3. Bonus: Awal Cinta Reva dan Bagas

2.1K 11 0
                                    

Reva selalu dikenal sebagai gadis yang ceria di kampus. Dia memiliki senyum yang mampu mencerahkan hari siapa pun yang melihatnya. Namun, di balik senyumnya, dia menyimpan banyak keraguan tentang masa depan dan cita-citanya. Sementara itu, Bagas adalah sosok yang lebih pendiam. Sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, dia dikenal sebagai seorang pemimpin yang tegas tetapi sangat disiplin. Teman-temannya sering menjulukinya 'si misterius' karena jarangnya berbagi tentang kehidupannya di luar aktivitas kampus.

Pertemuan pertama mereka terjadi di sebuah seminar yang diadakan di kampus. Reva, yang terpaksa datang setelah dipaksa teman-temannya, duduk di baris belakang. Ia merasa bosan dan mulai melamun saat pembicara berbicara panjang lebar. Tiba-tiba, dia merasakan seseorang duduk di sebelahnya. Saat dia menoleh, dia melihat Bagas. Meski tidak mengenal satu sama lain, keduanya saling tersenyum.

"Dengar-dengar, seminar ini cukup membosankan, ya?" Bagas berkata, mencoba memecah kebisuan. Suara tegasnya membuat Reva terjaga dari lamunan.

"Jujur saja, iya. Tapi mungkin ada sesuatu yang bisa diambil dari sini," Reva menjawab, merasa aneh karena tiba-tiba berbicara dengan orang yang tidak dikenalnya.

"Benar. Kadang kita perlu bertahan untuk mendapatkan informasi yang berguna," jawab Bagas dengan nada santai.

Reva terkejut dengan kedewasaan cara berpikirnya. Mereka mulai mengobrol, berbagi pandangan tentang seminar dan hal-hal kecil lainnya. Waktu berlalu dengan cepat, dan keduanya merasa nyaman satu sama lain.

Setelah seminar berakhir, mereka memutuskan untuk bersama-sama menuju kantin. Reva yang awalnya ragu, merasa Bagas adalah orang yang mudah didekati. Dalam perjalanan ke kantin, mereka menemukan kesamaan dalam hobi dan impian masa depan. Reva menceritakan tentang cita-citanya menjadi seorang desainer grafis, sementara Bagas menjelaskan ambisinya dalam bidang bisnis.

Sejak hari itu, mereka sering bertemu di kampus. Hubungan mereka mulai berkembang menjadi lebih dari sekadar teman. Meskipun mereka datang dari keluarga berada, keduanya memiliki pandangan yang sederhana tentang hidup. Reva dan Bagas sering menghabiskan waktu di kafe kecil dekat kampus, membahas tugas kuliah, atau hanya sekadar menikmati kebersamaan.

Suatu malam, setelah menyelesaikan tugas akhir, mereka pergi berjalan-jalan di taman kampus. Di bawah sinar bulan yang temaram, Bagas memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. "Reva, aku merasa kita memiliki koneksi yang kuat. Apakah kamu merasa hal yang sama?" tanyanya dengan sedikit gugup.

Reva terdiam sejenak, merasakan jantungnya berdebar. "Aku juga merasakannya, Bagas. Sejak kita bertemu, semuanya terasa berbeda. Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya," jawabnya, tersenyum lebar.

Dari saat itu, mereka resmi berpacaran. Namun, ada satu masalah besar yang harus mereka hadapi. Status Bagas sebagai ketua BEM membuat hubungan mereka terpaksa tersembunyi. Mereka tahu bahwa jika publik mengetahui hubungan mereka, akan ada banyak gossip dan sorotan yang tidak diinginkan. Meskipun keluarga mereka berada dalam posisi yang baik, mereka tetap ingin menjaga privasi.

Semuanya berjalan baik hingga satu malam ketika Reva merasakan perutnya mual dan pusing. Dia berpikir itu hanya masalah lambung biasa, tetapi saat gejala berlanjut, dia memutuskan untuk melakukan tes kehamilan. Hasilnya mengejutkan—Reva positif hamil.

Dalam kebingungan dan ketakutan, Reva memutuskan untuk memberitahu Bagas. Mereka bertemu di taman tempat pertama kali mereka menyatakan perasaan. "Bagas, aku harus memberitahumu sesuatu yang penting," kata Reva, suaranya bergetar.

"Apakah ada yang salah, Reva?" tanya Bagas, khawatir.

Reva menghela napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku hamil."

Mendengar itu, mata Bagas membelalak. "Kamu serius?" tanyanya, berusaha memahami situasi yang baru saja dia dengar. "Apa kamu yakin?"

Reva mengangguk. "Aku sudah tes. Aku tidak tahu harus bagaimana. Kita harus memikirkan ini."

Bagas terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Kita bisa melewati ini bersama. Aku tidak akan meninggalkanmu," katanya dengan tegas.

Keberanian Bagas memberinya harapan. Reva tahu bahwa meskipun banyak tantangan yang harus mereka hadapi, mereka akan menghadapi semuanya bersama. Namun, mereka sepakat untuk tetap merahasiakan kehamilan ini dari keluarga mereka untuk saat ini, menunggu waktu yang tepat untuk memberi tahu mereka.

Minggu-minggu berlalu, dan meskipun Reva merasa cemas, dukungan Bagas membuatnya merasa tenang. Dia merasa tidak sendirian. Saat kehamilannya semakin besar, Bagas selalu ada di sisinya, membantu Reva dengan segala sesuatu, mulai dari keperluan kuliah hingga persiapan untuk menyambut kedatangan buah hati mereka.

Keluarga mereka memang tidak tahu tentang hubungan mereka, bahkan setelah mereka memutuskan untuk menikah dalam diam. Di tengah persiapan pernikahan yang sederhana dan tanpa gaun pengantin mewah, mereka memilih untuk menyelubungi segalanya dengan kerahasiaan. Reva merasa campur aduk; di satu sisi, dia sangat bahagia bisa menikahi orang yang dicintainya, tetapi di sisi lain, rasa takut akan reaksi keluarga selalu menghantuinya.

Suatu malam, saat Reva merasa sangat lelah, ia dan Bagas berjalan di taman dekat rumah. Dengan sinar bulan yang menerangi jalan mereka, Bagas menghentikan langkahnya. "Reva, aku ingin kita segera memberi tahu keluarga kita setelah pernikahan," katanya, wajahnya serius.

Reva terdiam, hatinya bergetar. "Bagas, aku khawatir. Mereka mungkin tidak akan menerima ini," ujarnya, merasa berat.

"Tapi kita tidak bisa terus bersembunyi. Ini adalah kehidupan kita. Kita harus berani menghadapi apapun yang akan terjadi," jawab Bagas dengan mantap.

Reva menatap Bagas, melihat keyakinan di matanya. "Baiklah, kita akan melakukannya bersama," katanya, dan mereka saling menggenggam tangan.

Hari pernikahan mereka tiba. Dengan pakaian sederhana dan saksi yang sangat dekat, mereka berjanji untuk saling mencintai dan mendukung satu sama lain, tanpa ada yang tahu bahwa Reva sedang hamil. Momen itu penuh kebahagiaan meskipun diselimuti rahasia. Mereka tahu bahwa langkah berikutnya adalah menghadapi dunia dengan jujur.

Malam setelah pernikahan, Reva dan Bagas merasakan campuran bahagia dan cemas. Meskipun dunia di luar belum tahu tentang pernikahan mereka, mereka tahu bahwa cinta dan komitmen mereka adalah hal terpenting.

Di dalam hati mereka, harapan untuk masa depan bersama dan kedatangan buah hati yang akan segera lahir menjadi cahaya yang selalu menyemangati mereka. Dengan tangan saling menggenggam, mereka bersiap menjalani kehidupan baru yang penuh harapan, meski dengan rahasia yang tetap mereka simpan.

Tamat

Love and BirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang