Part 20. Menjenguk

14 5 0
                                    

"SELAMAT MEMBACA!"

-

-

"Aku benar-benar terkejut mendengar kamu berada di rumah sakit loh, Maya." ucap Della pelan. Mimik wajahnya menunjukkan rasa khawatir banget.

Aku membalas senyuman dan tidak perlu mengkhawatirkanku. Namun, Della bersih keras bahwa ia sangat mengkhawatirkanku dan bagaimana bisa aku masuk ke taksi yang supirnya berniat buruk. Della menatapku tajam.

"Jika aku bersamamu kemarin, aku cekik supir itu dan mengambil ahli setir bundar itu!" katanya penuh keyakinan. Kilatan keseriusan dari matanya terlihat jelas sehingga membuatku terkekeh mendengarnya.

"Apa kau akan menjadi Hero dadakan?" ledekku ke Della.

"Tentu saja! Aku akan melakukan apapun! Agar sahabatku ini tidak terluka. Sebagai sahabatkan harus saling melindungi, satu sama lainnya." katanya penuh percaya diri, menunjukkan senyuman paling indah.

"Rasa percaya diri yang tinggi dan penuh tekat. Aku suka itu! Haha," Ucapku tertawa diikuti oleh Della.

  Della ke sini gak sendirian. Ia bersama Fabio, pemuda itu sedang asik bermain ponsel dan bersandar di dinding rumah sakit. Aku menceritakan kejadian yang menimpaku kemarin. Tak menyangka kalau aku akan mendapatkan peristiwa yang sama sekali tidak mengenakan dan nyaris, merenggut nyawaku.

Selama aku datang ke sini sebagai penulis? Karakter yang sebenarnya tidak penting ini, lama kelamaan bersinar terang? Aku yang ingin menyelamatkan Rumi dari kejahatan malah aku sendiri yang kena. Sebenarnya apa maksudnya?—pikirku lagi.

Ceritanya semakin melenceng bahkan pemeran cowoknya juga mengarah ke aku semua, batinku masih mencari inti alur cerita otome ini.

   Della yang memerhatikanku melambaikan tangan tepat di wajahku. "Maya! Kenapa kau malah melamun sih?" tanyanya agak kesal.

"Sorry, Della. Aku hanya memikirkan sesuatu." kataku meminta maat membuat Della mengerit bingung.

"Memangnya kamu memikirkan apa?" tanya Della sedikit ketus. Sepertinya Della kembali badmood.

"Entahlah, aku merasa ada hal lain yang tak bisa ku jelaskan. Perasaan yang membingungkan, itu aja." jawabku ke Della.

"Lupakan saja, yang penting kamu fokus untuk sembuh!" katanya tersenyum.

"Biarlah, polisi yang menyelidiki ini. Jika ada yang nyakiti kamu lagi, Maya! Lama-lama aku akan menyewakanmu Bodyguard!" Katanya menunjuk ke arahku membuatku tertawa kecil mendengarnya.

"Kurasa itu terlalu berlebihan," kataku singkat.

  Della menggeleng kuat, berkata,"nggak! Enak aja ya! Aku gak berlebihan dan itu benar. Jika nyawamu dalam bahaya gegara orang gak bener kek gitu. Aku bakal menyewa bodyguard untukmu."

"Dia tidak perlu menyewa bodyguard. Karena aku akan jadi bodyguardnya, Maya." kata seseorang membuat kami berdua menatap pria tinggi yang membawa satu buket bunga.

Mata kami terbelalak saat menyadari orang yang datang itu, Profesor Malik. Della seketika tersenyum manis seraya menata rambutnya yang sedikit acak-acakan.

"Eh, Professor Malik." sapa Della ramah.

  Professor Malik mengabaikan sapaan Della. Dan ia lebih fokus ke aku, menyodorkan satu buket bunga itu padaku. "Semoga kau sembuh, Maya. Aku tidak tau harus membawakanmu apa? Jadi aku bawa bunga ini untukmu." katanya lembut.

  Aku menghirup bunga itu wangi banget dan mengambil dari tangan Profesor Malik. Tersenyum sumringah sambil mengangguk.

"Terima kasih, ini membuatku pikiranku jauh lebih jernih, profesor."  ucapku berterima kasih. Masih menghirup bunga-bunga itu, aromanya sangat menggoda. Di bawah buketnya terdapat kartu ucapan yang melingkar.

  Di sana tertulis "Semoga cepat sembuh, Maya" tulisan itu sangat lucu banget apalagi di tambah gambar lucu di sekitarnya. Siapa sangka, Profesor Malik bisa semanis ini. Della yang memerhatikanku mendengus sebal dan memilih pamit dulu.
Aku mengiyakannya dan hati-hati dengan pacarnya, Fabio.

