17

19 0 0
                                    

Bagaimana Boy, kau mau melanjutkan kuliah di sini? Menemani Papah?"

Jisung sedang melakukan panggilan via video bersama Jaehyun, Papahnya. Sebenarnya dia sedang malas. Itu karena Jaehyun malah membom bardirnya dengan permintaan tentang kelanjutan kuliahnya.

Ya, Jisung akui itu memang penting untuk masa depannya. Tapi tidak bisakah Jaehyun memberinya selamat lebih dulu sebagai bentuk apresiasi atas prestasi yang telah diraihnya. Setidaknya itu akan sedikit mengobati rasa sakit hatinya pada Jaehyun.
Tapi nyatanya, kalimat itu belum ia dengar sama sekali dari Papahnya.

Apalagi nada bicara Papahnya terkesan memaksa. Jadi kesannya, ia tidak meminta pendapat Jisung untuk mengikuti permintaannya.

"Tapi Pah, bagaimana Kak Jaemin?" Jisung malah mengalihkan topik pembicaraan. Dimana saat itu juga raut Jaehyun berubah drastis.

"Apa maksudmu?" Tanyanya dingin.

"Kenapa Kakak mengatakan dia tidak akan pulang? Apa yang terjadi Pah? Apa ada sesuatu yang buruk?"

Terdengar helaan napas dari seberang sana, diikuti Jaehyun yang sepenuhnya memusatkan perhatian pada Putra bungsunya.

"Dengar Boy, Kakakmu sudah cukup dewasa untuk menentukan keputusannya. Jadi, ayo kita pikirkan dirimu saja. Kau juga menginginkan masa depan yang baik kan?"

"Kau mengalihkan pembicaraan, Pah."

"Aku tidak melakukannya, Jie sayang."

"Tidak bisakah keluarga kita bersama-sama seperti yang lain, Pah? Daru dulu kalian selalu sibuk dengan urusan masing-masing. Mamah, Papah, Kakak, apa kalian tidak mau pulang dan berkumpul bersama?"

"Jisung dengar, saat ini kau mungkin sedang lelah ya? Topik pembicaraan kita mulai keluar dari topik awal. Aku juga harus mengerjakan beberapa berkas lagi, kalau sudah tidak sibuk akan aku hubungi lagi dan saat itu aku ingin dengar keputusanmu.
Oh iya,
Sebagai hadiah kelulusanmu, nanti aku akan mentransfer uang, gunakan sesukamu, untuk jalan-jalan, makan, dan lainnya okey? Papah matikan dulu."

Jisung melempar ponselnya begitu saja ke atas ranjang. Dia merasa muak. Selalu uang dan uang. Tidak semuanya bisa digantikan dengan uang.

.

.

.

.

.

.

"Ini kali kedua aku kemari, Kak Renjun. Selain tempatnya yang bagus menu nya enak-enak."

Renjun terkekeh untuk keantusiasan Jisung. "Kau suka?"

"Sangat-sangat suka, apalagi makanannya."

Renjun kembali tersenyum. "Kau terlalu banyak makan makanan yang manis, Jisung." Ujar Renjun sambil melihat Jisung yang terus sibuk mengunyah muffin pesanannya.

"Tenang saja Kak, tidak masalah. Aku ingin menikmatinya. Ah ya, nasi goreng di sini enak sekali. Cobalah! Aku tidak ingin melewatkannya kalau sedang kemari."

Tangan Renjun tergerak untuk mengacak rambut Jisung. "Habiskan saja, makanlah yang banyak!"

"Eum, Kak Renjun tidak makan?" Tanya Jisung begitu melihat Renjun yang dari tadi hanya memperhatikan dirinya, sambil meminum coffe pesanannya.

Sementara Renjun lagi-lagi terkekeh. "Aku sudah kenyang melihatmu makan." Kemudian tangannya tergerak untuk menyeka sisa makanan di ujung bibir milik Jisung.

"Our Blues" || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang