30. Sweet Dreams

77 11 4
                                    

Kemudian dia membalikkan kami berdua dalam satu gerakan halus dan kuat, menjepitku di bawahnya. Tubuhnya menutupi tubuhku, berat badannya menekanku ke kasur, menjebakku. Dia memegang pergelangan tanganku di atas kepalaku dengan satu tangan, sementara tangan lainnya membelai kulit sensitif pahaku dengan belaian hangat yang mampu membuatku mengluarkan erangan lembut.

Aku terus menatapnya, menemukan diriku tersadar bahwa aku telah melakukannya dengan Julius tanpa henti malam ini.

Julius terkekeh ketika mendengar bibirku tidak henti-hentinya mengeluarkan suara-suara kecil saat tubuhnya menekanku.  "Merasa sedikit kewalahan, sayang?" bisiknya, bibirnya bergerak ke leherku, mencium dan menggigit kulit sensitif di sana.

Tangannya menyelinap lebih jauh ke pahaku, menelusuri pola di kulitku dengan sentuhan lembut sekaligus menuntut. "Kau sangat responsif, sangat sensitif, sangat reaktif. Aku sangat menyukainya."

Bibirnya bergerak menyusuri leherku, meninggalkan jejak ciuman panas dengan mulut terbuka. Tangannya meluncur naik ke pahaku, mendekati bagian tubuhku yang paling sensitif, sentuhannya membuat tubuhku melengkung dan menggigil.

"Kau milikku, Rheana. Kau milikku seutuhnya. Setiap napas yang kau hirup, setiap getaran yang mengalir di tubuhmu, setiap erangan kecil yang kau buat... semuanya milikku."

Lalu tangannya akhirnya mencapai tujuannya, jari-jarinya meluncur di antara kedua kakiku, mendapatiku siap dan bergairah untuknya, membuatku terkesiap dan melengkung ke arahnya untuk mencari lebih banyak kontak, lebih banyak gesekan yang nikmat itu. Julius mengerang pelan di tenggorokannya, suara kepuasan maskulin murni. "Kau begitu basah untukku, sayang," bisiknya, jari-jarinya lembut, perlahan, menggoda dagingku yang sensitif. "Kau begitu siap untukku, bukan? Kau sangat membutuhkan ini seperti aku, bukan?"

"Ya," bisikku, suaraku terengah-engah dan penuh kebutuhan. "Ya, Julius, aku membutuhkanmu. Aku sangat membutuhkanmu saat ini." 

"God, i love the way you say my name," Julius menggeram, jari-jarinya bergerak sedikit lebih cepat, sedikit lebih keras, sedikit lebih dalam. "Kau mengatakannya seolah kau memang diciptakan untuk mengatakannya. Seolah kau diciptakan untukku."

Julius terdiam sejenak, bibirnya bergerak ke telingaku, napasnya terasa panas di kulitku. "Dan kau memang diciptakan untukku, bukan, sayang? Kau diciptakan untukku. Diciptakan untukku agar aku bisa menyentuh, mengklaim, dan memilikimu. Kau milikku, Rheana. Kau sudah ada sejak detik pertama aku melihatmu."

Dadaku naik turun, mataku terpejam dan kepalaku terasa pening. Aku mengerang tanpa henti merasakan tangannya menggauliku dengan terampil. Tubuhku menggelinjang hebat, aku meremas bahu Julius dengan keras sebagai pegangan.

"Shh.. ahhh... Julius."

Julius terus menyentuhku, gerakannya menjadi lebih kasar, lebih menuntut. Jari-jarinya bekerja dengan cekatan, menemukan titik-titik yang mengalirkan listrik ke seluruh tubuhku, titik-titik yang membuatku melengkung dan mengerang.

Dia terkekeh mendengar nada memohonku, mendengar ketidakmampuanku untuk menyusun kata-kata yang koheren.

"That's it, baby. Jangan menahan diri. Aku ingin mendengar setiap suara yang kau buat. Aku ingin merasakan tubuhmu bergetar. Aku ingin kau menyerahkan dirimu sepenuhnya kepadaku."

"Ahhh..." aku mengigit bibirku dan memejamkan mataku. Gerakannya yang semakin kasar membuat kakiku menegang.

Sentuhan Julius tak henti-hentinya, jari-jarinya bergerak lebih cepat dan lebih keras, sentuhannya ahli dan penuh pertimbangan. Dia tampaknya tahu persis bagaimana mendorongku ke puncak kenikmatan, membawaku tepat ke ambang ekstasi.

JuliusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang