padaku."
Aku menelan ludah, mencoba meredakan ketegangan yang mengalir di antara kami. Jantungku masih berdebar cepat. "Aku hanya..."
"Lihat? Kau tidak bisa menyangkalnya. Caramu menciumku tadi menunjukkan banyak hal. Itu bukan ciuman dari seseorang yang membenciku."
"Tetap saja, aku membencimu karena kau telah menempatkanku pada situasi seperti ini dan secara tidak langsung mengambil hidupku," ucapku dengan asertif, semata-mata untuk pengingat bagi diriku sendiri bahwa aku di sini adalah seorang korban.
Aku tahu tubuhku seringkali mengkhianatiku, menginginkan sentuhannya dan berharap lebih. Tapi ada sesuatu dalam diriku yang masih waras dan memberitahuku jika semua ini salah.
"Kau membenciku karena aku merampas kebebasanmu. Kau membenciku karena aku berkuasa atas dirimu. Dan kau membenciku karena jauh di lubuk hatimu... kau tertarik padaku."
"Kalimat terakhirmu... jangan terlalu percaya diri."
Julius dengan santai melipat kedua tangannya di depan dada seraya tersenyum licik. "Percaya diri itu perlu. Lagipula, kau baru saja menciumku. Actions speak louder than words, baby."
Aku menghela napas pelan, mencoba meredakan detak jantung yang masih terasa kacau. Pandanganku beralih dari tatapan intensnya ke titik lain di sekitarku, berharap bisa menemukan keseimbangan dan kendali atas diriku sendiri. Julius benar-benar tahu bagaimana mengoyak pertahananku hanya dengan kata-kata.
"Apa yang sebenarnya kau harapkan dari semua ini?" tanyaku, ketika pandanganku kembali padanya.
"Aku berharap banyak hal. Jika kau ingin tahu," katanya, dengan gestur yang masih terlihat santai. "Aku berharap kau menyerah pada ketertarikan di antara kita. Aku berharap kau berhenti melawan keinginanmu sendiri. Aku berharap kau mengakui bahwa kau tidak benar-benar membenciku seperti yang kau katakan."
"Kalau begitu katakan padaku, jika aku berkata jujur dan mengakui semua hal itu, apakah kau akan melepaskanku?"
Julius tersenyum tipis, dia kemudian mendekatiku lagi dan mengelus pipiku. "Jika kau mengakui semuanya, aku tidak akan melepaskanmu. Justru sebaliknya, aku akan semakin menggenggammu, memastikan bahwa kau tidak pernah pergi ke mana pun."
Aku menelan ludah, mencoba menenangkan diri, meski debaran di dadaku semakin tidak terkendali. "Jadi, kau berniat mengurungku di sini selamanya?"
"Mengurung itu adalah kata yang kasar, sayang," bisiknya, jari-jarinya masih menyapu lembut pipiku. "Aku hanya ingin kau berada di tempat yang memang seharusnya, di sisiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Julius
RomanceTubuhku gemetar kecil saat dia mengangkat dan menekanku ke dinding terdekat. Dan aku tidak punya pilihan lain selain melingkarkan kakiku di pinggangnya, menopang diriku sendiri padanya sehingga dia bisa memegangku hanya dengan satu tangan lalu dia m...