Part 22. Ledakan dan Penembak

18 5 0
                                    

  "HAPPY READING!"
-

-

  Taman yang dulu indah penuh penghijauan, air mancur serta taman bermain anak-anak kini berubah lautan api. Banyak sekali korban berjatuhan atas insiden ledakan tadi.  Mataku melihat podium kecil dan kursi-kursi yang pasti itu tempatnya Taki dan Rumi tadi. Aku berlari ke sana mengabaikan teriakan Raka agar tidak mendekat.

    Melihat podium kecil ini kerusakannya tidak terlalu parah yang mungkin, Rumi sudah terselamatkan. Api masih membara di tengah-tengah tempat kolam bebek. Seriusan, ledakan berasal di sana.

"Awas!" teriak Taki yang berlari ke arahku dan mendorongku sekuat tenaga.

Aku terjatuh dan menoleh ke arah Taki yang meringis kesakitan. "Taki!" teriakku menghampirinya melihat lengannya berdarah.

Berasal darimana asal serangan itu. Aku melihat ada gedung yang berada di taman ini. Jangan bilang, penembak jitu yang pernah terlihat dari pandanganku?—batinku. Aku terus memerhatikan dua gedung tinggi tersebut, mataku menyipit.

  Lalu mata ini melotot ketika ada peluru hendak mengarah ku dengan kecepatan 00,01 detik. Aku refleks menghindar.

"Maya! Kau harus menghindar!" titah Taki.

"Penembak itu sudah melukai Rumi dan sepertinya kita akan menjadi target selanjutnya." katanya penuh keyakinan.

  Taki menarik pergelanganku ke tempat yang aman yaitu di balik pohon dekat taman. Aku kebingungan, mengapa ini terjadi dan terdapat teror mengerikan di Loveland City.

"Apa ini perang atau hal lain? Aku sama sekali tidak mengerti! Dan ada seseorang yang mengatakan padaku, kalau aku korban selanjutnya bukan orang lain." kataku panjang lebar ke arah Taki.

Pemuda tersebut menoleh ke arahku. Sedikit terkejut dengan pengakuanku jika orang-orang itu sedang menyerangku. Dengan alasan, aku mengetahui rencana Raven sebenarnya.

"Apa mereka sengaja mengulangi kejadian enam tahun lalu?" tanyaku ke Taki. Ia terdiam dan menoleh ke arahku sejenak.

"Sepertinya begitu!" katanya singkat.

"Kau pergilah dari sini? Atau cari ke tempat aman!" titah Taki. Ku balas gelengan.

"Nggak! Aku gak mau. Mending aku akan masuk ke gedung itu!" kataku segera masuk ke dalam sana.

"MAYA! ITU BAHAYA! JANGAN GEGABAH!" teriak Taki tetapi aku mengabaikannya.

   Aku melangkah masuk ke dalam gedung yang sunyi, namun aura bahaya terasa kental di udara. Di sini, aku bisa mencapai penembak jitu itu agar tidak mencelakai penduduk Loveland City—pasti penglihatanku sebelumnya adalah tanda peristiwa yang akan terjadi.

Sayangnya, aku hanya bisa melihat penembak jitu tersebut di dalam gedung yang menggenggam pistolnya. Saat aku sudah masuk ke dalam gedung dan ingin masuk lift. Langkahku terhenti ketika sekelompok pria bertubuh kekar muncul, menghalangi jalan dengan tatapan tajam yang tak bersahabat.

Mereka tersenyum lebar menatapku seolah melihat mangsa yang masuk ke dalam perangkap predator. Melangkah mundur dengan rasa tingkat kewaspadaan jika mereka akan menyerangku, setidaknya aku bisa menghindar sedikit.

Salah satu dari mereka melangkah maju dan menyeringai, suaranya rendah namun penuh ancaman, “Berani datang sejauh ini? Kau akan menyesali langkahmu.”

Aku tahu peringatan itu lebih dari sekadar kata-kata, dan aku tak punya pilihan selain bersiap. Namun, sebelum sempat bereaksi, salah satu dari mereka mulai bergerak cepat, tangannya berpendar memancarkan energi evol yang kuat.

Aku bisa merasakan tekanan hebat dari kekuatannya, membelah udara menuju ke arahku dengan kecepatan yang tak terduga. Tepat saat itu, adrenalin memuncak. Sebelum evol angin itu menuju ke arahku, aku segera menghindar membuat semua orang terkejut atas gerakkanku.

   Mata dibalik kacamataku mulai bersinar. Pikiranku menjadi flasback pada buku yang sedang dalam proses penerbitan dan perfilman "My Future"—sejauh ini, benar kata pemuda asing yang sering menerorku itu bahwa aku mengetahui rencana Raven sebenarnya. Mereka menghabisi Rumi untuk pengalihan topik semata padahal mereka ingin menghancurkan sebagain kota.

Untuk pemerluasaan wilayah mereka. Maka dari itu Carlos di tugaskan oleh atasannya jendral mengawasi gerak-gerik Ravel.

"Bagaimana bisa kau melakukan itu? Ku rasa itu hanya pemanasan." kata salah satu mereka dan mengeluarkan kekuatan evolnya ke arahku di susul evol lain.

  Mataku terbelalak melihat mereka. Mana bisa aku mengelak lagi jika serangannya setiap sisi seperti ini. Tubuhku tiba-tiba masuk ke dalam hitam membuatku menjerit.

  Sebuah tangan menutup mulutku, suara bisikkan mendarat di telingaku. Menyuruh diam. "Sst, jangan bersuara. Dan apa yang kau lakukan di sana? Itu bahaya!" ucapnya sedikit marah padaku melihat aksi sok heroikku.

  Kepalaku mendongak melihat Carlos sudah ada di sini. Ia sangat tampan apalagi menggunakan pakaian penyamaran ini, sama persis seperti awal pertama kali, aku bertemu dengannya.

  Mata hijau itu sangat tajam tetapi sering kali membuatku jatuh hati.
"Ekhm, mau gimana lagi? Aku ingin nyamperin ke atas. Ia sudah mencelakai Rumi." kataku nada khawatir.

"Tapi setidaknya jangan gegabah!" satu kalimat peringatan kembali terdengar. Membuat bibirku cemberut.

  Orang-orang berbaju hitam mulai pencarian. Mereka pasti berusaha mencariku hilang kemana.

"Apa kau bawa senjata, Maya?" tanya Carlos serius.

Menggeleng sebagai jawabannya.
"Dasar bodoh! Kau bisa mati kalau kau gak bawa pistol." omelnya dan memberikan satu pistol padaku.

"Kau masih ingat dengan latihannya, kemarin?" tanyanya lagi.

"Pasti ingat dong." jawabku percaya diri.

  Semua penjaga masih ada di tempat buat berjaga-jaga. Sorot mata mereka tetap waspada sehingga aku susah buat masuk ke dalam lift. Kata Carlos, di luar sana para evol sedang bertarung dengan sisa keroco musuh dan juga ada suara ledakkan lagi di bar. Korban terus berjatuhan atas kejadian ini dan tersisa dua lagi yang belum meledak.

   Carlos muncul dan semua penjaga tertuju ke arahnya. Ketika semua penjaga itu sibuk, aku segera menyelinap masuk ke dalam lift—jantungku berdebar-debar tidak karuan, aku harus berhadapan dengan penembak tersebut.

Akhinya aku sudah sampai ke kamarnya sambil menyodorkan pistol. Mata ini terus melihat sekitar penuh rasa waspada yang tinggi. Ia meninggalkan tempat dimana letak menembak. Aku mulai mendekat dan memang di sini tempatnya strategis buat menembak beberapa orang. Ketika aku masih fokus lihat luar jendela.

Aku terkejut ketika ada yang menodongkan pistol ke arahku. Menoleh melihat orang memakai serba hitam dengan separuh topeng berwarna hitam.

"Dasar gadis bodoh! Bisa-bisanya kau datang seorang diri di sini. Dan aku tahu, maksud kau datang ke sini untuk menjemput ajalmu, bukan?" katanya penuh tekanan dengan seringai khas.

Aku berusaha tenang dan tak panik. "Karena aku gak takut olehmu yang bisa-bisanya kau melukai orang lain tanpa sebab!"

"Memangnya kenapa? Itu adalah pekerjaanku sebagai pembunuh bayaran Raven dan sekarang, waktunya kau mati!" katanya menodong pistol ke arahku.

"Alasan mengapa? Kau ingin membunuhku? Padahal aku adalah gadis biasa." kataku meminta penjelasan darinya.

"Sebab jika kau hidup! Raven akan hancur!" katanya.

"Jika mafia Raven membuat rusuh maka aku akan menghancurkannya." kataku tersenyum miring.

-Evol & Love-

Bersambung..
 

(A/N)

Hai hai bagaimana kabar kalian?
Vote and komen.
Karena insyaallah besok Evol and Love udah mencium bau tamat.

See u tomorow!

Evol & Love {PROSES PENERBITAN}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang