4. Langkah Menuju Masa Depan

1K 12 0
                                    

Suasana di apartemen Adrian setelah pengumuman kehamilan Lara tidak lagi sama. Mereka berdua menghadapi berbagai tantangan yang baru dan emosional. Adrian yang awalnya terlihat terkejut perlahan mulai menerima kenyataan. Setelah beberapa hari berpikir, dia akhirnya mengajak Lara untuk berbicara serius.

"Mari kita bicarakan ini dengan baik. Kita tidak bisa mengabaikannya," kata Adrian dengan nada serius.

"Apakah kamu yakin, Adrian? Kita belum lama saling mengenal," tanya Lara, merasa cemas.

"Tidak masalah. Aku ingin bertanggung jawab. Aku ingin menikahimu," jawab Adrian tegas.

Lara terkejut. Dia tidak pernah membayangkan bahwa hal ini akan terjadi begitu cepat. Namun, di satu sisi, ada rasa lega dan harapan baru yang muncul dalam dirinya. Setelah semua yang terjadi, menyadari bahwa Adrian siap mengambil langkah ini membuat hatinya bergetar.

"Apakah kamu benar-benar yakin?" tanya Lara, masih tidak percaya.

"Ya. Aku tidak ingin kita menjalani semua ini sendirian. Kita bisa menghadapi semuanya bersama," ujar Adrian sambil menggenggam tangan Lara.

Dengan keyakinan baru, mereka pun memutuskan untuk menikah. Persiapan pernikahan berjalan cepat, mengingat waktu mereka yang semakin terbatas. Lara yang lugu tetapi penuh semangat mulai terbiasa dengan kehidupan baru. Dia mengganti gaun pengantinnya yang sederhana dengan gaun putih yang anggun. Hari pernikahan mereka dipenuhi dengan kebahagiaan dan haru.

Acara berlangsung di Gedung mewah Adrian, dihadiri oleh beberapa teman dekat dan keluarga. Meskipun sederhana, atmosfernya hangat dan intim. Saat mengucap janji suci, Lara merasa bahwa ini adalah awal baru bagi mereka. Adrian menatapnya dengan penuh cinta, dan Lara tahu bahwa ia tidak akan sendirian lagi.

Setelah menikah, kehidupan mereka menjadi semakin nyata. Lara menjalani masa kehamilannya dengan penuh cinta dan dukungan dari Adrian. Meskipun Adrian adalah sosok yang sibuk, dia berusaha meluangkan waktu untuk Lara. Setiap malam, mereka menghabiskan waktu bersama, membicarakan mimpi dan harapan untuk masa depan mereka. Adrian seringkali membawa pulang bunga atau membuatkan makan malam spesial untuk Lara.

Namun, kehamilan membawa tantangan tersendiri. Lara merasakan berbagai perubahan pada tubuhnya dan kadang-kadang merasa sangat lelah. Meski begitu, dia juga merasakan keajaiban yang tak terlukiskan saat merasakan gerakan bayi dalam kandungannya. Saat malam tiba, ia akan duduk di sofa sambil memegang perutnya, merasakan tendangan lembut yang seolah memberi semangat.

Satu bulan sebelum hari perkiraan lahir, Lara mulai merasakan kontraksi ringan. Dia merasa cemas tetapi juga bersemangat. Suatu malam, saat mereka berdua sedang menonton film di apartemen, Lara merasakan sakit yang lebih kuat. Ia mengerang perlahan, mengabaikan rasa sakitnya dan berusaha tetap tenang.

"Lara, ada apa?" tanya Adrian, yang langsung menyadari perubahan wajah istrinya.

"Sepertinya, aku merasa tidak nyaman," jawab Lara sambil menggigit bibir.

"Apakah ini kontraksi?" Adrian bertanya, wajahnya mulai serius.

"Ya, mungkin," jawab Lara, suaranya bergetar.

Adrian segera mengambil ponselnya dan menghubungi dokter. "Kami harus pergi ke rumah sakit sekarang juga," katanya sambil bersiap.

Lara merasa panik, tapi di satu sisi, ada rasa nyaman ketika Adrian berada di sampingnya. Saat mereka menuju rumah sakit, Lara mulai merasakan sakit yang semakin intens. Setiap kali gelombang rasa sakit datang, ia berusaha untuk bernapas dalam-dalam dan mengalihkan perhatian.

Ketika rasa sakit semakin kuat, Adrian membawa Lara dengan tergesa ke rumah sakit. Setibanya di sana, Lara segera ditangani oleh para perawat dan dokter yang menuntunnya ke ruang bersalin. Di sepanjang jalan menuju ruangan itu, ia terus menggenggam tangan Adrian, napasnya tersengal-sengal di tengah gelombang rasa sakit yang semakin menguat.

Setelah berbaring di ranjang, seorang perawat datang untuk memeriksa pembukaan. Lara meringis kesakitan ketika diperiksa, dan tanpa sadar tangannya mencengkeram erat sprei.

"Enggghhh...," keluhnya, tubuhnya kaku menahan nyeri ketika perawat memastikan pembukaan. "Sakit... rasanya mulass...," ujarnya dengan suara terputus-putus. Adrian tetap di sampingnya, mengusap tangannya dengan lembut.

Setelah pemeriksaan selesai, dokter mengumumkan bahwa Lara sudah mendekati pembukaan penuh, tinggal beberapa tahap lagi sebelum siap melahirkan. Namun, ketuban Lara belum pecah.

"Bersiap ya, Lara. Ketuban mungkin akan segera pecah," ujar dokter dengan lembut.

Beberapa saat kemudian, diiringi kontraksi yang semakin kuat, Lara tiba-tiba merasakan cairan hangat mengalir. Ketubannya pecah, dan dengan itu, rasa sakit seolah semakin menggempur dirinya tanpa ampun.

"Aaahhh... aduh, sakit... mulas sekali..." erangnya sambil mengatur napas. Cairan yang mengalir membuat tubuhnya semakin tidak nyaman. Napasnya semakin cepat, dan ia merasakan dorongan kuat yang tidak bisa dihindari.

"Kamu sudah mendekati fase terakhir, Lara," kata dokter sambil mempersiapkan peralatan. Adrian menggenggam tangannya lebih erat lagi, seolah ingin memberinya kekuatan. "Aku ada di sini, sayang. Tarik napas dalam-dalam, dan fokus padaku," bisiknya lembut.

Lara mencoba mengatur napasnya, tetapi dorongan itu semakin kuat. Tubuhnya merasa seolah-olah di bawah tekanan yang luar biasa, membakar, dan perih di saat yang bersamaan. Ia meremas tangan Adrian lebih kuat.

"Huh... huh... Akhhh... sakit... perih...," suaranya parau, nyaris kehilangan kendali. Setiap gelombang rasa sakit datang, seluruh tubuhnya merespons dengan teriakan tertahan. Kontraksi terus berlanjut, dan dokter memberitahu bahwa ini waktunya untuk mulai mendorong.

Ketika kontraksi berikutnya datang, Lara berusaha mengumpulkan seluruh tenaga untuk mendorong. "Enggghhh... ahhh...!" erangnya panjang, namun upayanya terasa terhenti di tengah jalan. Ia mencoba mendorong lagi, tapi tubuhnya terlalu letih. Bayinya mulai turun, tapi hanya sedikit, lalu kembali masuk.

Dokter menyemangati, "Lara, sedikit lagi. Coba tarik napas dalam-dalam, lalu dorong sekuat tenaga saat kontraksi datang."

Napas Lara semakin cepat. "Huh... huh... panasnya... ahhh!" gumamnya, matanya terpejam menahan sakit. Dorongan berikutnya membuat bayi sedikit turun, namun rasanya seperti ditarik mundur lagi.

Adrian membisikkan kata-kata penguatan, "Kamu bisa, Lara. Sebentar lagi selesai. Bayi kita hampir lahir."

Dengan sisa tenaga yang masih ia punya, Lara menarik napas dalam-dalam, lalu mendorong lagi, "Enggghhh... ahhh!" Dorongan itu membuat kepala bayi mulai keluar. Namun, Lara merasakan tekanan besar pada bahunya yang membuat lubangnya terasa panas dan perih.

"Aaaah... perih... sakit!" jeritnya, hampir kehabisan tenaga. Napasnya semakin tersengal. Bayi yang sedang keluar dari vaginanya masih terhalang oleh bahu, membuat Lara semakin kesakitan.

"Lara, ini akan sedikit sulit, tapi kita harus dorong lagi. Bahu bayi besar, jadi butuh sedikit usaha lagi," ujar dokter dengan penuh pengertian.

Sambil menahan rasa perih yang membakar di jalan lahirnya. Lara kembali mengumpulkan sisa tenaganya. Adrian terus menyemangati, "Tarik napas lagi, Lara. Kamu bisa. Kita sudah hampir selesai."

Dengan napas berat dan seluruh tubuhnya terasa panas, Lara menyiapkan diri untuk dorongan terakhir. "Huh... huh... enggghhh!" Ia mendorong dengan seluruh kekuatan yang tersisa, air matanya berlinang saat ia berteriak panjang, merasa seperti melawan arus yang begitu kuat.

Tiba-tiba, bahu bayi berhasil melewati jalan lahir, dan tubuh mungilnya perlahan keluar, disambut oleh tangisan keras yang memenuhi ruangan. Lara, yang sudah kelelahan, menangis haru sambil tersenyum, memandangi bayi yang kini diletakkan di dadanya.

"Kamu berhasil, Lara. Bayi kita akhirnya lahir," ujar Adrian dengan mata berkaca-kaca, penuh rasa bangga dan syukur.

Di tengah lelah yang luar biasa, Lara menatap wajah kecil bayi mereka. Segala rasa sakit yang baru saja dilaluinya tergantikan oleh kebahagiaan yang sulit dijelaskan. Ia tahu, perjalanan ini baru saja dimulai, namun dengan cinta yang menguatkan, mereka siap menghadapi segala tantangan di masa depan sebagai sebuah keluarga.

Love and BirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang