"Akh."
Jisung jatuh tersungkur dengan beberapa luka yang ia dapat di beberapa bagian tubuhnya, atas serangan yang terjadi secara tiba-tiba.
Dia kembali memekik ketika lengannya begitu saja diinjak dengan cukup kuat oleh seseorang yang melawannya.
"J-jangan- ugh." Jisung mengerang kesakitan.
"Apa, huh? Sakit? Kau mau aku berhenti, begini?" Dia semakin menambah tekanannya, lalu mengambil sesuatu dari saku celananya.
Sebuah pisau lipat yang kentara tajam, lalu mengarahkannya pada leher Jisung.
Pria itu juga merendahkan tubuhnya, mendekat pada Jisung yang terbaring. Lantas menarik rambut Jisung cukup kuat."Serahkan uangmu!"
"Ak-aku tidak punya- ugh." Jisung hampir tidak bisa berbicara, ketika rasa sakit di kepalanya semakin bertambah. Pun seluruh tubuhnya terasa remuk.
"Hei bocah, kau mencoba berbohong? Kau benar-benar ingin aku beri pelajaran?!"
"Baik. Akan kuberi tahu."
Jisung tahu bahwa dalam situasi ini dia harus bisa melawan agar dirinya selamat. Tapi Pria itu begitu kuat melemahkannya dulu, sehingga dia tidak bisa menyerang.
Kalau begini, tidak akan lagi Jisung bersikukuh untuk berangkat sekolah sendiri.
Harusnya dia tidak menolak Pak Choi mengantarnya tadi.Jisung menyesal, meski tidak ada gunanya. Yang bisa Jisung lakukan hanya berpasrah.
"Lepaskan tanganmu darinya!"
Interupsi dari seseorang itu mengalihkan atensi Jisung dan juga Pria yang berada di atas tubuhnya.
"Siapa kamu? Jangan ikut campur!"
Pemuda itu mendekat, lalu menghujami Pria yang diketahui sebagai pejambret itu dengan beberapa pukulan.
Pemuda itu menyadari pisau yang sempat terlempar, lalu segera meraihnya dan membalik keadaan, sehingga Pria itu berada di bawah kungkungannya sekarang.
"Pisau ini akan membuat leher mu putus kalau kau berani menyakitinya."
Tidak lama kemudian, suara sirene Polisi terdengar nyaring mendekat ke arah ketiga orang itu. Yang mampu membuat Pejambret itu menegang.
"Bawa dia Pak." Pemuda yang menghajarnya tadi bangkit, lalu sedikit merapihkan pakaiannya.
Sementara Jisung tengah berusaha mengatur napasnya, kemudian berusaha untuk duduk dengan tegak.
"Kau tidak apa-apa?" Jisung menoleh ketika Pemuda yang menyelamatkannya tadi mendekatinya. Ia hanya menjawab dengan anggukan pelan.
Dengan gerakan yang tiba-tiba, ia menekan dadanya menggunakan kedua tangannya dengan napasnya yang terdengar berat tak beraturan.
Membuat Pemuda yang berada di sampingnya itu panik bukan main. "Hei ada apa?"
Jisung tidak mampu menjawabnya, dia merasakan sesak sehingga rasanya dia sulit untuk menarik nafas. Seperti ada sesuatu yang mengganjal pada rongga dadanya. Sangat sakit. Dan juga seluruh tubuhnya yang rasanya remuk.
Jisung berusaha mempertahankan kesadarannya, tapi dia terlalu lemah.
Sebelum kesadarannya benar-benar hilang, dia mendengar suara yang ia kenali tengah meneriakkan namanya."Ji? JISUNG AH!??"
.
.
.
.
.