  Arah pandang Professor Malik memerhatikan gerakan Della yang perlahan keluar ruangan. Aku yang memerhatikan pandangan Profesor Malik, angkat bicara,"mengapa bapak melihat Della seperti itu?" tanyaku keheranan.

  Profesor Malik menoleh ke arahku, menggeleng. "Tidak apa-apa hanya saja terkejut kalau kamu punya teman." katanya.

"Kan aku memang punya teman. Apa karena aku pendiam jadi mustahil cari teman." kataku bergurau.

Profesor Malik menunjukkan senyuman itu tanpa sadar aku refleks salah tingkah, memalingkan wajah darinya.

-Evol & Love-

"Aku kembali!" kata Profesor Malik sehingga pandanganku menoleh ke arahnya dan melihat tas tenteng yang di genggamannya.

"Apa itu?" tanyaku penasaran.

"Hanya kue manis untukmu." katanya meletakkan tas itu di atas meja.

Di ambilnya salah satu kardus itu dan mengeluarkan kue kecil yang imut di genggamannya. Warna kue itu cantik berwarna pink dengan krim putih. Profesor Malik memerhatikanku.

"Katakan Ah!" titahnya dan mulutku terbuka menuruti perintahnya.

Professor Malik memasukkan kue itu ke dalam mulutku. Rasanya manis strawberry dan tekstur kue itu lembut banget seperti bolu bikin mulutku terus bergoyang, menghancurkan mereka sebelum masuk ke dalam tenggorokan.

"Uhm, enak sekali!" kataku membuat Profesor Malik tersenyum.

"Senang mendengarnya kalau kamu suka sama kuenya." jawabnya lembut dan menyuapiku lagi.

  Dia sangat perhatian banget sama aku. Lalu aku bertanya,"Profesor tahu, kalau aku masuk ke rumah sakit dari siapa?" tanyaku penasaran.

Ia berhenti sejenak dan menatapku dengan tatapan tajamnya. "Dengan insting!" jawabnya membuatku bingung.

"Hah? Insting?!" tanyaku kebingungan.

"Insting dan firasat seseorang tak bisa ditebak jadi lebih baik kamu diam!" katanya kembali dingin. Mendengus sebal mendengarnya.

  Sabar Maya, untungnya dia adalah dosen kampusmu jadi harus sabar!—batinku berusaha untuk tidak melupakan emosi.

"Dengar-dengar! Kau masuk ke dalam taksi dan supir itu ingin mencelakaimu. Apa itu benar?" tanyanya membuka topik pembicaraan lainnya.

"Ya, aku benar-benar takut waktu itu. Dan panik! Pikiranku sangat kacau, profesor dan untungnya, aku sempat menelpon polisi saat itu." jawabku panjang lebar menatap Prosessor Malik.

"Dan pelaku itu belum ditemukan?" aku menggeleng kepala.

"Huh, aku berharap pelakunya segera tertangkap dan penasaran, siapa yang melakukan ini semuanya?" kataku dengan tangan mengepal.

Profesor Malik melihat tanganku yang mengepal itu. Di genggamannya tanganku membuat diri ini terkejut atas tindakannya tiba-tiba itu. Sorot mata tajam kuningnya itu menatapku.

"Jangan khawatir! Pelaku itu akan ditemukan segera. Aku yakin itu!" ucapnya penuh keyakinan membuatku tersenyum.

"Ya, kau benar!"

"Dan disisi lain, aku juga khawatir perihal teror kemarin. Itu gimana dan katanya teror tersebut pernah kejadian enam tahun lalu." tanyaku tiba-tiba sehingga kami berdua dilanda keheningan.

  Angin semilir masuk melewati jendela yang terbuka. "Uhm, kalau itu, aku tidak tahu. Intinya, kau sembuh dulu, okay. Jangan pikirkan hal lain!" katanya mengelus kepalaku.

Tubuhku seketika menegang karena sentuhan lembut Profesor Malik. Pipiku perlahan memerah merasakan sentuhan tersebut. Selama ini aku tidak pernah mendapatkan tindakan manis. Tangan Profesor Malik begitu besar dan kasar tetapi saat mengelus kepalaku rasanya berbeda sekali. Ada rasa kasih sayang.

Jantungku berdebar-debar tidak karuan mendapatkan tindakan manis ini.

-Evol & Love-

Bersambung...

(A/N)

Hai hai semuanya, gimana part-nya satu ini. Semoga suka ya.
See u next chapter!!
 

Evol & Love {PROSES PENERBITAN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang