16

16 0 0
                                    

Jisung membaca soft file yang menunjukkan namanya menjadi salah satu Siswa yang berhasil lulus, di antara banyaknya nama-nama yang tertera di sana, nama miliknya menjadi yang teratas.

Itu mengagumkan, karena Jisung berhasil, tapi sekaligus itu menyesakkan.

Entah kenapa, waktu berjalan begitu cepat. Hasilnya melegakan. Hanya saja, setelah ini siapa yang akan mendatangi acara kelulusannya?

Banyak ucapan selamat diberikan padanya, tapi nyatanya itu tidak membahagiakan sama sekali, terlepas dari usahanya selama ini yang membuahkan hasil.

Karena, itu tidak ada nilainya sama sekali.

Bahkan untuk kebahagiaan ini, dia harus mengatakan pada siapa?

Jaehyun sudah bilang dari jauh-jauh hari bahwa lagi-lagi dia tidak bisa datang untuk acara kelulusannya nanti. Untuk momen terakhir sekolahnya ini.

Mamahnya pun, entah bagaimana kabarnya sekarang.

Jisung menghela napas berat. Lagi dan lagi, perasaan sesak itu semakin menghantam dadanya, seakan enggan menghilang, terus terusan menghampirinya.

Dan untuk Kakaknya, berharap apa dirinya?

Jisung menarik kedua sudut bibirnya, begitu eksistensi seseorang menghampirinya, mengambil tempat duduk di sebelahnya.

"Bagaimana hasilnya?"

Jisung memperlihatkan layar laptopnya. "Tidak buruk, menurutku."

"Jisung, kau berhasil. Aku bangga akhirnya usahamu membuahkan hasil."

Jisung tersenyum merasakan usapan di puncak kepalanya, terasa lembut dan hangat. "Terima kasih, Kak Renjun. Terima kasih sudah menemaniku hari ini."

"Nothing. Dengan senang hati, Jisung. Keluargamu pasti bangga mendengar kabar ini. Sudah memberitahukannya?"

Melihat raut Jisung yang berbeda, Renjun mengerutkan keningnya.

"Mereka tidak perlu tahu, Kak."

Jisung menatap Renjun yang memasang raut penuh tanya.

"Apapun itu, aku tidak tahu masalah yang kalian hadapi. Kalau kau ingin bercerita, ceritakan. Aku dengan senang hati akan mendengarnya."

"Aku tidak tahu, kenapa mereka sangat sibuk. Sampai-sampai melupakan aku, kalau aku butuh mereka di sini." Jisung terkekeh pelan, tapi itu malah terlihat menyedihkan.

"Kak Renjun, maaf aku menangis." Jisung menoleh ke arah Renjun, berusaha tersenyum tipis di antara kedua pipinya yang basah.

"Tidak Jisung." Renjun memegang bahu sebelah kanan milik Jisung. "Kalau menangis membuatmu lega, menangislah. Aku tidak masalah. Jangan ditahan." Tangan Renjun tergerak mengelus pelan bahu Jisung, memberi ketenangan.

"Apa aku boleh memelukmu, Kak?"

Renjun terkejut untuk permintaan Jisung. Tapi tanpa menjawab, Renjun langsung merengkuh tubuh Jisung tanda dia sangat menyetujuinya.

"Tidak perlu meminta izin pun, kau boleh memelukku."

"Maaf Kak."

"Jangan meminta maaf kalau kau tidak bersalah, Jisung."

"T-tapi aku menyedihkan kan Kak? Bisa-bisanya aku menangis di depan Kak Renjun. Ak- aku aku-"

"Hei okeyy. Tidak apa-apa, sungguhan. Menangislah sampai kau tenang." Renjun semakin mengeratkan rengkuhannya, terus mengusap punggung Jisung yang bergetar hebat.

Entah kenapa hatinya ikut sakit melihat Jisung seperti ini. Ada banyak hal yang tidak dia ketahui tentang Jisung.

"Kak Renjun seperti Kakak ku. Dulu, aku juga selalu dipeluk seperti ini saat sedang sedih. Rasanya sudah lama sekali, bahkan aku tidak ingat kapan terakhir kalinya."

"Our Blues" || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang