"Kita harus segera mempersiapkan kremasi untuk jenazah Ny. Park."
"Tapi Putranya, Na Jaemin sedang anfal."
"Aku ikut berduka dengan keadaan mereka. Kasihan sekali ya, aku dapat merasakan kesedihan Jaemin melihat bagaimana dia berjuang selama ini."
"Ya kau benar. Tapi mungkin ini takdir Tuhan yang terbaik untuk mereka."
"Kalau begitu, kita akan menunggunya sadar, atau ada keluarganya yang lain?"
"Jaemin hanya bersama Ibunya. Tapi biasanya, temannya berada di sini, tapi hari ini tidak. Lalu bagaimana?"
"Baiklah, kita menunggu saja."
"Suster apa maksudmu?"
Kedua Perawat itu menoleh. Mendapati pemuda asing yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya.
"Maaf, anda sedang mencari seseorang?"
"Na Jaemin, dimana dia?"
"Pasien atas nama Na Jaemin baru saja diberikan tindakan pemeriksaan bersama Dokter. Tiba-tiba dia pingsan, setelah mendengar kabar duka dari Ibunya."
"Ibu? Maksudnya?"
"Ny. Park mengalami kegagalan tindakan operasi tranplatasi jantung. Dan dinyatakan meninggal hari ini. Apakah anda adalah kerabat dari Na Jaemin?"
"Tu-tunggu, Ibu, Ibuku? Apa maksudmu meninggal? Ibu Rose?"
Kedua perawat itu saling menatap bingung dengan kehadiran pemuda di hadapan mereka secara tiba-tiba itu. Lalu mengaku Ny. Park yang merupakan Ibu Jaemin adalah Ibunya. Terasa tidak masuk akal.
"DIMANA IBUKU? KATAKAN!"
"Ny. Park telah dipindahkan ke Ruang Jenazah."
Tanpa berpikir panjang lagi, pemuda itu langsung berlari mencari Ibunya. Meninggalkan kedua perawat yang saling menatap dengan raut bingung.
"Renjun-shi. Tunggu kami!"
"Kalian, pergilah! Tugasmu sudah cukup."
"Kau sungguh tidak apa?"
"Tidak perlu khawatir. Kalian pergi saja, uang kalian akan aku transfer besok. Terima kasih untuk bantuan kalian."
Renjun kembali melanjutkan jalannya dengan tatap mata yang nanar.
Hatinya membuncah dengan berita duka yang menghantamnya telak....
Jisung memejamkan matanya merasakan semilir angin yang terasa segar di tubuhnya. Itu terasa meringankan dan seperti tiada beban.
Ditambah dengan usapan-usapan halus di kepalanya, membuatnya tenang.Biar saja jika waktu berhenti hari ini juga, Jisung tidak apa-apa. Ia menikmatinya.
"Jisungiee, Mamah merindukanmu sayang. Kau cepat sekali tumbuh besar Sayang."
"Itu salah Mamah karena terlalu sibuk sampai melewatkan masa pertumbuhanku."
Wanita bersurai blonde itu terkekeh pelan mendengar sindiran yang keluar dari mulut Putra Bungsunya. Sembari tangannya yang senantiasa mengelus surai milik Putranya. "Kau benar sayang."
"Mamah, kenapa berhenti?" Suara lain menginvasi.
Jisung menolehkan kepalanya sedikit, sehingga dia akan berhadapan dengan wajah milik Kakaknya. "Kak Jaemin berisik sekali!"
"Ya ya ya, diamlah kau anak kecil!"
"Sudah berapa lama aku melewatkan hal seperti ini?" Suara yang mengalun indah itu kembali terdengar.
"Maafkan Mamah, anak-anak Mamah!"