Laras bangun di tengah malam dengan perut yang terasa sangat nyeri. Rasa sakit itu datang dalam gelombang, semakin lama semakin kuat. Peluh membasahi wajahnya saat ia mencengkeram kain dipan, menahan erangan. Pelayan yang berjaga segera menyadari keadaan permaisuri dan bergegas memanggil tabib serta Raja.
Tak lama, Raja tiba dengan wajah cemas. Begitu melihat istrinya meringis kesakitan, ia segera duduk di sisi dipan, menggenggam tangan Laras dengan erat. "Dinda, aku di sini. Semua akan baik-baik saja."
Laras mencoba tersenyum walau napasnya terengah-engah. "Kakanda... Rasanya sakit sekali..."
Tabib istana dan para pelayan memasuki ruangan, membawa air hangat, kain bersih, dan rempah-rempah untuk membantu proses persalinan. Tabib memeriksa keadaan Laras dan tersenyum menenangkan.
"Baginda Permaisuri, ini adalah saatnya. Bayi dalam kandungan Baginda siap dilahirkan. Baginda hanya perlu tenang dan mengikuti arahan hamba," ujarnya sambil menyiapkan ramuan untuk meredakan rasa sakit.
Laras mengangguk, menggenggam tangan Raja semakin erat. Ia merasakan kontraksi yang makin hebat, seolah ada kekuatan besar yang mendorong bayi di dalam perutnya. Ia menahan napas, menunggu instruksi dari tabib.
"Baik, Baginda Permaisuri. Saat kontraksi datang lagi, ambil napas dalam-dalam, lalu tahan sebentar dan dorong sekuat tenaga," kata tabib lembut.
Ketika rasa sakit itu kembali menghantamnya, Laras menarik napas panjang, menahan sejenak, lalu mengejan dengan seluruh kekuatannya. Tubuhnya tegang, peluh semakin deras membasahi wajahnya, sementara ia merasakan tekanan kuat di bawah perut.
"Engghhh... Ahhh!" erang Laras sambil mengejan, wajahnya berkerut menahan rasa sakit yang seolah menyobek tubuhnya. Di sela-sela kontraksi, Raja mengusap wajahnya yang lelah, berbisik lembut, "Kau sangat kuat, Dinda. Teruslah berjuang, aku ada di sini bersamamu."
Laras memejamkan mata, berusaha fokus pada dorongan berikutnya. Setiap kali rasa sakit menyerang, ia mengejan dengan seluruh tenaga, namun bayi di dalam perutnya terasa seakan belum juga bergerak maju. Ia mulai lelah, napasnya berat dan tersengal, namun ia tetap tak ingin menyerah.
"Sedikit lagi, Baginda Permaisuri. Kepala bayi sudah mulai terlihat," ucap tabib sambil memeriksa keadaan perut Laras.
Kata-kata tabib membuat Laras merasa sedikit lega. Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu mengejan lagi. Kali ini rasa sakitnya semakin hebat, hampir tak tertahankan, namun ia tahu ia harus kuat demi anaknya dan demi kerajaan.
"Engghhh... Ahh! Huh... huh... Enggghhh..." Napasnya tersengal, tubuhnya bergetar, namun dengan dukungan suaminya yang setia di sisinya, Laras terus berusaha.
"Dinda, kau akan berhasil. Kau sudah hampir sampai," ujar Raja, menenangkan hati Laras. Ia mengusap peluh di dahi Laras, matanya penuh dengan kasih dan kekaguman pada istrinya yang tengah berjuang untuk kehidupan baru mereka.
Dengan tarikan napas terakhir, Laras mengumpulkan sisa tenaganya, menahan sakit yang membakar, dan mengejan sekuat tenaga. Ia merasakan sesuatu bergerak keluar dari tubuhnya. Seketika, tangisan nyaring memenuhi ruangan. Bayi mereka akhirnya lahir.
Tabib menyambut bayi itu, membersihkannya dengan hati-hati, lalu membungkusnya dengan kain sutra. Sang bayi diletakkan di pelukan Laras, yang menatap buah hatinya dengan mata penuh air mata bahagia. Ia lelah, namun perasaan damai dan bahagia memenuhi hatinya saat melihat anak yang ia kandung selama ini akhirnya hadir di dunia.
Raja, yang sejak tadi setia mendampingi, menatap bayinya dengan penuh bangga dan haru. Ia mengusap kepala Laras yang lelah dan berbisik lembut, "Dinda, kau telah membawa berkah bagi Majapahit. Anak kita akhirnya lahir. Terima kasih, kau adalah perempuan terkuat yang pernah kutemui."
Laras tersenyum lemah, namun hatinya penuh rasa bahagia. Dalam pelukan hangat suaminya, ia menatap anaknya yang tengah tertidur pulas, sebuah tanda cinta dan harapan untuk masa depan.
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Birth
Short StoryCerita pendek kisah cinta hingga kelahiran buah hati mereka