.
.
.Matahari yang cerah menyelimuti pagi ini, Risa bersiap-siap menuju kampus. Hari ini adalah event yang diselenggarakan oleh pihak kampus dimana dirinya terpilih untuk memimpin jalannya event.
Ditengah kesibukannya mengadakan proyek sosial di panti, dirinya tak lupa akan tugasnya sebagai seorang mahasiswa. Saat Risa sedang merapikan dokumen-dokumen untuk acara event yang ia persiapkan bersama teman-temannya, tiba-tiba ia melihat sebuah buku yang tertinggal di sudut rak mejanya. Itu adalah jurnal yang dulu Raka berikan, lengkap dengan catatan kecilnya di halaman pertama. Ia membuka halaman itu dengan hati-hati, membaca kalimat yang pernah membuat hatinya berbunga-bunga:
"Suatu hari nanti, aku akan melihat kamu berhasil meraih semua yang kamu impikan. Dan aku akan sangat bangga."
Hati Risa kembali bergetar. Ia menutup jurnal itu perlahan, membiarkan air mata mengalir tanpa ditahan. Namun kali ini, tangisannya bukan karena kesedihan, melainkan karena ia merasakan dorongan untuk benar-benar bangkit, untuk menunjukkan kepada dirinya sendiri bahwa ia mampu.
Setiap kali rasa rindu itu datang, Risa berbisik pada dirinya sendiri, "Aku akan mencapai impianku, Raka. Ini untuk kita." Ia tahu bahwa keinginan untuk maju, untuk menjadi versi terbaik dari dirinya, adalah cara terbaik untuk mengenang Raka tanpa terperangkap dalam kesedihan.
Hari itu Risa berhasil menyelesaikan proyek besar pertamanya di kampus. Event yang ia pimpin berjalan dengan sukses, bahkan mendapat pujian dari banyak pihak. Di dalam hatinya, ia merasa Raka pasti akan bangga melihat dirinya yang perlahan-lahan bangkit dan menjadi lebih kuat.
Semua teman-temannya merayakan keberhasilan mereka di acara tersebut, Risa keluar sejenak untuk menikmati udara malam yang sejuk. Ia menatap bintang-bintang di langit, merasa seolah Raka sedang melihatnya dari kejauhan.
"Terima kasih, Raka," bisiknya, membiarkan angin malam membawa pesan itu entah ke mana. Risa tahu, ia tidak lagi sendirian, karena kehadiran Raka kini adalah bagian dari kekuatan yang akan selalu mendukungnya dari dalam hati.
🍒🍒🍒
Malam ini angin berhembus lumayan kencang, daun-daun di pohon tampak menari-nari. Diluar langit tampak mendung, seolah tanda hujan sebentar lagi akan turun. Risa menatap ke luar jendela, menikmati pemandangan itu. Sekaligus cemas menggerogoti hatinya.
Kini Risa berada di kafe, menunggu dengan gelisah kedatangan Dinda. Keduanya sudah berjanji akan bertemu di kafe, membahas ide yang dicetuskan oleh Dinda selepas acara pameran seni anak panti diselenggarakan.
Flashback
Dinda berdiri di samping Risa. "Din, aku ingin membuat sebuah karya tentang perjalanan hidupku. Kamu ada ide nggak?" tanya Risa membuat Dinda mengerutkan keningnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit yang Tak Kembali
Roman d'amour⚠️ FOLLOW DULU SEBELUM BACA ⚠️ ❗ VOTE & KOMEN❗ ➡️ Update => Sabtu & Minggu ⬅️ Yuk baca sinopsisnya dulu... "Cinta itu obat dari segala penyakit bagi mereka yang percaya" - Risa Anesta "Cinta itu tak harus dimiliki dan tak semua perpisahan dapat dij...