Kehidupan Reva dan Bagas semakin rumit ketika hubungan mereka yang selama ini tersembunyi akhirnya terungkap. Suatu malam, saat Bagas sedang mengadakan rapat penting di kampus, seorang mahasiswa yang merasa iri membocorkan rahasia mereka kepada publik. Dalam sekejap, hubungan mereka menjadi berita hangat di seluruh kampus.
Di tengah keributan itu, Reva yang baru mengetahui bara tersebut merasa dunia seolah runtuh. Dia berlari menjauh dari kerumunan, hanya untuk menemukan Bagas di taman kampus. "Bagas, ini semua salah! Kita tidak seharusnya seperti ini!" serunya, air mata mengalir di pipinya.
Bagas mendekat, mencoba menenangkan Reva. "Reva, tenang. Kita akan menghadapi ini bersama. Cinta kita lebih kuat dari semua ini," jawabnya penuh keyakinan. Namun, di dalam hatinya, ia merasa tertekan.
Berita itu pun sampai ke telinga orang tua mereka. Reva dan Bagas menyiapkan diri untuk menerima reaksi yang mungkin tidak diinginkan. Namun, saat mereka menghadap keluarga, keduanya terkejut. Orang tua mereka, yang awalnya terkejut, akhirnya memberikan dukungan penuh. "Kami tahu kalian saling mencintai. Kami akan selalu mendukung pilihan kalian," kata ibu Bagas dengan lembut.
Dukungan ini memberikan angin segar bagi Reva dan Bagas. Mereka merasa lega dan lebih percaya diri menghadapi dunia luar. Namun, di tengah kebahagiaan yang kembali tumbuh, Reva merasakan tanda-tanda persalinan yang semakin dekat.
***
Suatu sore, ketika mereka sedang berjalan-jalan di taman, Reva merasakan nyeri yang menyakitkan di perutnya. "Bagas, sepertinya aku tidak baik-baik saja," ucapnya dengan napas tersengal-sengal.
Bagas langsung panik. "Reva, kita harus ke rumah sakit sekarang!" serunya, segera mengajak Reva menuju mobilnya.
Di dalam mobil, rasa sakit Reva semakin menjadi. "Enggghhh... Bagas, ini sakit sekali!" teriaknya sambil menggenggam tangan suaminya yang berkeringat.
"Bersabarlah, sayang. Kita hampir sampai. Tarik napas dalam-dalam, ya!" jawab Bagas, berusaha mengemudikan mobil secepat mungkin meskipun jalanan macet.
Reva merasakan setiap kontraksi yang semakin kuat. "Enggghhhh... Bagas, aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan lagi!" isaknya, menggigit bibirnya menahan rasa sakit.
Bagas berusaha tenang, tetapi hatinya berdebar kencang. "Kamu bisa, Reva! Ingat, kita sudah mempersiapkan ini. Kamu kuat!"
Namun, tiba-tiba saja, mobil mereka terjebak dalam kemacetan parah. Reva mulai panik. "Bagas! Kita tidak akan sampai! Enggghhhh... Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi!"
Dengan panik, Bagas mencari tempat untuk berhenti. Dia menemukan area sepi di tepi jalan dan segera memarkir mobil. "Kita tidak punya waktu, Reva. Kita harus melakukannya di sini," ucapnya, wajahnya menunjukkan ketegangan yang dalam.
Reva mengangguk, meskipun wajahnya menunjukkan ketakutan. "Enggghhh... baiklah. Tolong, Bagas!"
Bagas membantu Reva untuk berbaring di kursi belakang mobil. "Oke, sayang. Sekarang, kamu harus mengejan saat kontraksi datang. Tarik napas dalam-dalam dan dorong sekuat tenaga, ya?"
Reva mengangguk, merasakan kontraksi berikutnya datang. "Enggghhhh... Bagas, aku... aku tidak tahu apakah aku bisa melakukannya!"
"Kamu bisa, Reva. Ingat, semua ini untuk anak kita!" seru Bagas, matanya berbinar penuh harapan.
Reva menarik napas panjang dan memusatkan perhatian. Ketika rasa sakit datang kembali, dia mengejan sekuat tenaga. "Enggghhhh... Aaaahhh!" teriaknya, menggenggam tangan Bagas erat-erat.
"Bagus, sayang! Terus dorong! Bayi kita hampir keluar!" dorong Bagas, menatap wajah Reva dengan penuh cinta.
Setiap kali kontraksi datang, Reva merasakan seolah-olah tubuhnya akan pecah dan vaginanya terbelah. Namun, dorongan semangat dari Bagas membuatnya tetap bertahan. "Enggghhh... Bagas, aku tidak bisa bertahan!"
"Bisa, Reva! Kita hanya perlu sedikit lagi. Ayo, sekali lagi!"
Dengan tekad yang kuat, Reva menarik napas dalam-dalam dan mengejan sekali lagi. "Enggghhhh... Aaaahhh!"
Rasa sakit yang menggelora di lubang lahirnya membuatnya merasa seperti di tepi jurang, tetapi suara Bagas yang penuh semangat memberikan kekuatan. "Bagus, Reva! Terus! Aku mencintaimu!"
Oekkk oekkk
Dengan satu dorongan terakhir yang penuh tenaga, Reva merasa sesuatu yang hangat mengalir. Terdengar suara tangisan bayi yang memecah keheningan malam. "Bagas... bayi kita...!" serunya, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya.
Bagas tidak dapat menahan air mata. Dia mengangkat bayi mereka yang mungil, membungkusnya dengan jaket yang ada di mobil. "Selamat datang di dunia, Asa," bisiknya penuh haru, matanya berbinar melihat keajaiban yang baru saja mereka ciptakan.
Reva terengah-engah, tetapi senyumnya tak pernah pudar. Dia menatap bayi mereka, yang kini terletak di pelukannya. "Dia cantik... Asa, kamu adalah keajaiban kita," ucapnya lembut, merasakan rasa syukur memenuhi hatinya.
Bagas memeluk Reva, mencium keningnya dengan lembut. "Kamu luar biasa, Reva. Kita telah melakukannya. Asa akan memiliki orang tua yang mencintainya lebih dari segalanya," ucapnya dengan suara bergetar.
Di tengah mobil yang sempit, mereka bertiga merasakan kehangatan cinta yang tak terbatas. Kehamilan yang penuh tantangan, hubungan yang terhalang, semua itu kini terbayar dengan kelahiran Asa, buah cinta mereka.
Mereka tahu, meskipun masa depan mungkin masih penuh dengan ketidakpastian, satu hal yang pasti: mereka akan selalu menghadapi semua rintangan bersama, sebagai keluarga.
![](https://img.wattpad.com/cover/380768983-288-k248284.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Birth
Historia CortaCerita pendek kisah cinta hingga kelahiran buah hati mereka