Jisung dengan langkah malas harus menuju ruang guru, menemui Mr. Doyoung yang kemarin menagih tugasnya, karena Jisung tidak hadir saat pelajarannya.
Kali ini dia pergi sendiri, karena di kelas sedang ada pelajaran sastra. Hanya saja, Mr. Doyoung ini sangat pemaksa sekali.
Ia mengetuk pelan pintu bertuliskan ruang guru itu. Hingga suara dari dalam menginstruksinya untuk masuk.
"Permisi." Sapanya pelan.
"Ssaem, saya mohon beri saya waktu."
"Banyak waktu yang sudah kami berikan, Rora. Tapi kau tetap melewatkannya."
Jisung terkejut begitu masuk langsung disuguhi situasi tegang antara Rora dengan Bendahara sekolah.
Gadis itu mati-mati an berusaha menahan isakannya. Dengan kedua tangan yang terus menyatu, memohon.
"S-saya mohon..."
"Ini terakhir kalinya, Rora. Sebentar lagi kau akan lulus, akan sangat disayangkan kalau kau sampai dikeluarkan. Kau mengerti? Jadi usahakan semua tagihannya lunas."
"B-baik akan saya usahakan."
"Kau boleh pergi."
"Permisi." Rora membungkuk, lalu membalik badannya. Dia sedikit terkejut ketika bersitatap dengan Jisung yang masih mematung. Lalu melempar senyum kecil.
"Jisung?!"
Jisung tersentak pelan ketika suara milik Mr. Doyoung membuyarkan lamunannya.
"Kau sudah menyelesaikan tugas dari ku?"
"S sudah Ssaem." Dengan segera, Jisung menyerahkan lembaran berisikan tugas miliknya.
"Baik. Tapi nilaimu akan dikurangi karena telat mengumpulkan."
Jisung menghela napas pelan. Tidak heran lagi dengan Guru yang dikenal pelit memberikan nilai pada para siswanya.
"Baik."
"Yasudah, kau boleh pergi."
Jisung segera melangkah pergi setelah membungkuk hormat ke arah semua Guru yang berada di sana.
Kedua netranya menangkap presensi seseorang yang ia kenali duduk di gazebo dekat dengan ruang guru.
Karena baru saja adalah bel istirahat, jadi Jisung memutuskan untuk menghampiri Rora.
Gadis itu nampak menghapus sisa air matanya, ketika melihat kehadiran Jisung.
Pemuda itu menyerahkan sapu tangan yang dia bawa, lalu diterima oleh Rora.
"Terima kasih ya, Jisung."
Jisung mengangguk. Ia ikut duduk dan menatap Rora sepenuhnya.
"Kau benar, Chenle."
Rora pasti sangat terpukul dengan keadaannya.
"Kau pasti bisa melewatinya, Rora."
Rora mengangguk kecil. "Terima kasih."
"Selain memberimu semangat, aku tidak bisa membantu banyak. Maafkan aku."
"Itu sudah sangat membantuku. Jangan meminta maaf, Jisung." Rora tetap menampilkan senyum kecil.
"Aku tau kau kuat." Jisung menepuk bahu Rora pelan. Sekedar memberinya kekuatan meski tidak seberapa.
"Ya. Kau juga."
.
.
.