Kelopak mata rusa itu perlahan lahan kembali terbuka dari tidurnya.
Dia mengerjap beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang terasa silau di matanya. Ah sudah berapa lama ia tertidur?Kesadarannya mulai ditarik kembali ketika ia mencium bau Rumah Sakit yang khas. Ah ya, Rumah Sakit.
Tangannya terasa sangat kebas saat dibawa bangun, serta mengeluarkan keringat. Tubuhnya juga rasanya sakit semua.
Yang Jaemin lakukan selanjutnya adalah memandangi kedua tangannya yang tiba-tiba bergetar, lalu mengepalkannya merasa sesuatu telah terjadi.
Tiba-tiba, dengan membiarkan rasa pening yang menderanya, Jaemin bergegas bangkit dan melepas paksa selang infus yang berada di tangan kirinya, karena isi pikirannya saat ini adalah Mamahnya.
Dia masih ingat betul tentang informasi Dokter beberapa saat lalu.
"Jaemin-sshi, kau sudah sadar? Apa yang kau lakukan?" Panggil salah seorang Perawat dengan panik melihat tindakan Jaemin.
"Uh diamlah! Aku tidak punya waktu dengan ini." Jaemin sudah terlanjur mencabut selang infusnya dengan kasar, mengabaikan rasa ngilu serta darah yang bercucuran.
"Jaemin-shi, tapi keadaanmu belum membaik!"
"Persetan dengan keadaanku." Jaemin agak mendorong salah seorang Perawat yang terasa menghalangi jalannya, lalu berjalan dengan tergesa. Dia terus berlari meski tubuhnya terasa ingin tumbang.
"Dimana Mamahku? DIMANA?!!"
Beberapa Perawat yang berjaga di sana terdiam saling memandang satu sama lain.
"KALIAN TIDAK MENGATAKANNYA?"
"Jaemin-sshi, kendalikan dirimu."
"Tidak! Cepat katakan dimana Mamahku!!" Jaemin sudah frustasi dengan tingkah para perawat ini yang terlalu berkelit.
"Tapi seseorang mencegah kami mengatakannya."
Jaemin menahan gejolak amarahnya ketika mendengar pernyataan konyol itu. Karena bagaimanapun tenaganya masih tidak stabil hanya untuk sekedar berbicara. Ia sadar akan tindakannya ini yang menguras tenaganya.
"Tega kalian seperti ini, memisahkanku dengan Ibuku sendiri?" Jaemin bergumam lirih.
"Kenapa tidak, kalau dirimu sendiri juga seseorang yang tega memisahkan Ibu dengan Anaknya, Na Jaemin."
"Kau merasa sedih?"
Jaemin menoleh ke sumber suara yang terdengar asing, tapi familiar. "H-hyung?"
"Apa? Hyung katamu? Jangan panggil aku dengan panggilan menjijikkan seperti itu dari mulutmu. Aku tidak sudi mendengarnya."
"K-kau disini?"
"Kau jahat!"
Jaemin mengatupkan bibirnya. Tidak sanggup lagi mengatakan sesuatu. Dua kata itu menamparnya telak. Membawanya pada sebuah fakta kalau dia memang jahat.
"Kau begitu jahat Na Jaemin. Hatimu itu terbuat dari apa, sampai kau tega memisahkan ku dengan Ibuku sendiri, lalu saat aku menemukan keberadaannya-" Kalimat itu terputus begitu saja, karena yang terjadi selanjutnya hanya terdengar isakan yang begitu memilukan. "Aku menantikan ini sudah sangat lama. Tapi apa?"
Dan, Jaemin merasa sangat amat bersalah melihatnya. Hatinya bergemuruh merasa sesak. Bahkan rasanya, seluruh tubuhnya ikut bergetar.
"Maaf, maafkan aku Renjun Hyung." Jaemin berjongkok, hendak meraih kaki Pemuda yang lebih tua darinya. Hanya saja, Renjun langsung menepis bahunya, membuatnya tersungkur.