Cila tidak pernah melihat Iyana seperti sekarang semenjak saling mengenal. Ia ingat hari pertama bertemu Iyana di halaman sekolah, saat itu Mika sedang tertekan karena dimarahi. Menunduk menahan tangis dan malu, Mika mengepalkan tangan menghadapi cacian Iyana. Kala itu penampilan mantan istri Naturahman sangat cetar, memakai perhiasan gemerlap, kalung, gelang, dan cincin berlian serta gaun mengembang. Mengamuk pada Mika yang dianggap melukai Nola. Padahal tidak begitu kenyataan. Namun Iyana tidak mau menerima penjelasan. Makian, cacian, dan juga hinaan meluncur keluar dari bibir yang dipoles lipstik merah.
Tidak ada yang menyangka kalau sepuluh tahun kemudian keadaan berubah drastis. Tidak ada lagi perempuan angkuh, congkak, serta semena-mena dengan gaun glamour. Berganti menjadi perempuan paruh baya yang kusut masai dan merokok. Meskipun kata-kata yang keluar dari bibirnya masih sama kasarnya seperti dulu.
Cila merasa dejavu melihat situasi sekarang. Dulu Iyana dan Nola yang datang untuk melabrak dan mengamuk dengan Mika serta Sundari. Sekarang posisinya diubah, Mika yang datang melabrak. Cila merasa geli sendiri karena roda kehibungan berputar itu nyata. Siapa yang menduga kalau dirinya akan menemani Mika melabrak Iyana.
"Apa dia merokok dari dulu?" bisik Cila pada Mika. Mengamati Iyana yang merokok tanpa henti.
"Nggak tahu, nggak pernah lihat gue," jawab Mika.
"Kayaknya emang dia perokok. Bibirnya hitam. Mungkin selama ini nggak kelihatan karena pakai lipstik merah." Baskara mengutarakan pendapatnya.
Cila mengangguk. "Masuk akal."
Iyana membuang rokok tepat di depan Mika. Mencibir dengan tatapan bengis. Puji yang sebelumnya ingin pergi, kini mundur dan berada di samping Iyana. Keduanya mengamati para tamu yang datang dengan pandangan penuh ejekan tapi ada setitik harapan di mata itu. Binar dari Iyana adalah keinginan untuk memiliki cincin berlian yang melekat di jari Mika serta ponsel keluaran terbaru di tangan Baskara dan juga gelang cantik di pergelangan Cila. Hatinya merasa iri setengah mati melihat kemewahan mereka.
Puji justru berpikiran lain, kedatangan tiga orang ini diharapkan mampu membawa uang untuknya. Entah banyak atau sedikit, berharap dirinya mendapatkan suntikan uang. Sekian lama hidup miskin dengan Iyana mulai menjemukan. Terlebih tidak ada lagi pasokan uang dari Naturahman. Untuk makan setiap harinya pun sulit.
"Ngapain lo kemari, hah? Mau ngasih duit?" bentak Iyana melotot pada Mika. "Kalau mau ngasih duit, buruan sini!"
Mika menatap Iyana yang mengacungkan tangan dengan tidak tahu malu. Sedari dulu Iyana memang tidak punya otak, tapi kali ini ternyata sangat bodoh dan sepertinya kepalanya memang terantuk sesuatu. Kemana perginya rasa malu yang semestinya ada dalam diri perempuan itu? Mika tersadar dari rasa heran saat merasaka Cila mencubit lengannya.
"Tante Iyana, aku datang untuk ngasih tahu soal suamiku. Kita udah nggak ada urusan lagi, sebaiknya mulai sekarang stop datang ke kantor suamiku!"
Kata-kata Mika ditanggapi dengan tawa lebar serta garing dari Iyana. Entah apa yang lucu, perempuan itu terbahak-bahak lalu terbatuk karena tersedak ludah sendiri. Menepuk-nepuk pundak Puji, Iyana berujar terbata.
"Lo dengar nggak? Ka-tanya nggak boleh datang lagi ke kantor Haven! Hahaha! Lucu nggak?"
Puji mengangguk lalu ikut terbahak-bahak menertawakan Mika. "Padahal kita minta uang dari suaminya, bukan dari dia."
"Nah iya, yang kaya suaminya bukan dia. Kenapa dia yang sombong?"
Mika menghela napas panjang, memendam kemarahan yang memuncak. Belum sempat bicara, Cila maju satu langkah dan berkacak pinggang. Sudah sedari tadi Cila menahan amarah melihat kelakuan Iyana. Tidak tahan lagi untuk bersuara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Semalam
RomanceKisah lanjutan dari Pesona Papa Muda. Kisah romantis dan erotis dari Cila serta satu lagi Baskara.