4. Perjalanan Menuju Cinta

925 9 0
                                    

Desir angin malam menyentuh wajah Lara saat ia melangkah keluar dari bus yang membawanya ke kota besar. Suasana ramai dan gemerlap lampu-lampu kota membuatnya terpesona, tapi juga sedikit ketakutan. Selama tujuh belas tahun hidup di desa kecil, semua ini terasa asing baginya. Di desa, setiap orang saling mengenal, dan setiap langkah yang diambilnya terasa aman. Namun kini, ia berada di tengah lautan orang asing, berjuang untuk menemukan jejaknya sendiri.

Lara datang ke kota dengan harapan besar. Ia ingin mengejar impian yang selama ini hanya bisa ia simpan dalam hati. Menjadi seniman. Di desanya, kemampuan melukisnya hanya dihargai oleh tetangga-tetangganya, tetapi di kota, ia yakin bakatnya akan diperhatikan. Dengan modal sedikit uang tabungan dan semangat membara, ia bertekad untuk membuat hidupnya lebih baik.

Setelah berkeliling mencari pekerjaan, Lara akhirnya mendapat tawaran dari seorang pria bernama Adrian. Ia adalah seorang pengusaha sukses berusia tiga puluh tahun yang tinggal di sebuah apartemen mewah di pusat kota. Adrian membutuhkan seorang asisten untuk membantu merapikan ruang kerjanya yang berantakan dengan karya seni. Lara, yang terpesona dengan rumahnya yang dipenuhi lukisan-lukisan indah, langsung menerima tawaran itu tanpa ragu.

Hari-hari awal Lara bekerja di apartemen Adrian cukup menantang. Ia harus beradaptasi dengan ritme kehidupan kota yang cepat dan menyesuaikan diri dengan sifat Adrian yang dingin dan terkadang egois. Namun, di balik sikapnya yang keras, Lara bisa merasakan adanya sisi lembut di dalam diri Adrian. Terkadang, ketika mereka berdua berada di ruangan yang sama, ia melihat pria itu duduk merenung, tatapannya kosong, seolah terjebak dalam pikirannya sendiri.

Suatu malam, ketika tugasnya hampir selesai, Adrian mengundang Lara untuk minum bersama di ruang tamu. Lara merasa sedikit gugup, tetapi ia tahu ini adalah kesempatan baik untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan atasannya. Saat mereka berbincang, Adrian mulai membuka diri. Ia menceritakan tentang perjalanan hidupnya, kegagalan-kegagalan dalam bisnis, dan bagaimana seni menjadi pelarian baginya. Lara, meskipun masih lugu, berusaha untuk mendengarkan dengan penuh perhatian.

Namun, malam itu menjadi semakin tidak terduga. Adrian, yang mulai meminum alkohol lebih banyak dari biasanya, tampak semakin tidak terkendali. Dia bercerita sambil tertawa, tetapi dalam tatapannya, Lara bisa melihat kesedihan yang mendalam. Tanpa disadari, kedekatan mereka perlahan-lahan berubah menjadi sesuatu yang lebih intim.

Ketika Adrian tertidur di sofa, Lara merasa aneh melihat pria itu dalam keadaan tak berdaya. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk menutupi Adrian dengan selimut. Namun, saat melakukannya, ada perasaan aneh yang muncul dalam dirinya. Rasanya seperti ada magnet yang menariknya untuk mendekat. Dalam sekejap, Lara terjebak dalam momen yang tak terduga.

Apa yang terjadi selanjutnya tidak terbayangkan sebelumnya. Dalam keadaan mabuk, Adrian tanpa sadar menarik Lara ke dalam pelukannya. Lara, yang sangat lugu dan naif, merasakan denyut jantungnya berpacu. Dalam situasi yang tidak terduga, mereka berdua terjebak dalam kerinduan yang tidak pernah mereka sadari sebelumnya. Malam itu, batas-batas antara atasan dan bawahan memudar, dan Lara terlarut dalam cinta yang belum sempat ia pahami.

Keesokan paginya, Lara terbangun dengan perasaan campur aduk. Ia duduk di tepi tempat tidur, mengingat kembali apa yang terjadi semalam. Ketika Adrian terbangun, wajahnya tampak bingung dan terkejut. Lara merasa malu dan ingin melarikan diri, tetapi sesuatu di dalam hatinya mendorongnya untuk tetap di sana.

"Lara, aku...," Adrian berusaha menjelaskan, tetapi kata-katanya terputus.

"Maafkan aku, Adrian. Aku tidak seharusnya...," Lara memotong, berusaha untuk tidak menangis.

"Tidak, ini bukan kesalahanmu. Aku yang tidak bisa mengendalikan diriku," jawab Adrian dengan suara berat.

Mereka terjebak dalam keheningan yang canggung. Sejak saat itu, hidup Lara di apartemen Adrian berubah total. Rasa saling tertarik di antara mereka berkembang, meskipun ada ketegangan yang mengganggu. Lara merasa tidak layak berada di sisinya, sementara Adrian merasa terjebak dalam kesalahan yang tak terduga.

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dalam, tetapi ada satu hal yang mengganggu pikiran Lara. Dia merasa aneh, tubuhnya tidak seperti biasanya. Rasa mual di pagi hari semakin sering mengganggunya. Dalam kebimbangan, Lara akhirnya memutuskan untuk melakukan tes kehamilan. Ketika hasilnya positif, dunia Lara seolah runtuh.

Ia merasa bingung, takut, dan tidak tahu harus berbuat apa. Bagaimana ia bisa memberi tahu Adrian? Ia tahu bahwa ini akan mengubah segalanya. Rasa cintanya kepada Adrian bertabrakan dengan ketakutan akan masa depan yang tidak pasti. Lara yang lugu harus menghadapi kenyataan yang akan mengubah hidupnya selamanya.

Ketika akhirnya berani memberitahu Adrian, suasana menjadi semakin tegang. Mereka berdua duduk di meja makan, jarak antara mereka terasa semakin jauh. Lara dengan suara bergetar mengatakan, "Adrian, aku... aku hamil."

Adrian terdiam, matanya melebar seolah tidak percaya. "Apa? Kamu yakin?" tanya Adrian dengan nada cemas.

"Aku melakukan tes, dan... ini positif," jawab Lara, suara seraknya hampir tidak terdengar.

Adrian mengelus wajahnya dengan tangan, tampak berjuang dengan perasaannya. "Kita harus membicarakan ini. Apa yang ingin kamu lakukan?"

Lara merasakan ketidakpastian di dalam hatinya. Apakah ia siap untuk menjalani semua ini? Apakah ia bisa mempercayai Adrian untuk selalu ada di sisinya? Dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya, Lara hanya bisa berharap bahwa cinta yang baru tumbuh di antara mereka mampu mengatasi segala rintangan yang akan datang.

Love and BirthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang